Siak Sri Indrapura Antara Kota Istana dan Negeri Zamrud
"The Emerald of Equator" atau Zamrud Khatulistiwa adalah sebuah kalimat untuk mengungkapkan akan Kekayaan dan keindahan alam nusantara yang pernah ditulis oleh Eduard Douwes Dekker seorang penulis berkewarganegaraan Belanda (1820 -1887).
Penulis buku Max Havelaar (1860) yang juga dikenal dengan julukan Multatuli ini lebih akrab ditelinga generasi kita sebagai Dr.Setiabudhi.
Zambrud di Khatulistiwa ternyata bukan hanya sekedar sebuah kata kiasan lho. Zamrud adalah nama sebuah danau di Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak Sri Indrapura dan berada di garis khatulistiwa.
Apakah yang membuat nama kota kecil ini menjadi istimewa khususnya bagi para peneliti dan ilmuan serta aktifis lingkungan?
Karena disini terdapat Taman Nasional Zamrud yang berada di garis khatulistiwa (0.6876403 LU ,102.0694143,11 BT) atau garis tengah yang membagi bumi menjadi dua bagian antara utara dan selatan.
Keberadaan taman nasional Zamrud ini tak lepas dari upaya yang serius dari pemerintah Kabupaten Siak yang telah mengajukan ke pemerintah pusat beberapa tahun sebelum yang akhirnya ditetapkan menjadi taman nasional sejak Mei 2016 oleh kementrian LHK.
Taman Nasional yang berjarak sekitar 1 jam perjalanan dari istana Siak menjadi satu-satunya taman nasional hutan tropis berbasis rawa gambut terbesar di Indonesia dan terbesar kedua di dunia setelah taman gambut Amazon di Brazil.
Taman nasional yang membentang seluas 31.480 ha yang berfungsi sebagai salah satu parameter dan penyeimbang kestabilan ekologi lahan gambut juga berfungsi sebagai taman marga satwa.
Dihuni tak kurang dari 38 jenis burung, 14 jenis ikan dan 16 jenis mamalia kawasan ini menjadi tempat yang sangat cocok untuk dijadikan obyek penelitian, pendidikan dan pariwisata.
Taman nasional yang memiliki dua danau besar di dalamnya (danau Zamrud 2.416 ha dan danau pulau besar 32 ha) dengan kedalaman hingga 20 meter ini sangat mungkin untuk dijadikan penghasil devisa.
Syaratanya, harus dikelola dan dikembangkan sebagai tujuan wisata minat khusus karena menawarkan panorama yang cukup menawan dengan keunikan pulau yang mengapung diatas danau.
Pengunjung juga bisa menyaksikan bagaimana masyarakat pedalaman yang berada di zona pemanfaatan bisa berinteraksi begitu akrab, hidup menyatu dengan alam tanpa harus merusaknya.
Wujud dari pengelolaan yang saling damai dan mampu bersinergi tak hanya antara alam dan satwa penghuninya juga antara masyarakat disekitarnya dengan pemerintahnya (BKSDA Riau sebagai pengelola).
Danau rawa gambut ini dapat ditempuh hanya 45 menit dari komplek Istana Siak Sri Indrapura atau kurang lebih 2 jam perjalanan darat dari Bandara Sultan Syarif Kassim-II Pekan Baru.
Sepanjang perjalanan kita akan disuguhkan banyak hal unik saat menginjakkan kaki ditegah-tengah bumi atau berada di garis khatuistiwa.
Selain taman nasional Zambrud di Kabupaten Siak juga terdapat Pusat Pelatihan Gajah Sumatera yang berlokasi di Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasyim di Kecamatan Minas yang berjarak 85 km dari Istana Siak. Atau kurang lebih 2 jam perjalan juga menjadi obyek yang tak kalah menarik untuk dikunjungi.
Ini hanyalah sekelumit cerita mengenai keindahan dan kekayaan alam yang bisa kita saksikan. Masih banyak lagi yang bisa kita kisahkan akan kekayaan alam lainnya yang tersimpan di dalam perut bumi Lancang Kuning yang sudah sejak lama juga dikenal dengan sebutan kota minyak.
Cerita tentang Siak Sri Indrapura sebagai jantung pemerintahan negeri melayu Riau seolah tak akan pernah ada habisnya.
Selain banyaknya situs-situs sejarah dan budaya yang banyak bertebaran di sepanjag aliran sungai Siak juga kekayaan alam yang patut untuk kita kagumi dan syukuri , tentunya wajib kita lestarikan agar bisa kita wariskan bagi anak cucu kita nanti.
(zulfie)