Bali Butuh Anggaran 9,4 Triliun, Wawancara Eksklusif Ketua PHRI Rai Suryawijaya

KLIKNUSAE.com – Bali butuh anggaran sebesar Rp 9,4 triliun untuk menyelamatkan sektor pariwisata dari keterpurukan akibat pandemi.

Selain itu, pemerintah pusat diminta untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi. Diantaranya segera merealisasikan janji stimulus untuk pelaku usaha, seperti subsidi listrik.

Terhitung, sudah 1,5 tahun industri pariwisata di Pulau Dewata seperti perhotelan, taman rekreasi, restoran dan yang lainnya berhenti operasi. Mereka sudah tidak tahan menanggung beban operasional.

Di Kota Denpasar, misalnya, sebanyak 16 akomodasi pariwisata tutup permanen. Rinciannya, 11 hotel non bintang, 2 pondok wisata dan 3 villa. Beberapa hotel berbintang juga ikut terseok-seok menuju ‘bangkrut’.

BACA JUGA: Desa Wisata Bali Dihimbau Untuk Urus Sertifikasi CHSE

Tak Kuat Menanggung Beban Operasional Akomodasi Pariwisata Tutup

Selain 16 akomodasi pariwisata  yang tutup permanen tadi, ada juga 141 yang tutup sementara. Jumlah itu terdiri atas 3 hotel berbintang, 70 hotel non bintang, 32 pondok wisata dan 36 villa.

Padahal, selama ini Bali menjadi penumpang devisa dari sektor pariwisata terbesar di tanah air. Tahun 2019 lalu—ketika belum terjadi pandemi, dari Rp 288 triliun devisa di sektor pariwisata, 116 triliunnya kontribusi dari Bali.

Bagaimana Perhimpunan  Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali menyiasati keterpurukan sektor pariwista saat ini ?

Berikut lanjutan petikan wawancara eksklusif jurnalis Kliknusae.com, Adhi M Sasono  dengan Ketua PHRI Badung Bali, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, Kamis 02 September 2021.

BACA JUGA: Dinas Pariwisata Bali Masih Menunggu Arahan Pusat untuk Penyaluran BIP

Kami mendengar di Bali sudah mulai banyak  industri pariwisata yang gulung tikar. Kondisi persisnya, seperti apa?

Sudah 1,5 tahun tidak beroperasi, sudah habis kekuatan termasuk management dan owner. Kami, tidak sanggup lagi menanggung beban operasional dan juga beban pengembalian pinjaman.

Ini memang situasi yang sangat sulit. Karena tidak pernah kita memprediksikan akan terjadi pendemi seperti ini. Situasinya makin terpuruk dengan adanya Pembatasan Pergerakan Kegiatan Manusia (PPKM). Tingkat hunian hotel yang ada di Bali langsung melorot ke angka, single digit.

Bayangkan saja kamar hotel yang ada lebih dari 146 ribu, sedangkan  tamu yang datang setelah PPKM diberlakukan antara 1000-2000. Itu pun, tidak semua hotel yang dibuka.

BACA JUGA: Ajang Bali Cycling Marathon 2021 Jadi Daya Tarik Pariwisata Bali

Strategi apa yang dilakukan PHRI Bali menghadapi badai pandemi ini?

Tidak lain, hal utama yang kami lakukan, secepatnya bisa bangkit dari kesulitan ekonomi. Usaha menyelamatkan kesehatan, penting. Tapi, kita juga tidak bisa mengabaikan kehidupan yang harus berlanjut.

Kami sudah mengajukan pinjaman lunak (softloan) dengan pemerintah pusat, sayangnya sampai sekarang belum ada realisasi.

Selama ini yang kami dapat baru sebatas dana hibah. Hanya cukup untuk satu-dua bulan operasional. Itu pun tidak semua hotel dapat hibah.

Sekarang, ibarat penyakit sudah komplikasi, jadinya. Kalau saja pemerintah pusat bisa mempertimbangkan softloan itu, misalnya, 9,4 triliun saja. Bisa menyelamatkan pariwisata Bali.

BACA JUGA: Swabawa: Kementerian Sebaiknya Meeting di Hotel Yang Tersertifikasi

Itu untuk seluruh stakeholder pariwisata, bukan hanya PHRI saja. Dasar kita kenapa memberanikan untuk meminta softloan tadi, karena pariwisata Bali juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap devisa negara, dari pendapatan sektor pariwisata.

Penyumbang Devisa Sektor Pariwisata Terbesar di Indonesia

Tahun 2019 saat situasi masih normal, dari 288 triliun devisa di sektor pariwisata, 116 triliunnya dari Bali.

Ini yang harus bisa menjadi pertimbangan. Kita saat ini kan sedang mengatasi badai yang sangat besar.

Sebetulnya, kami sangat-sangat mengharapkan, seperti PLN saja belum dapat subsidi. Padahal PLN merupakan komponen atau bagian biaya operasional yang sangat besar, setelah gaji karyawan dan maintenance.

BACA JUGA: Ketua PHRI Badung,Rai: PLN Seharusnya Lebih Fleksibel Ditengah Covid-19

Bukannya penanganan Covid-19 di Bali sudah membaik, tapi kenapa masih berada di Level 4?

Iya, PHRI mengapresiasi sistem penanganan Covid-19 yang baru, cukup bagus. Pemerintah provinsi, kabupaten, Kota dan Satgas Covid-19 di 1.400 desa sudah berjalan luar biasa.

Seperti vaksin gotong royong, sama-sama saling bantu, vaksin pertama bahkan sudah 105 persen lebih, dari target masyarakat Bali yang di vaksin.

Total penduduk Bali 4,3 juta, paket yang di vaksin 70 persennya. Yang 70 persenyanya ini sekitar 3 juta.

Kita sudah 3 juta lebih dari vaksin pertama, vaksin kedua sedang berlangsung, on progress sekitar 60 persen.

Jadi, cukup banyak kalau di bandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Bali menjadi prioritas, kan.

Pelonggaran PPKM Terkait dengan BOR dan Kesembuhan

Terkait pelonggaran PPKM, ada indikator yang menjadi pertimbangaan  yakni  diliat dari tingkat keterisian kamar rumah sakit (Bed Occupancy Ratio-BOR), tingkat kematian, dan penyembuhan.

BACA JUGA: Ketua PHRI Badung Rai: Dalam Membangun Pariwisata Yang Terpenting Komitmen

Case positif-nya di Bali sudah mulai melandai, sekarang 300-an saja. Sebelumnya sempat terjadi di atas 1000-an kan.

Tapi kasus yang sedang ditangani sekarang, mudah-mudahan segera bisa ditekan lagi. Apalagi dengan  system yang sudah isoter (isolasi terpusat), seperti di wisma atlet, kalau di Jakarka. Sehingga memudahkan melakukan pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment).

Yang penting saat ini, kedisiplinan masyarakat perlu terus ditingkatkan dan dilakukan di seluruh lapisan masyarakat.

Misalnya, jangan sampai banyak mengundang kerumuman dalam acara-acara, serimonial. Nah, yang lainnya wajib prokes.

Perkiraannya sampai kapan Bali bisa beranjak pulih. Paling tidak, bisa memberikan gambaran untuk wisatawan bisa kembali menikmati Bali?

BACA JUGA: Ekonomi Menurun, 3000 Pekerja Sektor Pariwisata Bali Kehilangan Pekerjaan

Seperti yang saya sebutkan tadi. Kalau disiplin diterapkan dengan baik, saya pikir  pertengahan September ini sudah melandai dan kita sangat berharap Bali bisa turun dalam Level 3 atau bahkan 2.

Usulan ke Bappenas Agar Dibuat Peta Pemulihan Ekonomi

Usulan saya ke Bappenas dalam rapat percepatan pemulihan dan transformasi ekonomi Bali, strategi pertama kita harus meningkatkan wisatawan ke Bali. Dengan sudah dua kali vaksin, cukup antigen saja, sebagai syarat bisa masuk ke Bali. Tidak perlu lagi PCR, itu yang harus dilakukan.

Kita juga mengusulkan, terkait esensial business traveller, juga diplomatic traveller harus segera ada penerbangan langsung (direct fligh) ke Bali.

Seperti Jakarta, Surabaya, Manado dan Medan. Termasuk Travel Corridor Arrangement (TCA) atau membuka kembali pariwisata untuk negara lain. Ada  beberapa negara yang tentunya sudah siap,  seperti contoh Korea Selatan, Dubai, Tiongkok dan beberapa negara Eropa. Amerika  yang sekarang memang sudah membuka visa kunjungan.

BACA JUGA: Luhut: Kemungkinan Pariwisata Bali Akan Dibuka Kembali

Lalu seperti apa persiapan Bali sendiri untuk menerima wisatawan mancanegara?

Kami, sudah mempersiapkan aturan selama pandemi dan saat memasuki endemy nanti. Diantararanya hotel karantina. Hotel harus siap,  khusus untuk karantina dengan paket-paketnya, termasuk breakfast, lunch, dinner selama 5-8 hari.

Dan hotel itu juga harus mengantongi sertifikat CHSE. Begitu pun, dalam memfasilitasi karantina untuk Wisman harus ada hotel isotaer (isolasi terpusat), dan hotel pasca karantina.Kenapa harus dilakukan mekanisme ini, karena kita harus ada transparansi informasi.

Simple-nya  ketika wisman border dibuka, ia harus mengisi aplikasi untuk visa, dimana dari asalnya  PCR-nya harus negatif. Tiba di Bali di cek lagi, kalau hasil PCR negative dibawa ke hotel karantina 5-8 hari.

Kalau dia positif tanpa gejala ke Isoter. Disini, kita siapkan tenaga kesehatan berkerjasama dengan rumah sakit dan Satgas Covid-19.

BACA JUGA: Menparekraf Tekankan Protokol Kesehatan Pariwisata Bali Untuk Meningkatkan Kepercayaan Publik

Sedangkan, kalau ada wisman  positif dengan gejala, lansung kita arahkan untuk di isolasi ke rumah sakit.

Sehingga dengan semua aturan ini ini, akan ada tumbuh kepercayaan terhadap pariwisata Bali. Harus ada langkah berani karena tahun depan ada banyak event internasional di Bali.

Pertemuan G-20 Menjadi Momentum Penting Pariwisata Bali

Salah satunya pertemuan G-20. Makanya,  tahun ini harus menjadi trial, mencoba untuk melakukan simulasi sehingga pada saat G-20 berlangsung tidak terjadi apa-apa. Apalagi, tahun depan harapannya kita sudah masuk,  endemy. Dalam masa uji coba ini, bisa dilakukan penyempurnaan sambil berjalan.

Nanti akan ada,  2000 lebih jurnalis internasional yang akan melalukan liputan. Dalam uji coba tahun ini, memang harus selektif, berapa negara dulu yang boleh masuk ke Bali.

Seperti Phuket Sandbox di Thailand. Mereka sukses itu. Semua wisman yang datang ke Thailand, di masukan semuanya ke Phuket dari 1-31 Juli lalu. Hasilnya bagus sekali. Setelah mereka dinyatakan bebas Covid-19, baru diperbolehkan masuk ke kota-kota lain di Thailand.

Dari sisi revenue juga cukup bagus. Dalam kurun waktu sebulan, sudah bisa menghasilkan 40 triliun. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae