Kenaikan Iuran BPJS Pukulan Berat Bagi Industri Pariwisata
Kliknusae. com - Industri pariwisata tanah air dipastikan akan mengalami pukulan berat dengan rencana kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Dampak yang dirasakan terjadi pada industri perhotelan, dimana dalam kurun waktu beberapa tahun ini tingkat hunian (okupansi) sendiri belum begitu membaik.
"Saya rasa dalam kondisi sekarang, kurang tepat jika dilakukan kenaikan iuran BPJS. Bagi kami yang bergerak di industri perhotelan sangat berat karena akan merubah struktur biaya yang sudah kita siapkan sebelumnya," demikian disampaikan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta Istijab Danunegoro kepada Kliknusae.com, Senin (26/8/2019).
Menurut Istijab, sebaiknya pemerintah mempertimbangkan dengan matang rencana menaikan iuran BPJS tersebut. Apalagi secara umum kondisi industri pariwisata,baik itu hotel maupun restoran masih dalam kondisi recovery.
"Bagi perusahaan kan ada kontribusi sekian persen untuk memberikan subsidi BPJS kepada karyawan. Tentu ini sangat berpengaruh. Bisa mengurangi keuntungan atau sebaliknya, kita harus nomboki," kata Istijab.
Hal senada juga disampaikan Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (ASITA) Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Abdul Hadi Faishal bahwa keputusan pemerintah untuk menaikan iuran BPJS akan mengejutkan industri kepariwisataan tanah air.
"Kenaikan ini sangat berpengaruh sekali, karena selama ini yang diterapkan sudah berjalan sesuai standar dan perhitungan-perhitungan yang kita lakukan. Menurut saya, dalam kondisi sekarang ini, kurang tepatlah menaikan iuran BPJS," kata Hadi.
Dikemukakan Hadi sampai sekarang industri pariwisata tanah air sedang bersusah payah untuk bisa tetap survive.
"Dengan terjadi kenaikan BPJS ini,ya pasti sangat berpengaruh karena kami harus menghitung ulang kembali dan sedikit merepotkan. Apalagi situasi sekarang ini kan belum begitu membaik, terutama bagi hotel,agent, home industry dan yang lainnya," tambah Hadi.
Oleh sebab itu, Hadi meminta agar pemerintah perlu mempertimbangkan lebih matang lagi dalam memutuskan kenaikan iuran BPJS tersebut."Kalau pun kebijakan itu harus diterapkan, saya kira harus lebih mengacu kepada bagaimana situasi dan kondisi saat ini. Artinya, kalau mau diterapkan mungkin lebih baik ditunda untuk sementara, sambil menunggu pada saat semuanya sudah stabil," pintanya.
Namun demikian,kata Hadi, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa jika pemerintah memang tetap menerapkan kenaikan tersebut.
"Ya, kalau sudah kebijakan pemerintah, kita tidak bisa menolak,tapi sebaiknya kami menghimbau, jangan dulu dinaikanlah," katanya.
Sebagaimana diketahui Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyetujui besaran kenaikan iuran kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional yang diusulkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Ya, yang sesuai yang diberikan DJSN itu," kata Fachmi usai menghadiri acara BPJS Kesehatan Award di Jakarta, Kamis, 15 Agustus 2019 lalu.
BPJS memang menginginkan adanya penyesuaian iuran kepesertaan karena selama ini tidak ada perubahan nominal iuran sejak beberapa tahun terakhir.
Dalam rancangan usulan kenaikan iuran peserta JKN diperkirakan akan naik mulai dari Rp 16.500 hingga Rp 40.000 dari tiap kelas kepesertaan yang berbeda-beda.
Usulan kenaikan iuran kelas 1 tercatat sebagai yang paling signifikan, dari Rp 80.000 menjadi Rp 120.000.
Lalu, iuran kelas 2 diusulkan untuk naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 80.000. Sementara iuran kelas 3 diusulkan untuk naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
(adh)