Bank Digital Tumbuh Cepat, Tapi Sebagian Besar Tekor Semua

KLIKNUSAE.com – Sebuah catatan yang mengejutkan. Kendati bank digital tumbuh cepat, namun sebagian besar nasib mereka sangat tak beruntung. Alias tekor.

Tercatat asa 400 bank digital yang terindentifikasi hingga Januari 2022, namun hanya segelintir yang mampu membukukan keuntungan.

Perusahaan konsultan strategi global asal Jerman, Simon-Kucher & Partners melaporkan bank digital memiliki satu miliar rekening di seluruh dunia.Termasuk 100 juta di Amerika Serikat (AS).

Di Brazil, setengah dari populasi negara tersebut memiliki rekening bank digital. Perusahaan keuangan berbasis teknologi ini bahkan 40 perusahaan diantaranya berstatus unicorn atau valuasi di atas US$1 miliar atau lebih dari Rp14 triliun.

BACA JUGA: Bank Mega Berharap Pariwisata Cepat Pulih Agar Bisnis Kartu Kredit Ikut Tumbuh

“Bank digital telah tumbuh yang sangat cepat, tetapi pada saat yang sama kami memperkirakan kurang dari 5 persen yang menguntungkan,” kata Christoph Stegmeier, mitra senior Simon-Kucher, dikutip dari Forbes, Rabu 1 Mei 2022.

Stegmeier mengatakan kehadiran neobank di Eropa hampir mencapai satu dekade atau lebih dari 10 tahun. Tetapi nyaris tidak ada perusahaan yang mencapai titik impas atau break even.

Hanya 5 Persen yang Impas

“Dari 400 neobank di dunia, kurang dari 5 persen yang impas. Kurang dari 85 neobank di AS yang mencapai titik impas. Sementara beberapa bank yang berada di zona bakar-bakar uang kehilangan sebanyak US$140 per pelanggan tiap tahun,” kata Stegmeier.

BACA JUGA: Ganti Segera Kartu Debit Bank BJB, Ini Alasannya

Dia menuturkan bahwa tingkat persaingan antara bank digital dengan bank-bank besar konvensional juga semakin meningkat.

Laporan Simon-Kucher menyebutkan bank besar telah berhasil membalikkan keadaan dari semula terganggu menjadi pengganggu terobosan neobank yang sukses dengan penawaran digital.

Sedikitnya ada tiga neobank baru yang diluncurkan oleh kelompok jasa keuangan besar, yaitu JP Morgan’s European neobank, Chase, and Marcus by Goldman Sachs.

“Tetapi banyak bank ritel dan universal besar lainnya tetap ragu-ragu. Bank-bank itu perlu bertindak sekarang jika mereka ingin berpartisipasi dalam tren yang semakin cepat ini atau hanya untuk mempertahankan pangsa pasar mereka,” ujar  Stegmeier.

BACA JUGA: OJK: Meski Ekonomi Menggeliat, Perbankan Harus Tetap Hati-hati

Menurutnya, bank-bank besar tidak dapat hanya membangun atau menggunakan aplikasi plug and play di pasar. Tetapi mereka juga membutuhkan ambisi besar, fokus, dan visi yang jelas.

Selain itu, bank besar dapat melakukan akuisisi guna mengejar ketertinggalan.

Kondisi Bank Digital di Indonesia

Lalu bagaimana dengan nasib bank digital di Indonesia?

Bak setali tiga uang, keberadaan bank digital di Indonesia juga kian menjamur, seiring dengan teknologi yang semakin maju dan akselerasi digital yang terjadi sejak pandemi Covid-19.

Namun, di balik kemunculan bank-bank digital baru maupun lama berdiri ada tantangan besar, yakni terkait akuisisi alias perluasan nasabah.

BACA JUGA: Diaspora Menjadi Modal Penting BNI, Begini Penjelasan Menteri Erick

President Director Amar Bank Vishal Tulsian menjelaskan, akuisisi nasabah sulit untuk dilakukan bank digital karena masih minimnya literasi keuangan masyarakat Indonesia.

Dengan kondisi ini, bukan hal mudah bagi bank digital untuk mengajak masyarakat menggunakan model anyar bank digital.

“Bahkan, tidak jarang dari mereka yang tidak memiliki rekening bank atau mereka juga tidak melihat kegunaan dari membuka akun bank,” kata Vishal dalam webinar Indonesia Data and Economic (IDE) 2022 Katadata bertema ‘Managing Digital Financial Transformation,”  belum lama ini.

BACA JUGA: Bank Mulai Digeser Fintech, Lama-lama Bisa Mati Suri Nih

Di saat yang sama, bank digital juga harus berjuang keras untuk mengajak masyarakat yang masih menggunakan bank konvensional.

Hal ini tak lain karena kebiasaan masyarakat yang sudah lama menggunakan perbankan tradisional.

Tantangan lain yang harus dihadapi bank digital ialah terkait perbankan terbuka.

Vishal menjelaskan, dengan adanya sistem perbankan terbuka, nasabah yang dimiliki oleh satu bank digital bisa dengan mudah diambil oleh bank digital lainnya.

“Karena data harus dibagi. Jadi retensi nasabah itu yang menjadi tantangan. Jadi harus ada strategi untuk melakukan itu,” tandasnya. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae