PHRI,ASITA dan IHGMA Sesalkan PLN Karena Pemutusan Aliran Listrik
Kliknusae.com - Pelaku industri pariwisata di Bali menilai Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak memiliki empati dan simpati ditengah pandemi corona (Covid-19).
Disaat terpuruk, dimana sejumlah destinasi wisata di Bali tak sanggup membiayai berbagai aspek operasional, termasuk menunggak tagihan listrik karena tidak adanya cash flow akibat sepi pengunjung, PLN tetap menjalankan standar kebijakan operasional seperti biasanya, yaitu memutus aliran listrik bagi pelanggan yang menunggak.
"Kalau soal PLN ini, kami sudah menyampaikan surat penundaan pembayaran ke PLN bersama rekan rekan anggota PHRI namun PLN belum dapat memberikan solusi," kata Wakil Ketua Umum Indonesian Hotel General Manager (IHGMA) Made Ramia Adnyana kepada Kliknusae.com, Kamis (14/5/2020).
Seperti diketahui, Bali sebagai salah satu destinasi favorit pariwisata internasional saat ini masih belum bisa bangkit dari keterpurukan. Jumlah kunjungan wisatawan mencapai penurunan lebih dari 95% berakibat kamar-kamar hotel tak berpenghuni dan jutaan karyawan terpaksa dirumahkan.
Kebijakan PLN yang tak peka situasi ini oleh kalangan pelaku pariwisata Bali dinilai sangat tidak kooperatif.
"Presiden Jokowi telah memperlihatkan semangatnya untuk membantu pariwisata Indonesia dengan paket-paket stimulus ekonomi agar pariwisata bisa pelan-pelan bangkit kembali. Namun PLN sepertinya tidak peka terhadap situasi karena kami masih dikenakan sanksi reguler seperti tidak ada pandemi. Ini sangat memberatkan pengusaha pariwisata untuk bangkit dari keterpurukan," ujar I Ketut Mardjana, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) BPC Bangli,
Bersama Association of The Indonesian Tour & Travel (ASITA) Bali, I Putu Winastra dan Ketua PHRI Tabanan, I Gusti Bagus Damara, disampaikan bahwa PLN seharusnya peka terhadap situasi pandemi karena terkait dengan kesejahteraan rakyat juga.
Mereka menyampaikan bahwa pengusaha pariwisata menanggung hajat hidup karyawan yang kehilangan pekerjaan jika suatu usaha wisata tidak dapat bangkit kembali akibat listrik yangterputus.
"Ini bukan semata soal pengusaha, tapi juga menyangkut hajat hidup orang banyak," lanjut Mardjana.
Menurut dia, pemilik destinasi wisata terbesar di Kabupaten Bangli ini juga mencontohkan, dengan terputusnya aliran listrik di destinasi miliknya, itu akan mengganggu pariwisata Bangli secara umum, karena ada banyak konstituen bisnis yang bergantung pada destinasinya.
"Bukan hanya ratusan karyawan yang terpaksa kami rumahkan, tapi juga akan mematikan bisnis-bisnis kecil seperti tour guide, transportasi independen, homestay, tempat-tempat kos, usaha laundry, warung-warung dan supply chain kami," ujar Mardjana yang juga founder dan General Manager Toya Devasya, destinasi pemandian air hangat terbesar di Bali yang bermukim di wilayah kaldera Kintamani.
Toya Devasya, salah satu destinasi yang terdampak pemutusan PLN. Dampak dari pemutusan listrik di Toya Devasya merupakan simulasi terancamnya pariwisata Bali jika PLN tidak cepat-cepat mengambil langkah yang strategis.
Sekjen ASITA Bali, Putu Winastra, pada kesempatan yang sama mengatakan bahwa mereka memahami jika ini bukan kebijakan PLN daerah.
Karena itu ia berharap agar pemberitaan ini dapat didengar dan menjadi masukan bagi para pengambil keputusan di Jakarta, terutama Kementerian ESDM, BUMN dan Kemenparekraf.
"Ini bukan soal Bangli atau Bali saja, tapi juga soal Indonesia karena kebijakan ini berlaku nasional. Ini juga bukan soal industri pariwisata saja, tapi juga industri pada umumnya. Karena itu saya berharap agar pemerintah pusat dapat melakukan langkah-langkah yang cepat dan tepat agar dapat memberikan keringanan bagi para pengusaha di tengah ujian berat ini," tutup Ketut Mardjana.
(adh)