KFC di Indonesia Terjungkal, Ricardo Galael dan Anthoni Salim Rugi Rp 557,08 miliar

KLIKNUSAE.com - Kisah sukses KFC di Indonesia yang dibangun sejak 1978 kini menghadapi ujian berat. PT Fast Food Indonesia, pemegang merek waralaba restoran cepat saji asal Amerika itu, sedang berada di pusaran badai.

Tidak tanggung-tanggung, perusahaan berkode saham FAST ini mencatat kerugian hingga Rp 557,08 miliar pada kuartal III 2024.

Angka ini melesat 266,59 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana kerugiannya “hanya” Rp 152,41 miliar.

Pandemi dan Gejolak Timur Tengah

Dua faktor utama disinyalir menjadi biang keladi ambrolnya kinerja keuangan KFC di Indonesia. Pemulihan bisnis pasca-pandemi COVID-19 ternyata belum maksimal, di tengah daya beli masyarakat yang masih rapuh.

Di sisi lain, konflik Timur Tengah memicu gelombang boikot terhadap sejumlah merek global. Termasuk KFC, yang terimbas sentimen politik.

Akibatnya, perusahaan harus menutup puluhan gerai dan memutus hubungan kerja ribuan karyawan.

Kondisi ini membuat PT Fast Food Indonesia—yang selama lebih dari tiga dekade menjadi salah satu pemimpin pasar restoran cepat saji di Indonesia—kini harus menata ulang strategi bisnisnya.

BACA JUGA: Pendapatan Gerai KFC Rontok Hingga 50 Persen, Akibat Seruan Boikot

Warisan Galael dan Dominasi Salim

Sejarah KFC di Indonesia dimulai ketika Keluarga Galael membawa merek tersebut masuk ke pasar domestik. Gerai pertama berdiri di Jalan Melawai, Jakarta, pada Oktober 1979.

Dalam waktu singkat, KFC menjamur ke berbagai kota besar seperti Bandung, Surabaya, dan Medan.

Hingga kini, dua pemegang saham terbesar KFC Indonesia adalah Keluarga Galael dengan kepemilikan 39,84 persen dan PT Indoritel Makmur Internasional Tbk—bagian dari Salim Group—dengan 35,84 persen saham.

Struktur manajemen perusahaan pun menjadi arena kolaborasi dua dinasti bisnis besar ini: Ricardo Galael menjabat sebagai Direktur Utama, sedangkan Anthoni Salim duduk sebagai Komisaris Utama.

Sinyal Bahaya di Tengah Ketatnya Persaingan

Merek yang dulu menjadi simbol makanan cepat saji bagi kelas menengah Indonesia kini menghadapi tantangan besar. Selain tekanan eksternal, persaingan dengan merek-merek lokal dan global lainnya semakin sengit.

Apakah KFC Indonesia mampu bangkit dari keterpurukan atau justru tersingkir dari pasar? Semua bergantung pada langkah strategis yang diambil manajemen dalam waktu dekat.

Kita tunggu, apakah aroma ayam goreng KFC masih mampu menggoda selera konsumen di tengah derasnya tantangan ini. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae