Siapa yang Berhak Menerima Daging Kurban Idul Adha 2025? Ini Daftarnya
KLIKNUSAE.com - Idul Adha 2025 tak sekadar ritual tahunan. Ia adalah panggung pengorbanan, simbol ketaatan, dan ruang bagi tumbuhnya kepedulian sosial.
Setiap tahun, jutaan umat Islam di seluruh dunia menyembelih hewan kurban sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan, sekaligus pernyataan kepedulian terhadap sesama.
Namun, kurban bukan hanya soal menyembelih. Di balik darah yang menetes dan daging yang dibagi, terdapat amanah besar. Yakni, distribusi yang adil dan tepat sasaran.
Sebab, esensi dari kurban adalah menghadirkan manfaat nyata bagi mereka yang membutuhkan.
Distribusi daging kurban bukan perkara sepele. Syariat Islam telah menetapkan siapa saja yang layak menerima.
Hal ini, agar tak sekadar ritual, tapi juga mengandung nilai keadilan sosial.
1. Shohibul Kurban
Pemilik hewan kurban, atau yang dikenal sebagai shohibul kurban, diperbolehkan menikmati sebagian dagingnya. Dalam kurban sunnah, mencicipi daging bahkan dianjurkan. Namun, jika kurban dilakukan sebagai nazar, maka seluruh daging wajib disedekahkan.
2. Fakir dan Miskin
Mereka berada di baris terdepan penerima manfaat. Firman Allah dalam surah Al-Hajj ayat 28 dan 36 menegaskan bahwa sebagian dari daging kurban mesti disalurkan kepada orang fakir. Ulama sepakat, kelompok ini menjadi prioritas utama dalam pembagian, khususnya pada kurban wajib.
BACA JUGA: DKPP Bandung Sisir Hewan Kurban Tak Layak Jelang Idul Adha 2025
3. Kerabat, Teman, dan Tetangga
Islam menekankan pentingnya merawat relasi sosial. Karena itu, membagikan daging kepada kerabat dan tetangga—baik yang berada dalam kekurangan maupun berkecukupan—menjadi anjuran. Beberapa ulama bahkan menganjurkan sepertiga bagian kurban diberikan kepada golongan ini.
4. Musafir yang Kehabisan Bekal
Mereka yang tengah dalam perjalanan dan kehabisan bekal juga termasuk yang berhak. Dalam Islam, musafir yang kesulitan memenuhi kebutuhannya masuk dalam kategori mustahiq (penerima sedekah).
Proporsi Ideal Pembagian Daging
Pembagian daging kurban lazimnya dibagi menjadi tiga bagian:
- Sepertiga untuk shohibul kurban dan keluarganya,
- Kemudian sepertiga juga untuk fakir dan miskin,
- Sepertiga untuk kerabat dan tetangga.
Namun, pembagian ini bersifat fleksibel, menyesuaikan dengan kondisi di lapangan. Yang terpenting adalah tepat sasaran dan sesuai kaidah syariat.
Larangan dalam Pengelolaan Daging Kurban
Agar ibadah kurban sah secara syariat, ada beberapa hal yang wajib diperhatikan:
- Daging dan bagian hewan tak boleh dijual. Menjual daging atau kulit kurban membatalkan nilai ibadah.
- Tidak boleh dijadikan upah. Mereka yang bekerja dalam proses penyembelihan tidak boleh diberi upah berupa daging kurban, kecuali mereka memang tergolong mustahiq.
- Jangan mendahulukan diri sendiri secara berlebihan. Konsumsi pribadi sebaiknya tidak dominan, agar esensi sosial dari kurban tetap terjaga.
Lebih dari Sekadar Tradisi
Ibadah kurban bukan sekadar pemenuhan kewajiban agama, melainkan juga penguatan solidaritas sosial.
Pembagian yang tepat sasaran akan menumbuhkan kepercayaan dan rasa keadilan di tengah masyarakat.
Nilai kebersamaan, empati, dan tolong-menolong yang tumbuh dalam momen Idul Adha adalah modal sosial yang penting.
Karena di balik sepotong daging, terselip harapan akan masyarakat yang lebih peduli dan saling menguatkan. ***