Wisata Desa Akan Menjadi Target "Revenge Tourism"

Kliknusae.com - Pascapendemi Corona (Covid-19) wisata alam akan menjadi favorit para traveller. Kondisi ini yang juga akan mendorong munculnya revenge tourism atau aksi balas dendam para turis setelah sekian lama berada di rumah.

"Saya berpikir bahwa alam menjadi sebuah target utama wisatawan.Mungkin mereka akan datang ke desa wisata,apakah itu desa wisata relegi,bahari,hortikultura. Kenapa desa wisata menjadi sebuah target karena mereka akan lebih meminimalis berinteraksi, dibandingkan dengan objek-objek wisata popular seperti di mall,pertokoan atau yang lainnya," kata Prof Enok Maryani, Guru Besar Bidang Geografi Pariwisata saat menjadi pembicara dalam Tourism Webinar STIEPAR YAPARI Bandung; Pariwisata Kini dan Nanti,Selasa (12/5/2020) di Bandung.

Webinar yang diikuti 244 peserta lebih dengan Moderator Titing Kartika ini juga menghadirkan pembicara Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat Herman Muchtar-yang juga Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Jabar dan Ketua DPD ASITA Jawa Barat Budianto Ardiansjah.

Menurut Enok, pilihan kembali kealam merupakan sesuatu yang realistis mengingat banyak masyarakat atau wisatawan yang masih memiliki rasa trauma.

"Masih ada kekhawatiran akan terjangkit Covid-19 ditengah masyarakat sehingga mereka sangat hati-hati dalam memilih tempat berlibur. Tentu ini juga bisa menjadi peluang sekaligus optimistis kita bahwa  pandemic corona segera berlalu," lanjut Enok.

Bagi pelaku industri pariwisata, inilah saatnya untuk merancang rencana matang agar bisa memaksimalkan turis dan pemasukan ketika masa revenge tourism.

Di sisi lain, tentu juga perlu meningkatkan kualitasnya karena diprediksi kebiasaan turis pasca-Covid-19 akan berubah.

Mereka diprediksi menuntut destinasi yang lebih berkualitas, seperti pilihan kepada daerah yang bisa mengakomodasi safety, healthy, dan sustainability.

Peran Pemerintah

Sementara itu Herman Muchtar menekankan bahwa peran pemerintah dalam menghadapi kondisi pascapandemi corona sangat dibutuhkan. Selama ini langkah yang dilakukan pemerintah masih terfokus pada penanggulangan penyebaran Covid-19,sedangkan bagaimana mengatasi dampak ekonomi yang ditimbulkan belum terlihat secara konkret.

"Pariwisata Jawa Barat saat ini sudah terkapar.Kita belum tau kapan bisa bangun kembali karena Covid-19 juga belum terlihat segera berlalu dan berakhir," kata Herman.

Dibeberapa negara seperti Thailand,Vietnam dan Malaysia kurva penyebaran Covid-19 sudah menurun. Sedangkan di Indonesia belum ada data emperik yang bisa memastikan terjadinya penurunan kurva.

"Kenyataan ini yang membuat pelaku industri pariwisata mengalami kesulitan untuk mengatur bagaimana melakukan recovery," ungkap Herman.

Jika keadaan "lockdown" di Jawa Barat melewati bulan Juli maka dipastikan industri pariwisata menuju pada "kematian".

"Sekarang saja ada 15 ribu lebih karyawan hotel yang sudah dirumahkan. Para karyawan ini hanya memiliki saving hidup untuk satu bulan yakni April lalu. Memasuki bulan Mei ini mereka sudah kesulitan makan karena tak lagi menerima upah," katanya.

Oleh sebab itu, PHRI telah mengambil inisiatif membentuk tim Task Force yakni membentuk Tim Krisis dan Tim Recovery.

Tim ini diisi oleh para akademisi,praktisi,pelaku industri dan birokrasi. Nantinya rumusan yang dihasilkan oleh tim akan disampaikan ke pemerintah sebagai bahan mengambil kebijakan.

"Target kami pada 20 Mei ini rumusan itu sudah selesai dan segera kami kirim Pemda Jawa Barat," jelas Herman.

Travel Agent Terpuruk

Dibagian lain, Ketua DPD ASITA Jawa Barat Budijanto Ardiansjah mengemukakan saat ini yang sangat terpukul oleh pandemi corona adalah travel agent. Begitu diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) seluruh travel agent berhenti total.

"Kondisinya sekarang sudah hancur-hancuran. Apalagi sebelum pandemi corona travel agent juga sudah diganggu oleh keberadaan travel online,zero komisi dari airline,masalah refund,bakasi berbayar dan yang lainnya," papar Budijanto.

Diungkap Budijanto, para pekerja di travel agent sekarang juga sudah banyak yang banting setir untuk bisa mempertahankan hidup. Mereka beralih menjadi pedagang sembako,pedagang makanan,dan lainnya.

Budi menyatakan "penderitaan" ini masih akan berjalan cukup panjang. Katakanlah ditemukan vaksin, tentu juga tidak dalam waktu dekat.

Belum lagi harga vaksin yang cukup mahal sehingga kecil kemungkinan pemerintah memiliki anggaran yang bisa meng-cover setengah penduduk Indonesia dalam memberikan vaksinasi.

Oleh sebab itu, upaya yang bisa dilakukan saat ini adalah berlaku seperti apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo yakni hidup berdamai dengan corona.

Menurut Budi, untuk recovery pariwisata domestik diperkirakan membutuhkan waktu 4-6 bulan setelah pemerintah mengeluarkan pernyataan yang resmi dan terpercaya bahwa kehidupan bisa kembali normal.

"Sedangkan outbound memerlukan waktu lebih lama bisa 6 bulan hingga satu tahun. Ini pun masih tergantung pada persiapan masing-masing negara. Begitu pun untuk inbound, kita masih harus membangun trust kepada wisman bahwa Indonesia benar-benar clear dalam hal kesehatan," jelas Budi.

(adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae