Kebijakan Menkeu Berpotensi Bikin Industri Hotel Rontok

KLIKNUSAE.com - PHRI mengkhawatirkan jika kebijakan Menkeu soal pemangkasan anggaran kegiatan di hotel diterapkan, akan mengancam keberlangsung industri hotel.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan usaha hotel yang selama ini memberikan kontribusi besar terhadap devisa negara perlahan akan rontok.

"Untuk itu, kami minta Menteri Keuangan Republik Indonesia mengevaluasi kembali terkait kebijakan pemangkasan  anggaran kegiatan di hotel," kata Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi dan Keanggotaan Badan Pimpinan Pusat (BPP) PHRI Yuno Abeta Lahay ketika dihubungi Kliknusae.com, Rabu 13 November 2024.

Menurut Yuno, kebijakan tersebut dinilai sangat memberatkan industri perhotelan, yang masih dalam tahap pemulihan pasca-pandemi.

"BPP PHRI sampai hari ini masih terus menerima aspirasi pengelola hotel dari seluruh Indonesia yang menyatakan keberatan atas kebijakan Menkeu ini," tambah Yuno.

Sebagaimana diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani melalui surat Nomor S-1023/MK.02/2024 mengumumkan adanya pemangkasan anggaran kegiatan di hotel.

Hal ini sebagai tindak lanjut arahan Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet pada Oktober dan November lalu.

Dalam suratnya, Menkeu meminta kementerian dan lembaga negara untuk melakukan efisiensi anggaran perjalanan dinas tahun 2024.

Bagi sektor perhotelan, keputusan ini menambah daftar tantangan baru setelah pandemi. Industri yang sedang berusaha pulih kini harus menghadapi penurunan drastis permintaan dari klien utamanya, pemerintah.

PHRI menyatakan bahwa kebijakan ini berdampak signifikan pada tingkat hunian hotel serta pendapatan sektor pariwisata dan perhotelan.

Dimana, sebelumnya sangat bergantung pada acara-acara resmi dari instansi pemerintah.

Diungkapkan Yuno,  industri perhotelan saat ini masih berupaya untuk pulih dari dampak pandemi COVID-19.

“Kegiatan pemerintahan di hotel sangat membantu dalam mendukung tingkat hunian dan aktivitas ekonomi di hotel-hotel di berbagai daerah. Kebijakan ini cukup mempengaruhi keberlangsungan operasional hotel,” tegasnya.

Pengurangan Tenaga Kerja

Selain itu, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga menyoroti bahwa dampak kebijakan ini tidak hanya dirasakan oleh hotel-hotel besar.Namun juga oleh hotel-hotel kecil dan menengah di daerah.

Penurunan kegiatan resmi dari pemerintah berarti menurunnya permintaan kamar dan fasilitas hotel, yang dapat berujung pada pengurangan tenaga kerja di sektor perhotelan.

"Oleh sebab itu, dalam surat yang kami kirim  meminta agar kebijakan pemangkasan anggaran ini dapat ditinjau ulang. Atau setidaknya ada kebijakan khusus yang dapat mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor perhotelan," jelas Yuno.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, jumlah kamar untuk hotel bintang tiga dan empat di Indonesia mencapai 257.208 kamar.

Sedangkan pangsa pasar pemerintah mencapai 40 persen pada kelas ini menghasilkan potensi pendapatan tahunan hingga Rp14,1 triliun.

Sementara itu, hotel bintang lima dengan 50.813 kamar dan pangsa pasar pemerintah sekitar 10 persen berpotensi meraup Rp2,4 triliun setiap tahun.

Jika ditotal, potensi pendapatan dari kegiatan pemerintah di hotel berbintang tiga hingga lima mencapai Rp16,5 triliun per tahun.

Namun, dengan pemotongan anggaran perjalanan dinas sebesar 50 persen, potensi pendapatan ini diperkirakan akan menyusut hingga separuhnya, yakni sekitar Rp8,3 triliun.

“Kalau dipotong 50 persen, dampaknya pasti sangat berat," kata Yuno.

Tidak hanya itu, pemangkasan ini juga mengancam rantai ekonomi yang terkait. Termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Serta vendor operasional yang selama ini mendukung aktivitas perhotelan.

“Semua lini akan terkena imbasnya,” pungkasnya. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae