Belanja Barang Impor di Online Bakal Kena Pajak Rp42 Ribu

JAKARTA, Kliknusae.com  - Konsumen yang melakukan pembelian barang impor di pasar digital (marketplace)  bakal kena pajak sebesar US$3 atau Rp 42.000 per kiriman.

Kementerian Keuangan akan menyesuaikan Peraturan Menteri Kuangan (PMK) 199/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Barang Impor Kiriman.

Nantinya, pemerintah akan langsung memungut bea cukai barang impor atas transaksi barang impor US$3 per kiriman. Melalui pasar digital (marketplace), penarikan beban dilakukan secara sistem.

Direktur Teknis Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea Cukai, Fadjar Donny mengatakan, bahwa sudah ada empat marketplace yang bergabung melalui sistem. Akan tetapi, namanya masih dirahasiakan.

"Dari empat ini, 95 persen menguasai impor dari barang kiriman. Selebihnya Amerika tidak banyak. Semuanya sedang dalam proses dan melakukan penyamaaan sistem," kata Fadjar sebagaimana dikutip Bisnis.com.

Fadjar menjelaskan, bahwa persiapan aturan baru tersebut sesuai dengan arahan Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

Skema tersebut sudah mendapat pengakuan dari World Custom Organisation.

Skema itu, tambah Fadjar, adalah pengembangan dari PMK 199. Setelah ada level of playing field atau kesamaan dalam penarikan cukai, pemerintah ingin ada sistem yang lebih baik.

Harapannya, pasar daring sebagai perantara konsumen dan penjual barang impor dapat memberikan data.

Saat terjadi jual-beli, transaksi terdeteksi melalui sistem kemudian pemerintah memungut pajak secara daring.

"Sehingga kunci dari barang kiriman adalah kecepatan. Dengan dia tidak menggunakan marketplace ini, dia akan [terkena pungutan] konvensional," jelasnya.

Heru menuturkan, bahwa pemerintah harus menyeimbangkan kebutuhan konsumen dan tetap menjaga pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam negeri.

Kebijakan PMK 199 dan pengembangannya merupakan cara untuk mengakomodasi keduanya.

"Ini agar ada tranparansi harga. Karena marketplace itu kan ada di tengah. Jadi perantara penjual di luar negeri dengan pembeli. Mereka hanya pegang data. Nah, data itu kami tarik, dan kalau bisa dijalankan, fairness bisa lebih kuat lagi," katanya. (BI/adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya