Kebijakan Rapid Test Masuk Bali Segera Dihapus?
BALI, Kliknusae.com - Bali masih menjadi salah satu destinasi wisata yang ditunggu-tunggu wisatawan, kapan akan dibuka kembali tanpa harus menjalani Rapid Test Antigen. Terutama untuk pelancong domestik.
Sementara untuk wisatawan manca negara masih menunggu kebijakan pemerintah pusat, khususnya Kementerian Luar negeri yang masih memberlakukan larangan masuk warga negara asing (WNA) ke Indonesia hingga 14 Januari 2021 mendatang.
Namun, kabar yang berkembang Pemerintah Provinsi Bali sendiri sedang menggogok aturan baru yang memungkikan wisatawan domestic tetap bisa berkunjung atau berlibur di Bali tanpa harus melewati Rapid Test.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, I Putu Astawa ketika dihubungi Kliknusae.com, Rabu (06/01/2021) belum bisa memberikan kepastian kapan pelonggaran Rapid Test bagi wisatawan domestic ke Bali akan dihapuskan.
"Kami masih menunggu kebijakan dari bapak Gubernur. Selama belum ada peraturan baru, maka masih berlaku aturan yang ada sekarang," katanya.
Disinggung rekomendasi dari Delegasi Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO) usai meninjau persiapan pembukaan Bali untuk wisman, menurut Putu, secara penuh kewenangannya berada di pemerintah pusat.
"Memang, beberapa waktu lalu ada kunjungan dari UNWTO ya. Namun, terkait kebijakan lebih lanjut, ada di pemerintahan pusat," jawabnya.
Namun yang jelas, dalam upaya menggeliatkan kembali pariwisata Bali, Dinas Pariwisata bekerjasama dengan pihak terkait terus melakukan persiapan.
Salah satunya adalah dengan melaksanakan kegiatan sertifikasi atau audit CHSE (Cleanliness Health Safety and Enviroment Sustainability) untuk industri pariwisata."Target yang diberikan pemerintah pusat adalah melaksanakan audit CHSE sebanyak 900 objek pada tahun 2021. Dan, target tersebut sudah terpenuhi," ungkapya.
Sebagaimana diketahui, Dirjen Multilateral Kementerian Luar Negeri Febrian Alphyanto Ruddyard mengatakan kehadiran UNWTO di Bali merupakan hasil dari hubungan baik yang terbina antara Indonesia dan UNWTO.
Hal ini juga merupakan bukti konkret pelaksanaan mandat UNWTO dalam mendukung kegiatan negara anggotanya.
" UNWTO telah melakukan kunjungan lapangan ke bandara dan destinasi pariwisata untuk melihat persiapan langkah ekstensif yang kita lakukan untuk persiapan Bali untuk menarima wisatawan mancanegara," katanya saat konferensi pers, beberapa waktu lalu.
Capacity Building Workshop on Restarting International Tourism in Bali diikuti lebih dari 30 pemimpin dari seluruh sektor pariwisata dengan 150 pakar dan pemimpin lainnya yang bergabung secara virtual.
Diskusi difokuskan pada strategi pemerintah untuk memulai kembali pariwisata, termasuk perumusan kebijakan, prosedur, infrastruktur kesehatan dan protokol imigrasi yang disesuaikan untuk mencerminkan kenyataan baru.
Deputy Director for Asia and the Pacific UNWTO Harry Hwang mengatakan UNWTO sepenuhnya mendukung upaya yang telah dilakukan Indonesia seperti terkait dengan CHSE.
Dia menilai bahwa Bali sudah siap untuk menerima turis asing.
"Tetapi mungkin untuk beberapa sektor harus membuat keputusan pasti baik di tingkat lokal maupun pemerintah. Bahwa kita ya, kita tidak bisa berhenti 100 persen. Permasalahan ini bukan hanya milik pemerintah tetapi seluruh orang," katanya.
Berdasarkan studi yang dilakukan UNWTO pada November 2020, Eropa yang masih punya masalah dengan penyebaran Covid-19 bahkan membuka 90 persen destinasi wisatanya.
Sementara di Asia, hanya 15 persen destinasi yang dibuka dan 51 persen ditutup total.
Sekretaris Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Ni Wayan Giri Adnyani mengatakan hingga akhir 2019, Bali telah berkontribusi sebanyak 40 persen wisatawan internasional. Untuk itu, pemerintah terus berupaya untuk mempersiapkan pembukaan Bali untuk turis asing.
Kemenparekraf sudah mengeluarkan panduan CHSE. Beberapa seri panduan yang sudah dirilis di antaranya adalah protokol kesehatan untuk hotel, shopping mall, dan industri Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE).
Panduan ini telah mengacu protokol kesehatan yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan, WHO, UNWTO dan organisasi internasional lainnya. (adh)