Saatnya Rebut Pasar Kuliner Singapura, Batam Bisa Jadi Pilihan

Oleh: Adhi M Sasono, Editor in Chief

SINGAPURA, negara kecil dengan ekonomi besar di Asia Tenggara, tengah menghadapi gejolak sunyi dalam denyut industrinya yang paling semarak: kuliner.

Sepanjang 2025, sebanyak 307 kios makanan dan minuman tutup setiap bulan. Angka ini melonjak dibandingkan rata-rata 254 kios per bulan pada 2024, dan 230 kios pada 2022 hingga 2023.

Lonjakan angka ini tak terjadi tanpa sebab. Tingginya biaya sewa, melambungnya harga bahan baku, dan beban tenaga kerja menjadi tiga serangkai yang melumpuhkan sektor food and beverage (F&B) Negeri Singa.

Salah satu contoh yang mencolok datang dari Alvin Goh, pendiri Wine RVLT, yang telah memutuskan untuk menutup bisnisnya Agustus mendatang setelah masa sewa berakhir.

Fenomena ini bukan sekadar krisis, tapi celah kesempatan. Bagi Indonesia, khususnya Batam yang secara geografis dan emosional paling dekat dengan Singapura, ini adalah momentum emas untuk merebut pangsa pasar yang tengah runtuh itu.

Batam selama ini sudah menjadi destinasi akhir pekan warga Singapura. Hanya saja, potensi yang besar ini belum sepenuhnya tergarap dengan serius.

Kini saatnya, dengan posisi tawar yang menguat, Indonesia harus tampil agresif dan strategis.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sebagai leading sector, harus mampu bergerak cepat (gercep) dalam menawarkan peluang investasi kuliner berskala internasional.

Namun, promosi saja tak cukup. Pemerintah pusat harus berani melakukan reformasi regulasi. Memberikan fleksibilitas dalam proses perizinan yang selama ini kerap menjadi batu sandungan bagi investor, baik lokal maupun asing.

Fleksibilitas bukan berarti mengorbankan integritas, melainkan menciptakan ekosistem investasi yang lincah namun tetap akuntabel.

BACA JUGA: Kafe Bukit Cinta Batam, Tempat Nongkrong dengan Gemerlap Lampu Singapura

Konsep hawker center

Badan Pengelola Batam (BP Batam) juga memiliki peran kunci. Mereka bisa mengidentifikasi dan membuka zona-zona strategis yang cocok untuk dikembangkan sebagai pusat kuliner modern.

Bisa, dengan konsep hawker center yang mirip di Singapura, namun dengan sentuhan lokal yang kuat.

Tempat ini bisa menjadi arena ekspansi bagi brand-brand kuliner Singapura yang kini kehilangan tempat berpijak di negerinya sendiri.

Begitu pun, infrastruktur adalah syarat mutlak. Pelabuhan penyeberangan feri, jalur transportasi dari terminal ke pusat kota, dan ketersediaan fasilitas umum harus menjadi perhatian utama.

Kenyamanan menjadi kunci agar Batam bukan hanya alternatif, melainkan tujuan utama wisata kuliner bagi warga Singapura.

Indonesia harus menyadari bahwa dalam krisis negara tetangga, tersembunyi peluang untuk ekspansi.

Momentum ini bisa menjadi batu loncatan bukan hanya untuk memperkuat posisi Batam sebagai magnet pariwisata, tapi juga untuk menancapkan pengaruh Indonesia di sektor F&B regional.

Mumpung pasar Singapura sedang terbuka lebar. Jangan sampai kesempatan ini direbut negara lain yang lebih sigap.

Saatnya Indonesia unjuk gigi, bukan hanya sebagai tujuan wisata alam, tapi juga sebagai destinasi kuliner kelas dunia. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae