Meremehkan Risiko,Salah Satu Penyebab Kematian di AS Meledak
Kliknusae.com - Gubernur New York City Andrew Cuomo pada 2 Maret 2020 lalu, ketika muncul kasus virus corona (Covid-19) mengatakan sistem perawatan kesehatan mereka adalah yang terbaik di planet ini.
Begitu pun saat ada kasus kedua di New Rochelle,tepat di utara New York, Cuomo menganggap belum ada ancaman yang luar biasa.
"Kami bahkan tidak berpikir itu akan sama buruknya dengan negara lain," ujarnya.
Belakangan, New York menjadi negara bagian dengan kasus virus corona terbanyak di Amerika Serikat. Hingga Sabtu (11/4), New York tercatat memiliki 172.358 kasus Covid-19 dan 7.844 kematian.
Jumlah kasus positif tersebut bahkan mengalahkan Spanyol dengan 161.852 kasus dan Italia 147.577 di mana keduanya sempat menjadi negara dengan pasien corona terbanyak di dunia.
Di AS sendiri virus corona telah menginfeksi 503.177 orang dan menyebabkan 18.761 kematian. Sementara 27.314 pasien dinyatakan sembuh.
Seperti dikutip dari AFP, Gubernur Andrew Cuomo berulang kali mengatakan bahwa kepadatan dan tingginya kunjungan asing menjadikan New York City tempat berkembang biaknya penyakit menular.
Ibu Kota keuangan AS itu memiliki penduduk 8,6 juta jiwa. New York bahkan dianggap sebagai kota terpadat karena ada 10 ribu orang per kilometer persegi.
Jutaan komuter saling berdesakan di kereta bawah tanah yang penuh sesak setiap hari. Saking padatnya, untuk menjaga jarak di trotoar saja terkadang sulit dilakukan.
NYC kedatangan lebih dari 60 juta wisatawan per tahun, dan juga menjadi gerbang masuk para pelancong menuju ke AS.
Itu artinya siapa pun yang membawa virus itu kemungkinan akan menularkan orang lain di sana terlebih dahulu.
Ahli genetika AS memperkirakan virus corona di New York menyebar dari Eropa pada Februari. Kemudian kasus pertama di sana dikonfirmasi pada 1 Maret.
Selain faktor di atas, New York juga memiliki ketimpangan sosial ekonomi yang cukup tinggi.
Daerah-daerah padat dan miskin seperti Bronx dan Queens memiliki tingkat infeksi tertinggi. Warga di wilayah itu memang mengalami masalah kesehatan karena kesulitan mendapatkan perawatan medis.
"New York memiliki semua faktor yang akan mendukung alasan mengapa mereka sangat terdampak parah," kata profesor kesehatan masyarakat yang juga pakar kesiapsiagaan bencana di Universitas Columbia, Irwin Redlener.
Meremehkan risiko
Para ahli di Amerika mengatakan penetapan kebijakan lockdown di New York dinilai lamban akibat terjadi saling tarik antara wali kota dan gubernur.
Baru, setelah banyak kasus yang dikonfirmasi, Wali Kota New York City Bill de Blasio mengumumkan penutupan sekolah, bar, dan restoran mulai 16 Maret.
Disusul ssepekan kemudian Gubernur Cuomo memerintahkan semua bisnis yang tidak penting untuk ditutup dan penduduk diminta tinggal di rumah.
"Yang satu mengatakan harus menutup sekolah dan restoran secepat mungkin, yang lain mengatakan ada banyak konsekuensi ekonomi dan sosial dari menutup semuanya lebih awal," kata Redlener.
"Semua orang mendapat pesan dari mana saja, termasuk dari pemerintah federal, dari (Presiden Donald) Trump," ujarnya.
Berbeda dengan California
California dianggap sebagai negara bagian di AS yang paling baik dalam merespons pandemi virus corona. Negara bagian terpadat itu dianggap cepat dalam menanggapi wabah. Hingga Sabtu, California mendeteksi 21.374 kasus Covid-19 dan 598 kematian.
Pada 16 Maret, enam kabupaten di wilayah Teluk San Francisco mengeluarkan perintah tinggal di rumah yang diikuti keseluruhan oleh negara bagian tiga hari kemudian.
"Satu hal yang saya anggap penting adalah bahwa negara tetangga mengeluarkan perintah karantina yang sama untuk enam kabupaten, dan mereka melakukannya lebih awal," kata Meghan McGinty dari sekolah kesehatan masyarakat Johns Hopkins University.
"Ada konsistensi, berbeda dengan NYC yang mengambil satu kebijakan, dan Westchester (county) memilih yang lain, lalu Long Island melakukan hal lain," katanya kepada AFP.
Dia mengatakan ada jeda waktu enam hari antara perintah penutupan sekolah dan seruan penduduk tinggal di rumah yang diterapkan di New York sehingga hal itu dianggap memperburuk keadaan.
"Dalam istilah epidemi, enam hari bisa dibilang satu tahun dan benar-benar dapat membuat perbedaan dalam kontrol dan penyebaran epidemi, jadi saya pikir mungkin untuk mengatakan bahwa mungkin, dalam retrospeksi, New York menunggu terlalu lama," kata McGinty.
(adh/cnn)