Pekerja Industri Pariwisata Mulai Jual Kompor Untuk Makan
Kliknusae.com - Apa yang dikhawatirkan mulai menjadi kenyataan. Lambannya pemerintah mengantisipasi pekerja industri pariwisata yang dirumahkan karena perusahaannya tutup telah menimbulkan dampak mengenaskan.
Terutama di Industri hiburan malam. Kini, banyak diantara mereka yang berada pada kehidupan yang memperhatinkan karena stimulus yang tidak dirasakan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) Hana Suryani menceritakan ganasnya dampak pandemi COVID-19 terhadap para pekerja industri hiburan malam. Akibat kehilangan pekerjaan dan penghasilan, tak sedikit dari mereka kerap mengeluh kelaparan.
"Semua terdampak 100%, bukan karyawan saja tapi ada efek dominonya, okelah pengusaha nggak usah dipikirin dulu, efek ke banyak profesi lain yang ada di industri ini, kemarin anak-anak DJ, anak-anak musisi sudah merapat, belum lagi UMKM, supplier, kaki lima sampai tukang parkiran, justru yang di bawah-bawah ini yang sangat terdampak," ungkap Hana sebagaimana dikutip dari detikcom, Sabtu (15/8/2020).
Para pemilik usaha industri hiburan malam, katanya, mungkin masih bisa bertahan hidup lewat aset dan tabungan yang mereka miliki.
Namun, hal ini tak berlaku bagi para pekerja yang merogoh pundi-pundi penghasilan harian dari industri tersebut.
Banyak yang kesulitan bertahan hidup sampai-sampai menjual perabot rumah tangganya untuk sekadar makan sehari-hari.
"Mereka itu hari-hari makan dari penghasilan yang dapat hari itu ya buat hari itu, tidak bisa nabung, tidurnya sudah di musala, anaknya ditumpang-tumpangi tempat orang, tempat saudara, yang penting mereka bisa tidur, aku ngecek karyawan itu asetnya udah pada nggak ada, dah dijualin, kayak TV, elektronik dijual semua, kompor dijual, sampai helm aja dijual," paparnya.
Hal serupa juga dialami oleh salah satu pengusaha industri hiburan malam di Jakarta yakni CEO Broadway Group Vinnie Kinetica Rumbayan.
Menurut Vinnie, seluruh karyawannya kini terpaksa di-PHK lantaran tak bisa beroperasi sama sekali dan kehilangan banyak omzet.
"Omzet turun 90% saat kami coba jual online produk-produk kami, lalu saat tutup ya otomatis tidak ada pemasukan. Lalu awalnuya merumahkan 70% karyawan, berlanjut ke pengurangan gaji, berlanjut lagi ke merumahkan semua karyawan. Sampai sekarang ya berlanjut ke PHK seluruh karyawan," kata Vinnie.
Parahnya lagi, mereka ini sama sekali tak menerima bantuan langsung tunai untuk bertahan hidup dari pemerintah.
Memang ada bantuan berupa program Kartu Prakerja, akan tetapi bantuannya dalam bentuk training yang tidak bisa dipakai untuk bertahan hidup atau sekadar makan sehari-hari.
"Setahu saya ada Kartu Prakerja bentuknya training. Tapi harapan karyawan kan janji bantuan dananya," tutupnya. (adh/dtk)