Menteri Pariwisata Kedepan Harus Lebih Bisa Berkoordinasi

Kliknusae.com - Siapa yang akan duduk menjadi Menteri Pariwisata Kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin harus benar-benar memahami permasalahan pariwisata Indonesia sesungguhnya. Ia juga bisa melibatkan lebih banyak stakeholder dalam mengambil keputusan atau membuat perencanaan,baik itu dari sisi promosi maupun regulasi.

"Presiden sebelumnya sering menyampaikan bahwa daya saing global dunia pariwisata saat ini makin ketat. Oleh sebab itu dibutuhkan perencanaan yang matang dan tepat sasaran. Tidak saja terpaku pada branding saja," demikian dikemukakan Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Yusran Maulana ketika dihubungi Kliknusae.com, Minggu malam (20/10/2019).

Menurut Yusran,  jika dievaluasi kementerian pariwisata belakangan hanya gencar di program branding saja. Padahal ada potensi lain yang sangat besar,tetapi tidak tersentuh secara maksimal yakni Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE).

"Lima tahun ke belakang kita tidak serius bicara MICE sehingga jumlah kunjungan wisatawan mencanegara hanya terlihat di cross border (lintas batas) saja. Sayang sekali ini, padahal potensi MICE itu cukup besar. Disinilah menteri pariwisata itu harus  orang yang benar-benar memahami keinginan stakeholder-nya, baik dari usaha  pariwisata itu sendiri maupun pasarnya," lanjut pria yang juga akrab disapa Alan ini.

Hal lain yang juga tak kalah pentingnya, sosok menteri pariwisata harus bisa berkoordinasi dengan kementerian lainnya. Bagaimana ia mengsinergikan event-event  di kementerian yang ada menjadi kegiatan yang dapat meningkatkan perkembangan MICE  di tanah air.

"Menpar juga harus bisa mengetahui setiap tahun untuk leisure itu berapa sih impact-nya. Itu yang harus dipertanyakan. Tapi kalau MICE itu justru banyak mengisi bula-bulan di bulan-bulan low session," tandas Alan.

Dengan posisi sebagai negara kepulauan,Menpar harus pula bisa menjadi jembatan bagi kementerian yang lain. Bahwa transportasi udara menjadi hal penting. Sekarang memang banyak membangun bandara dengan full service.

"Sementara airline carter mayoritas  low cost carrier (LCC). Kan gak pas. Kita bangun bandara-bandara mewah yang full service, tapi kita gak punya airport yang LCC," ujar Alan.

Dibagian lain Sekjen Asosiasi Maskapai Penerbangan Sipil Nasional (INACA) Tengku Burhanuddin mengemukakan menteri pariwisata yang terpilih diharapkan dapat lebih bekerja sama dengan pemerintah daerah yang potensial sebagai destinasi wisata baik lokal maupun mancanegara.

Tengku menilai selama ini Menteri Pariwisata lebih fokus terhadap promosi dan menyalahkan maskapai penerbangan tidak mau terbang.

"Bagaimana mau terbang kalau destinasi belum siap, harus ciptakan destinasi siap contohnya seperti Bali. Jangan selalu minta bandara internasional di mana-mana padahal destinasinya belum siap," kata Tengku.

Tentu meminta Menteri Pariwisata 2019-2024 dapat berkerja sama dengan hotel dan maskapai dengan baik.

Hal senada juga disampaikan Vice Chairman dari Indonesia Convention And Exhibition Bureau, Hosea Andreas Runkat, kriteria Menteri Pariwisata yang baru tidak cukup hanya paham pariwisata dari segi wisata (leisure), tetapi juga paham pengembangan MICE.

Menurutnya, MICE punya kekuatan bisnis cukup besar di industri pariwisata. Daya beli turis MICE mencapai 1 banding 5 sampai 1 banding 7, jika dibandingkan turis leisure.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Indonesia Congress & Convention Asosiaciation (INCCA) Iqbal Alan Abdullah punya penilaian tersendiri.

Serupa apa yang sampakan Alan bahwa  pada periode lima tahun belakang, industri MICE kurang diperhatikan. Baru satu tahun belakang ketika ada IMF-World Bank Annual Meeting 2018, MICE baru mendapat perhatian.

"Selama ini MICE tidak dilihat sebagai pasar yang strategis. Padahal MICE ini bisa mendatangkan uang besar dalam waktu singkat," kata Iqbal.

Apalagi, lanjutnya, Indonesia sebenarnya aktif dalam pergaulan luar negeri sehingga sebenarnya dapat menjadi keuntungan dari segi MICE.

Iqbal berharap MICE dapat dijadikan ujung tombak pariwisata oleh menteri pariwisata periode 2019-2024.

"Kalau perlu jadikan namanya Kementerian Pariwisata dan MICE, atau paling tidak tambahkan MICE dalam struktur organisasi, biar (kebijakan) tegas," jelas Iqbal.

Ketua Umum DPP Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA), Arya Pering, berharap terjalin hubungan lebih erat antara Kementerian Pariwisata dengan Asosiasi Profesi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam memajukan industri pariwisata.

"(Idealnya) mau menerima ide ataupun saran, melibatkan asosiasi profesi dalam perencanaan, penerapan, dan menjalankan suatu program," kata Arya.

Dari Jawa Barat, General Manager Trans Luxury Hotel Farid Patrio juga menyampaikan pesan kepada Menteri Pariwisata yang akan datang untuk melakukan kajian lebih dalam sebelum menfokuskan kegiatan MICE.

"Perencanaan  MICE tidaklah sesederhana hanya  membangun infrastruktur (gedung),tetapi juga banyak variable lain yang harus dipersiapkan. Termasuk juga didalamnya  memiliki biro pameran (exhibition bureau) yang kuat," katanya.

Biro pameran ini  menjadi tolak ukur  sukses atau tidaknya penyelenggaraan MICE. Seberapa kuat para  marketer didalamnya menyakinkan negara-negara lain untuk melakukan kegiatan MICE di Indonesia.

Di beberapa negara, biro pameran ini benar-benar menjadi penopang dasar berjalannya bisnis MICE. Tak mengherankan jika di negara yang MICE-nya sudah berjalan baik memiliki banyak biro pameran.

Sebut saja, Jepang memiliki 15 exhibition bureau, Korea (14),Australia (10),Malaysia (4),Singapura (1),Thailand (1) dan Indonesia 1 biro pameran, itu pun berada di bawah kementerian pariwisata.

"Di negara seperti Jepang,Korea, Australia mereka melibatkan semua elemen, mulai dari pemerintahan,pebinis,akademisi,legeslatif,ekonom,hukum dan lainnya untuk masuk dalan struktur exhibition bureau. Tidak bisa hanya digarap kementerian pariwisata saja," kata Farid.

(adh/kom)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae