Sri Mulyani: Rupiah Bisa Tembus di Angka Rp.20.000
Kliknusae.com - Dampak virus corona yang berkelanjutkan diperkirakan akan melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) hingga menyentuh pada posisi Rp.20.000
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan dalam skenario berat, nilai tukar rupiah bisa mencapai Rp 17.500 per dollar Amerika Serikat (AS). Sementara dalam skenario sangat berat, nilai tukar rupiah bisa menembus level Rp 20.000 per dollar AS.
"Kemungkinan terburuknya rupiah bisa mencapai 20.000 per dollar AS," kata Sri Mulyani dalam video conference, Rabu (1/4/2020).
Level ini jauh dari target yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 yang sebesar Rp 14.400 per dollar AS.
Tak hanya nilai tukar, tingkat inflasi tahun ini juga diperkirakan akan meleset dari target. Dalam skenario berat Sri Mulyani, inflasi 2020 akan mencapai 3,9% dan skenario sangat berat inflasi akan tembus 5,1%.
Skenario berat harga minyak mentah Indonesia (ICP) berada di level US$ 38 per barel dan skenario sangat berat ICP berada di level US$ 31 per dollar AS.
Adapun pertumbuhan ekonomi tahun ini, diperkirakan mencapai 2,3% dalam skenario berat. Bahkan, bisa turun alias negatif 0,4%, dalam skenario sangat berat akibat pendemi Covid-19.
"Outlook PE kita yang menurun di 2,3 persen bahkan jika semakin berat bisa negatif 0,4 persen," ujarnya.
Penyebab anjloknya pertumbuhan ekonomi tersebut karena konsumsi rumah tangga, investasi dan konsumsi pemerintah yang turun.
Menurut Ani-sapaan akrab Sri Mulyani, konsumsi rumah tangga menurun menjadi 3,2 persen hingga 1,6 persen. Sementara, konsumsi pemerintah sedang dipertahankan tetapi memperlebar defisit.
"Awalnya kami perkirakan 6 persen, tapi jadi 1 persen atau bahkan negatif 4 persen," jelasnya.
Ani bersama BI dan OJK mengaku sudah mempersiapkan skenario dari yang buruk sampai yang terburuk.
Langkah ini disiapkan agar siap menghadapi berbagai kemungkinan dan implikasi sosial serta keuangan.
"Jadi beberapa langkah yang dilakukan dari diagnosa perekonomian global yang negatif adalah ancaman terhadap sektor keuangan dalam bentuk capital outflow, tekanan pasar modal, surat berharga dan ekskalasi masih tajam," jelasnya.
Sehingga, menurut bendahara negara tersebut, untuk mencegah krisis maka pemerintah mengambil langkah WFH, jaga jarak dan meningkatkan sektor kesehatan publik.
(adh)