Tergiur Tekanan Ekonomi,Beberapa Negara Mulai Mengakhiri Lockdown

Kliknusae.com - Tidak satu pun pemerintah di dunia berani memastikan kapan kemunginan puncak pandemi corona (Covid-19) akan terjadi. Yang terjadi adalah hanya sebatas mengira-ngira dengan mengandalkan data dan tanda-tanda.

Dengan mengetahui puncak tersebut, beberapa pemerintahan berharap dapat menentukan kapan mereka dapat membuka pembatasan atau lockdown demi memutar kembali roda ekonomi yang lumpuh selama berbulan-bulan akibat pandemi virus corona.

Namun, tidak ada yang tahu pasti kondisi seperti apa yang harus dipenuhi oleh suatu negara sebelum mereka dapat dengan aman melonggarkan kebijakan lockdown, dan meminimalisir potensi kedatangan gelombang kedua virus.

Berikut acuannya.

Jangan bertindak terlalu cepat

Sebagian dari para ahli mengaku khawatir pemerintah akan tunduk pada tekanan ekonomi dan sosial selama wabah, dan tergiur untuk mencabut kebijakan lockdown sebelum waktunya.

Mereka mencoba memberi saran kepada pemerintah untuk tidak tergesa-gesa membuka lockdown hanya karena alasan perekonomian.

Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan bahwa langkah-langkah yang terburu-buru seperti itu dapat membuka potensi Covid-19 kembali mewabah, mengancam kehidupan masyarakat lebih lanjut.

"Mencabut pembatasan terlalu cepat dapat menyebabkan kebangkitan yang mematikan," kata Tedros seperti dilansir dari AFP, Selasa (14/4/2020).

Tak hanya Tedros, Presiden Institut Pasteur dan mantan Kepala Institut Penelitian Medis Nasional Prancis INSERM Christian Brechot, juga memperingatkan kepada masing-masing pemerintahan untuk hati-hati dalam menghadapi virus yang sudah diremehkan banyak negara tersebut.

Brechot merasa pandemi yang sudah mewabah ke level global tak dapat dianggap remeh. Dia sendiri pesimistis situasi dapat kembali normal setelah Covid-19 hampir menyebar di seluruh negara.

"Tidak jelas dengan pandemi skala ini, bagaimana semuanya secara ajaib dapat kembali normal," kata Brechot.

Relaksasi bertahap di pertengahan Mei

Brechot mengatakan harapannya bahwa dari pertengahan Mei beberapa negara yang kini berada dalam perlambatan kasus Covid-19 kemungkinan dapat melakukan relaksasi bertahap terhadap pembatasan yang berlaku.

Namun, Spesialis Kesehatan Masyarakat dan Epidemiologi di Universitas Jenewa Antoine Flahault, menegaskan negara-negara tersebut mesti meningkatkan kewaspadaan, meski data memberi indikasi pelonggaran.

 

"Bukan ketika di puncak, kami harus mengangkat langkah-langkah pengurungan yang telah membantu menghindari kemacetan besar di rumah sakit," kata Antoine.

Antoine berpendapat pelonggaran hanya dapat dilakukan ketika negara melihat penurunan signifikan.

Senada, Jean-Francois Delfraissy yang memimpin Dewan Sains Virus Corona dan telah menasihati pemerintah Prancis, mengatakan bahwa negara perlu tetap melanjutkan tindakan-tindakan pembatasan lebih lanjut.

"Kita tidak akan beralih dari hitam menjadi putih, tetapi dari hitam menjadi abu-abu, dengan pengurungan lanjutan. Kita bisa mulai membahas pelepasan lockdown, tetapi faktor penting dan utama adalah mengejar lockdown yang ketat selama beberapa minggu untuk memastikan," tuturnya.

Tiga kondisi

Delfraissy mengatakan ada beberapa prasyarat untuk mengangkat lockdown. Pertama, perlu ada indikasi penurunan jumlah Covid-19 kasus dalam perawatan intensif.

Hal tersebut diharapkan dapat memberikan kelonggaran bagi para pekerja kesehatan yang sangat dibutuhkan dan memungkinkan rumah sakit mengisi kembali peralatan dan persediaan.

Kedua, tingkat penularan Covid-19 berdasarkan jumlah orang yang terinfeksi per hari harus turun, dan perlu adanya cukup masker untuk melindungi populasi dan tes untuk memonitor penyebaran virus lebih lanjut.

Sebagai contoh di Prancis, Delfraissy menyebut kapasitas screening perlu ditingkatkan dari 30 ribu tes saat ini menjadi 100 ribu atau bahkan 150 ribu sehari pada akhir April.

Tentu saja, kondisi ini perlu didukung oleh beberapa hal, termasuk kemungkinan pengembangan aplikasi yang menggunakan smartphone untuk melacak kontak orang yang terinfeksi.

Operator seluler sudah menyediakan data lokasi untuk peneliti kesehatan di Prancis dan Jerman. Hal lain yang tidak diketahui secara pasti adalah pengaruh musim panas terhadap perlambatan penyebaran Covid-19 yang dipercaya beberapa pihak.

Virus pada umumnya berkurang di bulan-bulan hangat atau musim dingin, tetapi tak ada yang tahu pasti apakah corona akan mengalami hal yang sama.

"Jika tidak ada  musim panas, maka akan lebih rumit, untuk mengangkat tindakan pengurungan," kata Ahli Epidemiologi Flahault.

Negara-negara Eropa mulai mencabut lockdown

Berbanding terbalik dari berbagai saran dan nasihat dari para ahli, sebagian negara di benua Eropa yang paling terdampak oleh virus, justru terlihat mulai membuka lockdown secara bertahap.

 

Negara-negara tersebut mencoba mengikuti jejak China, yang telah melonggarkan dan mencabut lockdown di kota Wuhan pada awal April, melihat jumlah kasus infeksi baru di China berhasil ditekan oleh upaya pemerintah selama berbulan-bulan tersebut.

Ambil contoh seperti Jerman, yang juga mengalami penurunan jumlah kasus baru dan sudah lebih sedikit terkena dampak daripada beberapa negara tetangganya.

Pada Senin (13/4),Jerman menyatakan rencana untuk mengambil langkah menuju pencabutan lockdown secara bertahap.

Austria juga dikabarkan akan membuka kemungkinan untuk membuka kembali usaha-usaha kecil setelah hari Paskah. Mereka percaya saat ini mereka cukup meratakan kurva infeksi virus.

Tak mau kalah, Denmark dikabarkan akan membuka kembali tempat penitipan anak, taman kanak-kanak dan sekolah dasar mulai Rabu (15/4) esok hari, diikuti Republik Ceko mulai secara bertahap melonggarkan pembatasan, termasuk membuka beberapa toko.

Di beberapa negara lainnya di Eropa, mereka percaya terdapat sedikit tanda-tanda bahwa pembatasan akan segera mereda. Mereka merasa telah melewati puncak berdasarkan lonjakan kasus terburuk, yang berarti jumlah kasus diprediksi akan menurun ke depan.

Inggris telah melewati tonggak sejarah suram dengan 10 ribu kematian, sementara Prancis diperkirakan akan memperpanjang penguncian untuk setidaknya beberapa minggu berkaca dari pengalaman Inggris tersebut.

Negara-negara yang paling terpukul di benua itu, Italia dan Spanyol juga tampaknya telah mencapai puncak, dengan tingkat kematian harian mereka secara bertahap mulai turun.

Tetapi setelah periode yang mengerikan, tidak ada negara yang melonggarkan kewaspadaan. Italia telah memperpanjang lockdown hingga 3 Mei, disertai Spanyol yang juga memperpanjang hingga 25 April. Irlandia, Portugal dan Belgia juga telah memperpanjang langkah-langkah penjagaan mereka.

(adh/cnn)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae