Tiket Garuda Jadi Mahal, Ini Kata Menteri Erick Thohir

KLIKNUSAE.com – Tiket Garuda menjadi mahal. Apa penyebabnya? Pertanyaan ini yang kemudian dijawab Menteri BUMN Erick Thohir.

Ia mengungkapkan,  penyebab harga tiket pesawat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mahal karena monopoli penerbangan.Akibatnya, semakin berdampak pada ekosistem ekonomi.

"Ada monopoli penerbangan nasional, yang akhirnya tiketnya jadi mahal. Nah kalau tiketnya jadi mahal, berarti industri pariwisata tidak berkembang. Kalau industri pariwisata tidak berkembang, maka UMKM tidak punya tempat untuk penghasilan baru," ujarnya di kuliah umum Unika Atmajaya yang bertema "Efektivitas Penanganan Hukum & Ekonomi Dalam Kasus Mega Korupsi" Rabu 27 Januari 2022, seperti dikutip Kliknusae.com dari CNNindonesia.

BACA JUGA: Menteri Erick Dorong Ekonomi Syariah Indonesia Terbesar di Dunia

Sebelumnya, Erick menyebutkan maskapai BUMN itu diketahui terlalu banyak menggunakan jenis pesawat. Sehingga, operasionalnya menjadi lebih mahal.

Berdasarkan data yang dikantonginya, Garuda memiliki 32 lessor. Sedangkan maskapai lain hanya 4-5 lessor.

Dari sisi jenis pesawatnya pun, Garuda memiliki 13 jenis, sedangkan maskapai lainnya hanya 3-4 jenis saja.

BACA JUGA: Maskapai Garuda Indonesia Sesuaikan Jadwal Penerbangan ke Kuala Lumpur

Tidak heran, porsi biaya kontrak lessor Garuda Indonesia mencapai 28 persen dari pendapatan perusahaan. Sementara, maskapai lainnya 3,5 kali lipat lebih murah dari yang dibayar Garuda.

Inilah yang kemudian membuat Garuda membayar operasional lebih mahal. Tidak efisien.

"Garuda (beban sewa pesawatnya) 28 persen. Maskapai lain cuma 8 persen. Secara operasional, lebih mahal," jelasnya.

BACA JUGA: Menteri BUMN Erick Tohir Hadirkan 4 Platform Pendukung Kreator Lokal

Sebagai informasi, Kejaksaan Agung sebelumnya menyatakan bahwa kerugian keuangan negara akibat dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan pesawat Garuda Indonesia bernilai sekitar Rp3,6 triliun.

"Kerugian cukup besar. Seperti contohnya, untuk pengadaan sewa saja ini indikasi sampai sebesar Rp3,6 T," kata Febrie kepada wartawan, Rabu pekan lalu. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya