Sudah 4 Inmendagri Diterbitkan, Semuanya ‘Membunuh’ Objek Wisata
KLIKNUSAE.com - Sudah 4 Inmendagri diterbitkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk menjadi dasar aturan pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 1-4.
Yang baru saja diterbitkan adalah Inmendagri (Instruksi Mendagri) No 34 Tahun 2021 yang ditandatangani pada 16 Agustus 2021.
Menindaklanjuti Inmendagri sebelumnya, dalam aturan yang baru ini sudah banyak memberikan kelonggaran di beberappa sektor.
BACA JUGA: Garut Menangis, Puluhan Hotel Kibarkan Bendera Putih, Ada Apa ini
Sebut saja, mal sudah bisa beroperasi meski dengan pembatasan kapasitas pengunjung. Makan ditempat dalam gedung yang tertutup di area (mal) juga sudah diperbolehkan.
Aturan Dalam Inmendagri Belum Berpihak di Sektor Pariwisata
Ironisnya, meski sama-sama sebagai objek wisata, ada aturan yang tak pernah bergeser meski sudah beberapa Inmendagri diterbitkan.
Apa itu?
Bagian KEEMPAT huruf j; fasilitas umum (area public, taman umum, tempat wisata umun dan area public lainnya) ditutup sementara.
Sementara pada huruf g disebutkan kegiatan pada pusat perbelanjaan/mall/pusat perdagangan dibuka dengan ketentuan:
BACA JUGA: Luhut Pandjaitan Sebut PPKM Tak Akan Dihentikan Selama Pandemi Masih Ada
g.kegiatan pada pusat perbelanjaan/mall/pusat perdagangan dibuka dengan ketentuan:
1).kapasitas maksimal 50% (lima puluh persen) dan jam operasional buka sampai dengan Pukul 20.00 waktu setempat dengan memperhatikan ketentuan dalam c.4) dan f.2) dan dengan protokol kesehatan yang diatur oleh Kementerian Perdagangan;
2).wajib untuk menggunakan aplikasi Peduli Lindungi untuk melakukan skrining terhadap semua pengunjung dan pegawai pusat perbelanjaan/mall/pusat perdagangan terkait;
3).restoran/rumah makan, kafe di dalam pusat perbelanjaan/mall/pusat perdagangan dapat menerima makan di tempat (dine in) dengan kapasitas maksimal 25% (dua puluh lima persen), satu meja maksimal dua orang, dan waktu makan maksimal 30 (tiga puluh) menit.
BACA JUGA: Aturan Ganjil Genap Masih Berlaku di Garut, Padahal PPKM Sudah Turun Level 3
Ketimpangan Aturan PPKM Karena Pemerintah Kurang Masukan
Pertanyaan kemudian, bagaimana sama-sama sebagai objek wisata—yang mengundang kerumuman orang, namun mendapatkan perlakuan yang berbeda.
“Kami juga menyesalkan, kenapa ada perbedaan seperti ini. Mal juga bagian dari objek wisata. Justru dari sisi resiko penyebaran Covid-19 lebih tinggi karena berada di ruang tertutup,” kata Ketua Forum Pariwisata Kabupaten Sumedang, Jawa Barat Nana Mulyana kepada Kliknusae.com, Selasa 17 Agustus 2021.
Menurut Nana, ketimpangan aturan ini bisa jadi karena pemerintah kurang mendapatkan masukan, tentang pentingnya wisata dalam rangka pemulihan ekonomi.
BACA JUGA: Pemda Jawa Barat Siapkan Aturan Yang Lebih Akomodatif, Sikapi Perpanjangan PPKM
“Kenapa pariwisata menjadi bagian dari pemulihan ekonomi, karena didalamnya terdapat sektor yang lain. Termasuk efek domino dari industri pariwisata ini, sampai ke akar rumput,” kata Nana—yang juga Ketua II DPD Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI) Jawa Barat ini.
Program Vaksinasi di Sektor Pariwisata Belum Maksimal
Terkait dengan pemulihan, lanjut Nana, saat ini terkonfirmasi yang sehat angka sudah naik signifikan, tapi bisa jadi mereka mengalami stress karena sudah sekian lama berada di dalam ruangan.
“Justru, imunnya bukan terjaga. Nah, dengan dibukanya sektor wisata akan membantu menstabilkan imunitas. Kemudian, daya tubuh tentu akan semakin meningkat, saat mereka bisa kembali menikmati pemandangan alam,” ujarnya.
BACA JUGA: Presiden Jokowi Isyaratkan Tak Perpanjang PPKM Darurat, Ini Alasannya
Nana juga menyayangkan industri pariwisata belum maksimal dilibatkan dalam program vaksinasi. Padahal, hasilnya sangat berbeda ketika masyarakat di vaksin di area terbuka (taman rekreasi) dengan di gedung tertutup.
Sudah 4 Inmendagri diterbitkan, namuna sama sekali tidak mendorong kepada upaya pembukaan uji coba objek wisata.
“Pemerintah terlihat tidak serius membahas sektor pariwisata ini. Padahal, harus disadari jumlah orang yang terlibat di industri pariwisata sangat banyak,” ungkapnya.
“Sementara pabrik-pabrik, mal, pusat perbelanjaan modern dengan jumlah karyawan yang cukup banyak, berkerumum tetap jalan. Ini bagaimana,” tanya Nana.
Kenapa terjadi beda perlakuan antara pariwisata dengan mal dan pusat perbelanjaan yang sama-sama wisata juga.
“Masalahnya cuma satu, kalau wisata belanja pemerintah dapat tekanan dari pengusaha-pengusaha besar yang mereka punya begitu banyak mal dengan investasi yang luar biasa. Sementara sektor pariwisata, termajinalkan dengan kebijakan ini,” tutup Nana.