Pengusaha Muda Keluhkan Janji Restrukturisi Kredit Yang Sulit di Akses
Kliknusae.com - Kebijakan pemerintah menggelontorkan rekstrukturisasi kredit untuk membantu pelaku usaha yang terdampak pandemi corona (Covid-19) ternyata sampai saat ini belum bisa dirasakan pengusaha.
Banyak pengusaha muda di berbagai daerah yang mengeluhkan keringanan kredit belum juga disetujui pihak perbankan.
Perwakilan dari Himpunan Pengusaha Muda (HIPMI) Nusa Tenggara Timur (NTT) Yuston,misalnya, menyatakan belum semua anggotanya mendapatkan fasilitas keringanan kredit tersebut.
Padahal, berdasarkan survei yang dilakukan oleh HIPMI NTT sebanyak 51 persen anggota hanya bertahan 1-3 bulan akibat pandemi corona.
Oleh sebab itu, mereka sangat membutuhkan akses pada pelonggaran kredit tersebut.
"Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga ada di sana tapi tidak semua bisa merasakan kebijakan yang dilaksanakan pemerintah," ujarnya dalam diskusi virtual yang digelar HIPMI, Kamis (14/5/2020).
Senada, salah satu anggota Hipmi Kalimantan Utara juga mengaku sejumlah anggotanya belum menerima jawaban dari perbankan.
Padahal mereka sudah mengajukan restrukturisasi sejak awal April.
"Alasan di bank beragam antara satu bank dan bank lainnya. Ada yang bilang menunggu dari pusat," ujarnya
Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Departemen Pengaturan dan Penelitian Perbankan OJK Anung Herlianto menjelaskan jika wewenang persetujuan pelonggaran kredit berada di tangan masing-masing bank. Persetujuan pelonggaran kredit tersebut akan menyesuaikan kemampuan perbankan.
"Kami tidak menetapkan kriteria yang sama karena bank kita memiliki disparitas tinggi," jelasnya.
Ia melanjutkan perbankan menentukan persyaratan masing-masing terkait pelonggaran kredit.
Pun demikian, bank menentukan jenis keringan yang diberikan kepada nasabah berdasarkan penilaian (assessment) dari pihak bank.
"Namun, saya melihat beberapa persyaratan bank tidak jauh beda," tuturnya.
OJK sendiri telah mengatur pelonggaran kredit melalui POJK No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical. Dalam aturan itu, terdapat sejumlah persyaratan umum dalam pengajuan pelonggaran kredit.
Pertama, debitur wajib mengajukan permohonan keringanan dengan melengkapi data yang diminta oleh pihak leasing atau bank.
Kedua, bank dan multifinance akan melakukan assessment (penilaian) apakah debitur merupakan pelaku usaha terdampak langsung atau tidak langsung virus corona. Ketiga, bank dan leasing memberikan bentuk keringanan berdasarkan profil debitur. Mereka juga akan menetapkan jumlah kredit yang mendapatkan keringanan.
Bentuk keringanan itu meliputi penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu cicilan, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit atau pembiayaan, dan konversi kredit atau pembiayaan jadi penyertaan modal sementara.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga memaparkan perbankan telah melakukan restrukturisasi kredit senilai Rp336,97 triliun hingga 10 Mei 2020. Fasilitas itu diberikan kepada 3,88 juta nasabah bank.
Rinciannya, sebesar Rp167,1 triliun diberikan kepada 3,41 juta nasabah UMKM. Sedangkan, sebesar Rp169,86 triliun diberikan kepada 460 ribu debitur non UMKM.
"Dari 102 bank yang menyampaikan potensi memberikan restrukturisasi, sebanyak 88 bank sudah merealisasikannya. Lalu, ada 14 bank belum memberikan restrukturisasi kredit," ucapnya.
Ia mengaku sejumlah bank mengalami kendala dalam merealisasikan restrukturisasi kredit. Meliputi, kesulitan untuk tatap muka dan verifikasi data nasabah akibat pemberlakuan social distancing dan Work From Home (WFH). Selain itu, restrukturisasi ini bersifat masif.
"Tantangan dari industri yang masih berpedoman pada SOP lama sehingga cenderung memakan waktu dan birokrasi," ujarnya.
(adh/cnn)