BPD PHRI Yogyakarta Menolak Perpanjangan PPKM, Ini Alasannya

YOGYAKARTA, Kliknusae.com - BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta menolak rencana perpanjangan pembatasan pemberlakuan kegiatan masyarakat ( PPKM) selama dua minggu ke depan terhitung setelah 25 Januari 2021.

"Masyarakat kita itu sudah terbebani. Kami yang bergerak di industri pariwisata (perhotelan) sudah berada di titik nadir. Rata-rata okupansi hotel hanya di 14,5 %. Nataru kemarin dari target 70 % saja hanya mampu mencapai 18,5 %. Kalau kemudian PPKM diperpanjang lagi, ini sama saja membunuh cash flow kita, ini pemerintah harus mendengar," kata Ketua PHRI Yogyakarta Deddy Pranowo Eryono ketika dihubungi Kliknusae.com, Rabu (20/01/2021).

Dengan tegas, Deddy menyatakan menolak terhadap rencana pemerintah memperpanjang waktu pelaksanaan PPKM.

"Saya tegaskan, PHRI Yogyakarta minta agar tidak ada perpanjangan PPKM. Tetapi diperketat saja protokol kesehatan (prokes)-nya. Apakah menjamin, nanti PPKM diperpanjang kasus Covid-19 turun. Wong, sekarang saja diperpanjang terus meningkat angka (covid-19)," tandasnya.

Deddy melihat pelaksanaan PPKM selama ini tidak terlihat efeknya. Justru, hal terpenting yang harus  dilakukan saat ini adalah secara bersama-sama, pemerintah dan masyarakat memperketat protokol kesehatan saja.

"Intinya, mampu tidak pemerintah mengawasi masyarakat. Ada dana tidak. Jangan kemudian kita dikorbankan, dikambing hitamkan. Ya, gak mau saya," tambahnya.

Menurutnya, selama ini masyarakat sudah benar-benar terbebani. Banyak yang ingin berwisata, namun harus ada syarat-syarat seperti antigen.

"Test rapid antigen ini kan tidak murah. Kalau itu bisa digratiskan pemerintah, perputaran ekonomi akan kembali berjalan. Nah, pertumbuhan ekonomi juga akan semakin meningkat karena ada peredaran uang," paparnya.

Oleh sebab itu, pemerintah harus ada campur tangan, bagaimana prokes ditingkatkan, namun tetap memberikan ruang kepada pelaku pariwisata untuk kembali memutar roda perekonomian. Bisa dengan memberikan kegiatan meeting di hotel-hotel.

"Masyarakat jangan dibebani antigen. Lha, vaksin aja bisa gratis kok. Apa bedanya dengan antigen ini," tegasnya.

Deddy juga mempertanyakan ketika ketentuan mengenai kapasitas penumpang pesawat maksimal 70 persen dicabut, bagaimana dengan kapasitas hotel yang masih "ditekan" di 50 persen.

"Inilah yang menjadikan kita bingung. Aturan yang tidak konsisten, kebijakan yang sering dirubah-rubah dan mendadak diterapkan. Akibatnya program atau strategi yang kita (PHRI Yogyakarta) buat hancur. Makanya sekarang teman-teman sudah malas membuat program. Nanti buat program lagi, dihantam lagi," ungkap Deddy.

Berdasarkan catatan BPD PHRI Yogyakarta, kondisi industri perhotelan sudah pada titik mengkhawatirkan.

"Dari 400 anggota PHRI, 200 itu sudah setengah mati. 30 lainnya sudah mati, sisanya 173-an itu juga sudah terengah-engah nafasnya.  Kecuali bintang 4 dan 5 masih eksis tetapi mulai goyah," kata Deddy.

Namun demikian, lanjut Deddy, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa jika pemerintah tetap memutuskan perpanjangan PPKM maka

"Kalau pilihannya diperpanjang lagi, pemerintah hendaknya kembali memberikan relaksasi untuk pelaku pariwisata, terutama hotel dan restoran karena beban kita pasti semakin berat," tutupnya. (adhi)

 

Share this Post:

Berita Terkait