Harus Ada Kompensasi Atas Kehilangan Wisatawan Berlibur Ke Bali

BALI, Kliknusae.com - Pelaku industri pariwisata Provinsi Bali ibarat sudah  jatuh tertimpa tangga. Setelah 10 bulan mengalami kerugian akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB), kini harus menelan "kekecewaan" lebih dalam.

Keputusan yang mewajibkan wisatawan ke Bali untuk menyertakan surat negatif swab PCR menyebabkan gelombang pembatalan paket perjalanan ke Bali.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani, Rabu (16/12/2020) mengatakan kebijakan ini jelas menambah berat beban Industri pariwisata, khususnya di Bali.

Dia mengungkapkan ada 133 ribu tiket uang diminta untuk refund alias dikembalikan uangnya karena pembatalan terbang. Jumlah ini menurutnya sangat jauh dari kondisi refund pada saat normal.

Baca Juga: Bali Kehilangan Potensi "Perayaan Tahun Baru" Rp 967 Miliar Dari Wisatawan

"Dari kemarin ini kami disibukkan oleh komplain masyarakat yang mau berkunjung ke Bali, tahu-tahu ada permintaan PCR. Memang agak mengkhawatirkan. Data yang kita olah sampai semalam terjadi permintaan refund dari pembeli tiket sampai 133 ribu pax, ini meningkat dari kondisi normal," ungkapnya.

Dari laporan online travel agent (OTA), Hariyadi mendapati jumlah uang dari ratusan ribu pembatalan terbang itu sebesar Rp 317 miliar, dan harus dikembalikan ke konsumen.

Tidak berhenti di situ, menurutnya secara lingkup yang besar, pembatalan pesanan tiket massal itu berpengaruh kepada ekonomi Bali sebanyak Rp 967 miliar.

"Impact-nya kepada ekonomi Bali 967 miliar, angka ini perlu kita perhatikan. Kami dukung pemerintah untuk tekan pandemi, tapi ada faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan seperti ekonomi ini, karena Bali di Q III minus 12,28%," kata Hariyadi.

Baca Juga: Resmi, Gubernur Bali Larang Perayaan Akhir Tahun

Lalu apa tanggapan pelaku dan masyarakat pariwisata Bali?

"Pelaku usaha (Bali) telah berkorban banyak dalam hal menyiapkan produk dan propertinya untuk menyambut liburan akhir tahun. Tujuannya pun dalam rangka mendukung pemerintah reaktivasi sektor ekonomi. Tapi kemudian seperti ini yang terjadi," kata Sekjen DPD Masyarakat Sadar Wisata (MASATA) Bali  Ketut Swabawa, CHA ketika dihubungi Kliknusae.com, Rabu malam (16/12/2020).

MASATA pun memberikan saran dan masukan  agar Program We Love Bali dari Kemenparekraf yang sudah berjalan sebanyak 17 trips harus diperpanjang lagi dengan penambahan trip pada liburan akhir tahun.

"Justru saat liburan orang akan lebih banyak punya waktu untuk berlibur (selama ini WLB bukan pada masa liburan kecuali karyawan yang dirumahkan)," tandas Swabawa.

Konsepnya menyasar masyarakat umum sebagai peserta, jangan tenaga kerja pariwisata. Sehingga pesertanya tidak sama dengan yang terdahulu dan masyarakat umum dapat menikmati liburan keluarganya.

"Ini bisa menjadi kompensasi "kerugian" peluang gairah ekonomi yang hilang akan pembatalan mendadak reservasi liburan dari luar Bali," katanya.

Baca Juga: Bali Menjadi Pilihan Berlibur Aktor Kim Seon-ho Usai Pandemi Berlalu

Catatan lain, dalam program We Love Bali hotel dan resto yang sudah ikut periode tahap awal tidak boleh ikut lagi, Berikan kesempatan pada yang belum dapat host selama ini dengan syarat tetap telah tersertifikasi CHSE.

"Hal ini akan dapat mengurangi kekecewaan pelaku pariwisata yang telah mengalami kerugian selama hampir 10 bulan ini," kata Swabawa.

Terhadap warga lokal Bali, pinta Swabawa, tidak perlu PCR test untuk berlibur di Bali sehingga mengurangi biaya tinggi. Begitu pun, dana hibah pariwisata yang telah diserap agar bisa menghasilkan produktifitas yang tepat.

Kendati program ini last minute,  tetapi jika pemerintah peduli atas aspirasi dan kekecewaan pelaku pariwisata di Bali maka hal ini bisa dijalankan.

"Apalagi  template kegiatannya kan  sudah ada , tinggal siapkan anggaran dan announce segera melalui bupati/walikota se Bali untuk diteruskan pendaftarannya pada masyarakat," papar Swabawa.

"Saya yakin sekali konsep itu akan didukung seluruh asosiasi dan stakeholder, mengingat hal ini bisa dikerjakan dalam jangka waktu dekat dan resiko rendah transisi Covid-19 karena di internal Bali saja," tutup Swabawa. (adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya