Harga Rp 120 Ribu, Rapid Test Antigen "Made In" Unpad Memiliki Akurasi 91,5 %
BANDUNG, Kliknusae.com - Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Jawa Barat berhasil menciptakan rapid test berbasis antigen. Bahkan penemuan ini merupakan yang pertama kali dan satu-satunya di Indonesia.
Atas pencapaian ini, Unpad mendorong jumlah produksi alat deteksi Covid-19 yang diberi nama CePAD, akronim dari kata cepat, praktis, dan andal diperbanyak.
Tujuannya agar bisa memenuhi kebutuhan rapid test antigen di Indonesia dan menekan harganya.
"Harga CePAD dipatok Rp 120.000," ungkap Direktur Inovasi dan Korporasi Unpad Diana Sari dalam keterangan resminya, kemain.
Harga tersebut bukan menjadi yang termurah untuk produk sejenis. Namun ia optimistis, jika produksi CePAD terus meningkat, harganya akan lebih murah.
"Seumpama kita produksi satu juta, produk ini akan bisa bersaing dengan produk tes antigen dari importir," kata Diana.
Diana mengungkapkan, tingkat akurasi dan sensitivitas CePAD sudah melampaui ambang rekomendasi yang ditetapkan WHO.
Berdasarkan kajian terakhir, akurasi CePAD di angka 91,5%, sedangkan tingkat sensitivitasnya 82%. Angka ini di atas rekomendasi WHO yakni 80%.
Produk rapid tes antigen CePAD sudah mendapat rekomendasi dari Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinis Indonesia dan sudah mendapat izin edar sejak 4 November 2020.
Produk ini sudah dipakai dan telah dipesan Kementerian Riset dan Teknologi RI dan Pemprov Jawa Barat.
Sementara itu, Muhammad Yusuf, Koordinator Peneliti Diagnostik Covid-19 Unpad, mengatakan alat produksi timnya dapat mendeteksi antigen virus SAR-Cov2.
Hal ini, menurutnya, membuat CePAD menunjukkan hasil yang lebih akurat.
"Ketika ada orang yang sedang menunjukkan sakit, kalau diuji dengan antibodi itu kemungkinan hasilnya masih meragukan. Jadi kalau negatif, belum tentu tidak ada virusnya karena antibodi belum terbentuk," katanya.
Sedangkan kalaupun reaktif, itu juga mungkin orang yang bersangkutan sudah sembuh. Jadi menunjukkan history atau sebelumnya pernah terinfeksi virus SAR-Cov2 ini.
"Sementara dari antigen itu, dari pertama kali virus masuk, sudah bisa terdeteksi dalam waktu hitungan hari, pada awal infeksi," paparnya.
Yusuf mengungkapkan, ada beberapa parameter untuk mengukur akurasi CePAD, berdasarkan hasil pengujian pada protein SAR-Cov2.
Namun, pihaknya belum memperoleh angka dari pengujian sampel virus sebenarnya di lapangan.
"Untuk akurasi sebenarnya terhadap sampel di lapangan, kami sedang melakukan uji validasi. Jadi angkanya belum keluar. Tapi kami harapkan, tes deteksi CePAD berbasis imunoace ini di rentang 60-80%. Kalau di laboratorium sekarang, dengan formulasi yang ada, setiap kami teteskan sampel yang ada protein virusnya itu sudah terdeteksi dengan baik," kata Yusuf.
Sama-sama ada kelemahan
Namun, Adhi Sugianli, Pakar Patologis Klinis Unpad, menyebutkan, rapid tes baik berbasis antigen maupun antibodi sama-sama memiliki memiliki kelemahan. Tingkat akurasi keduanya masih lebih rendah dibanding tes PCR.
"Kalau saya mengacu pada dokumen yang sudah dikeluarkan oleh organisasi profesi patologis klinis sendiri, mereka sudah menyatakan rapid tes antigen antibodi itu jenjangnya sama, jadi tidak ada yang lebih superior di antara dua pemeriksaan tersebut,," kata Adhi.
Menurut Adhi, efektivitas masing-masing jenis rapid tes itu tergantung situasi populasi yang dihadapi dan waktu pengambilan sampel, serta bagaimana riwayat Covid 19 di wilayah tersebut.
Dari tiga hal itu, baru bisa ditentukan rapid tes jenis apa yang bisa dipakai.
"(Rapid tes) antigen memiliki keunggulan karena diujikan terhadap partikel dari virus, sedangkan kalau antibodi mengambil kekebalan tubuh. Keduanya memilki fungsi atau tujuan yang berbeda. Menurut saya, keduanya efektif hanya kita mesti tahu waktu yang tepat untuk mengambil sampel dan mendeteksinya," tutur Adhi.
Rapid tes antigen, menurut Adhi, tepat digunakan pada fase-fase awal, yaitu ketika seseorang baru terinfeksi Covid 19 atau sekitar satu minggu awal orang tersebut mengalami gejala.
Sedangkan rapid test antibodi, menurut Adhi akan lebih efektif mendeteksi orang yang telah terbentuk antibodi Covid 19 atau sekitar tujuh hingga 10 hari setelah terinfeksi. (BBC/KOM/adh)