PHRI Minta Dana Pelatihan Dialihkan Ke Dana Tunai
Kliknusae.com - Sampai saat ini belum ada karyawan sektor perhotelan yang di-PHK (pemutusan hubungan kerja) akibat pandemi corona COVID-19. Meski begitu, bukan berarti kondisi usaha perhotelan baik-baik saja.
Demikian disampaikan Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani dalam diskusi virtual bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan ASITA di Jakarta, pekan ini.
"Wartawan bertanya PHK-nya berapa sektor pariwisata? Tidak ada PHK karena kalau PHK, perusahaan harus bayar pesangon. Itu enggak mungkin banget," kata Haryadi.
Baca Juga: Hotel Tutup di Indonesia Tembus 1.174,PHK Karyawan Mencapai 58.700 Orang
Perusahaan di sektor pariwisata, kata dia, juga mengaku tak bisa menggunakan terminologi "dirumahkan" bagi karyawan yang tidak lagi bekerja sementara.
Ia beralasan hal itu berkaitan dengan konsekuensi undang-undang, yakni perusahaan tetap harus membayar 75 persen gaji karyawan selama dirumahkan.
"Yang terjadi sekarang ini adalah memang cuti di luar tanggungan atau di-unpaid leave," terang Hariyadi.
Menurut dia, kondisi keuangan perusahaan di sektor pariwisata, khususnya hotel dan restoran, terbagi menjadi tiga kategori.
Terdiri dari mampu membayar penuh, membayar setengah gaji, dan tidak mampu membayar gaji sama sekali karena perusahaan sama sekali tidak memiliki uang tunai.
"Yang paling dominan itu yang tidak mampu membayar gaji sama sekali. Ini buat kita sangat prihatin," sahut dia.
Untuk itu, Hariyadi mengusulkan agar dana pelatihan di Kartu Prakerja yang nilainya Rp1 juta dialihkan menjadi dana tunai.
Dengan begitu, para karyawan sektor pariwisata yang terdampak corona COVID-19 bisa memperoleh dana tunai Rp1,6 juta selama mereka cuti di luar tanggungan.
"Tapi Bu Ida (Menaker) bilang desainnya memang untuk pelatihan. Ini mesti didiskusikan lagi karena kalau Rp1 juta untuk pelatihan, mohon maaf, uangnya tuh larinya ke BLK, kepada trainer-nya. Sementara, pekerja sangat-sangat butuh uang itu karena perusahaan tidak bisa membayar," tuturnya.
Tunjangan Hari Raya
Tunjangan Hari Raya juga menjadi perhatian kalangan pengusaha sektor pariwisata. Pasalnya, mereka dihadapkan dilema antara melaksanakan instruksi Presiden Joko Widodo untuk memberikan THR dan tidak adanya dana tunai yang dimiliki.
"Bayar gaji aja sulit, apalagi bayar THR. Usulan kita untuk tunda (pemberian THR)," ujar Hariyadi.
Ia juga meminta agar pemerintah memperlunak kewajiban perusahaan untuk memberikan THR kepada karyawan. Dengan begitu, wibawa pemerintah juga bisa dijaga.
"Ini harus hati-hati. Bukan karena mereka membangkang, tapi karena kondisinya tidak ada untuk melakukan pembayaran THR," belanya.
Baca Juga: Dampak Covid-19 Industri Perhotelan dan Restoran di Jabar Rugi Rp 1 Triliun
Di sisi lain, ia mengakui bahwa hingga saat ini masih banyak perusahaan yang belum melaporkan data karyawan terdampak sesuai format.
Hal itu memperlama proses pendataan sebagai syarat cairnya Kartu Prakerja untuk karyawan.
Sejauh ini, dari 1.266 hotel yang melaporkan terdampak pandemi corona COVID-19, hanya 844 hotel yang lulus penyaringan dengan jumlah karyawan terdata hanya 74.101 orang.
Padahal, ia memperkirakan 150 ribu orang karyawan terdampak pandemi ini.
"Kita lakukan pengumpulan data, tapi datanya tidak sesuai dengan yang kita minta. Memperbaiki data cukup menyita waktu," ujarnya.
Kumpulkan Data
Sementara itu pemerintah,melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) juga mengungkapkan sedang mengumpulkan data yang diperlukan.
Menparekraf Wishnutama Kusubandio mengaku terus berkoordinasi dengan industri dan asosiasi dalam pendataan. Kemenparekraf membentuk Pusat Krisis untuk bertugas mengumpulkan data.
"Fungsi satgas ini meng-cleansing lagi jangan sampai tumpang tindih. Kita ingin dapat informasi dari pelaku parekraf sehingga informasi lebih komprehensif, selain dapat informasi dari asosiasi. Dengan data ini, kita bisa berikan ke kementerian terkait sehingga bisa mengusulkan atau mengkaji dengan lembaga lain untuk mengatasi atau meminimalisir dampak Covid-19," tuturnya.
Baca Juga: 482 Perusahaan Hotel dan Restoran di Jawa Barat Tutup,Berikut Daftarnya
Fajar Hutomo, Deputi Industri dan Investasi Kemenparekraf menambahkan, hingga Selasa, 7 April 2020, sekitar 135 ribu data sudah masuk dan diharapkan setelah dibersihkan, akan bertambah 120 ribu data.
"Itu mix data informal, PHK, dan dirumahkan," kata Cak Tom sembari menambahkan bahwa data yang terkumpul bukan hanya dari pelaku sektor pariwisata, tetapi juga ekonomi kreatif, seperti asosiasi musisi.
(adh/*)