PHRI Protes, Pemerintah Dinilai Tidak Peka Kondisi Pengusaha Restoran
JAKARTA, Kliknusae.com - Pengusaha restoran menilai pemerintah, dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak peka terhadap kondisi sekarang.
Dimana banyak restoran yang tumbang akibat Covid-19 masih dikejar-kejar oleh keharusan izin edar untuk pangan olahan yang dijual secara daring atau online.
"Mereka itu ibarat jatuh tertimpa tangga, pandemi covid-19 sudah bikin susah, di sisi lain ada peraturan yang mempersulit dunia usaha," kata Wakil Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran Emil Arifin seperti CNBC Indonesia, Jumat (9/10/2020).
Dalam kondisi sulit saat ini, aturan tersebut seharusnya bisa ditahan dulu, banyak masyarakat yang beralih berjualan makanan secara daring karena sulitnya mendapat pekerjaan.
Jika harus ditambah dengan regulasi memberatkan, yang terjadi masyarakat semakin tercekik. Karena pengurusan izin pun dinilai memerlukan biaya lagi.
"Peraturan dari BPOM, penjualan online harus ada izin edar, baru lagi. Sekarang kan orang lagi susah. Jadi nggak fleksibel," tegasnya.
Keluhan itu diberikan karena saat ini pengusaha restoran pun sedang kesulitan. Adanya larangan untuk makan di tempat atau dine-in membuat bisnis restoran makin sulit.
Solusinya, berjualan online menjadi salah satu pilihan yang diambil. Sayang, itu pun tidak mulus karena ada aturan yang memberatkan, sejumlah rekan pengusaha lain pun sudah terkena dampaknya.
"Teman-teman sudah lapor, masa harus izin, urus izin. Ada teman yang mulai ditegur oleh petugasnya," sebut Emil.
Kondisi ini bukan hanya menyulitkan pelaku usaha yang sudah ada. Namun juga pengusaha makanan yang baru mencoba bisnis. Apalagi, banyak masyarakat yang beralih ke bisnis tersebut.
"Ibu-ibu rumah tangga yang WFH ada juga beberapa yang maju, mulai laku, tapi mulai dikejar, ditanyakan. Sekarang ini fleksibel dulu lah. Orang lagi susah kok cari makan," sebut Emil.
Keluhan itu akibat kebijakan BPOM yang mengeluarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Pengawasan Obat dan Makanan Yang Diedarkan Secara Daring (PBPOM No. 8 tahun 2020)
Pasal 16 ayat (1) berbunyi "pangan olahan yang diedarkan secara daring wajib memiliki izin edar dan memenuhi cara produksi yang baik sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan".
Situasi Sangat Sulit
Selain akan menutup permanen gerai-gerai di pusat perbelanjaan, banyak pengusaha restoran kini sedang dihadapkan masalah utang yang menggunung.
Utang kepada pihak ketiga atau vendor banyak yang tidak mampu dibayar karena terpuruk pandemi covid-19.
Kebijakan larangan makan di tempat atau dine-in yang diterapkan selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat, membuat pengusaha restoran harus memutar otak agar bisnisnya bisa tetap jalan.
Namun, banyak juga yang memutuskan memangkas biaya operasional dengan menutup permanen gerai-gerainya.
"Cari uang dulu. Cari partner baru dan macam-macam. Karena utangnya dengan supplier belum selesai, dia selesaikan. Kalau buka dulu, tapi nggak punya uang buat bayar supplier. Supplier minta bayar dulu dong. Kalau nggak, ya supplier nggak mau supply lagi," papar Arifin.
Selama ini, untuk menghasilkan produk masakan dan disajikan lagi kepada konsumen, pengusaha restoran mendapatkan bahan baku seperti sayuran, daging dan bahan baku lain dari pihak ketiga atau vendor.
Sayangnya, semua rencana tidak berjalan dengan sempurna. Emil mengakui banyak restoran yang menyiapkan bahan baku lebih ketika era new normal sudah digaungkan pemerintah.
Ketika itu memasuki PSBB transisi, dimana yang semula restoran dilarang menerima dine-in, saat itu sudah dapat lampu hijau.
Kini, setelah bahan baku tersebut sudah disiapkan, ada aturan anyar yang melarang makan di tempat. Pengusaha restoran banyak yang akhirnya membuang bahan baku tersebut karena busuk setelah lama didiamkan. Kondisi ini makin membuat berdarah-darah.
Kondisi vendor restoran pun demikian, mereka yang semula diproyeksikan menerima uang kembali setelah jangka waktu tertentu, kini harus gigit jari dari bisnis restoran yang tiarap.
"Vendor, waduh banyak yang bangkrut juga vendor-vendor. Ya gimana, dia supply ke orang nggak bayar semua. Bukan 1 atau 2 orang, hitungannya semua nggak bayar. Gimana dia mau hidup juga," sebut Emil Arifin.
Seiring berjalannya waktu, pengusaha restoran pun dikabarkan banyak yang memilih tutup total, dari yang sebelumnya hanya tutup sementara.
"Yang masih bertahan sekalipun berpikir untuk tutup. Karena daripada buka tapi hanya boleh take away, mending tutup sekalian. Dan yang tutup permanen saya perkirakan mungkin di November-Desember tutup itu sekitar 30-40%, dan itu di mal saja," ungkap Emil. (*/adh)