Industri Hotel Diminta Cari Pangsa Pasar Baru, Aah Seperti Menelan Ludah Sendiri

Oleh: Adhi M Sasono

Editor in Chief

BELAKANGAN ini, pemerintah menyarankan agar pelaku industri perhotelan mulai mencari pangsa pasar baru di tengah kebijakan efisiensi anggaran, termasuk pengurangan kegiatan perjalanan dinas dan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition).

Pernyataan ini sekilas terdengar sebagai langkah logis dalam menghadapi situasi fiskal.

Namun, jika ditelusuri lebih dalam, justru menunjukkan inkonsistensi arah kebijakan pemerintah yang kini berbalik arah dari kebijakan sebelumnya.

Selama bertahun-tahun, sektor perhotelan menjadi salah satu mitra penting pemerintah dalam mendukung kegiatan-kegiatan MICE.

Tidak sedikit hotel yang melakukan ekspansi besar-besaran demi memenuhi permintaan yang tinggi dari penyelenggaraan acara pemerintah.

Baik itu dalam bentuk penambahan kamar, perluasan ballroom, hingga peningkatan fasilitas teknologi konferensi.

Semua ini dilakukan atas dorongan, bahkan kadang tuntutan, dari berbagai kementerian dan lembaga yang menggelar acara-acara berskala nasional hingga internasional.

Kini, ketika pemerintah mengetatkan anggaran dan memangkas kegiatan MICE, pelaku industri justru diminta berinovasi dan mencari pasar lain.

BACA JUGA: Menjual Pariwisata Lokal, Nafas Panjang di Tengah Tarif Trump

Tanpa transisi yang adil

Sebuah permintaan yang ironis, mengingat banyak hotel sudah telanjur berinvestasi besar mengikuti permintaan dari sektor pemerintahan.

Mereka kini terjebak dalam overkapasitas dan tekanan keuangan akibat rendahnya okupansi. Terutama di kota-kota yang selama ini bergantung pada pergerakan belanja negara.

Masalah utamanya bukan pada anjuran untuk berinovasi—karena adaptasi memang bagian dari dinamika bisnis—melainkan pada arah kebijakan yang berubah secara drastis tanpa transisi yang adil.

Ketika negara dulu hadir sebagai pendorong utama ekspansi, seharusnya negara pula yang hadir saat sektor ini membutuhkan penyesuaian.

Misalnya, melalui insentif promosi wisata, dukungan pembukaan pasar korporat dan leisure. Atau bantuan pelatihan SDM untuk menggeser orientasi bisnis.

Dalam konteks ini, pemerintah tampak seperti “menelan ludah sendiri”.

Ketidakkonsistenan kebijakan telah menciptakan disorientasi dan kerugian di sektor perhotelan.

Jika hal ini dibiarkan, maka yang akan terdampak bukan hanya pengusaha, tetapi juga tenaga kerja, rantai pasok, dan sektor pariwisata secara luas.

Pemerintah harus lebih bijak dan bertanggung jawab terhadap dampak dari kebijakan yang mereka buat.

Jangan sampai pelaku industri kembali menjadi korban dari ketidakkonsistenan arah dan perencanaan jangka panjang yang lemah. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae