BNPB Bantah Terlibat Pemerasan PCR di Hotel Karantina, Ini Penjelasannya
JAKARTA, KLIKNUSAE.com - BNPB melalui Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Dr. Aam Abdul Muhari membantah pihaknya terlibat dalam pemerasan pelaku perjalanan yang tiba dari luar negeri saat menjalani karantina di hotel.
"Saya tegaskan, saya jelaskan bahwa implementasi di lapangan seperti pengambilan swab PCR, ambulans dan pengawasan atau tidak mengizinkan WNA dan WNI yang karantina untuk mendapatkan test pembanding, itu bukan dari BNPB," kata Aam dalam keterangan pers secara virtual, Jumat 16 Juli 2021.
Di acara yang dikemas dalam tema Talkshow “Blak-blakan Karantina Pelaku Perjalanan Luar Negeri” menghadrikan narasumber, dr.Imran Prambudi, MPH, Koordinator Surveilans dan Karantina Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Vivi Herlambang Koordinator Hotel Repatriasi, Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Kolonel Putra Widyawinaya Asintel Kodam Jaya dan dipandi oleh moderator Amanda Dasrul.
BACA JUGA: Ade Armando Sebut Hotel Mewah Ada Main Mata Soal Karantina
Test Pembanding PCR Diperbolehkan
Dijelaskan Aam, pelaku perjalanan dari luar negeri yang sedang menjalani karantina di hotel, memiliki hak untuk melakukan tes Covid-19 pembanding.
"Kami sampaikan bahwa dari surat Kasatgas nomor B 84 A itu setiap WNI dan WNA yang melakukan karantina memiliki hak untuk melakukan tes pembanding," katanya.
Ditegaskan Aam, pelaku perjalanan internasional dapat melakukan tes pembanding di tiga laboratorium yang direkomendasikan BNPB.
"Pertama, laboratorium RSPAD, kemudian laboratorium RS Polri, yang ketiga laboratorium RS Cipto Mangunkusumo," ujarnya.
BACA JUGA: PHRI Akan Jawab Tuduhan Ade Armando Soal Karantina, Ini Jadwalnya
Aam berharap, masyarakat tidak lagi memiliki anggapan bahwa pelaku perjalanan internasional baik WNI dan WNA tidak diizinkan melakukan tes pembanding saat melakukan karantina.
"Itu (tes pembanding) hak dari mereka dan itu kita jamin," jelasnya.
BNPB Akan Melakukan Investegasi Internal
Terkait dengan pemberitaan soal adanya keterlibatan oknum BNPB dalam pelarangan tes PCR pembanding, Aam menyatakan, pihaknya sedang melakukan investigasi untuk mengungkap oknum-oknum yang diduga melanggar aturan seperti yang dikeluhkan para pelaku perjalanan.
"Jika benar ada BNPB di situ, tentu saja secara internal kita akan melakukan investigasi dari mana dari unit eselon berapa dan kita tentu akan melakukan sanksi-sanksi yang sesuai dengan ketentuan hukum," ucapnya.
BACA JUGA: PHRI NTT, Freddy: Ade Armando Terbalik Dalam Logika Karantina
Selain itu, Abdul mengatakan, pihaknya juga melakukan investigasi terhadap manajemen dua hotel yang diduga melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan karantina.
“Pelaksanaan WNA/WNI, itu kita lakukan mutlak untuk menjamin dan mencegah masuknya imported case. Itu sudah dimulai dari awal tahun, hingga kemudian berkembang dari masa karantina 5 hari menjadi 8 hari,” ujarnya.
Kemampuan Untuk Menyewa Hotel Karantina
“Dalam konteks ini, BNPB selaku Kasatgas yang mengeluarkan surat edaran ini berfungsi sebagai regulator yang mengeluarkan aturan, tetapi implementator di lapangan bukan BNPB,” tambah Aam.
BNPB sendiri, kata Aam, saat ini sedang memanggil pihak manajemen dari dua hotel untuk dimintai klarifikasi.
“Karena dalam pemberitaan itu, disebutkan pihak hotel dan BNPB. Jika benar disitu ada BNPB, tentu secara internal kita akan melakukan investegasi, dari mana dan dari eselon berapa. Kalau benar aka nada sanksi sesuai aturan hukum yang berlaku,” pungkasnya.
Sementara itu, Vivi Herlambang, koordinator hotel repatriasi dari PHRI, menjelaskan bahwa WNI yang pergi ke luar negeri dan balik kembali seusai berlibur atau kegiatan lain pasti memiliki kemampuan untuk menyewa hotel karantina atau hotel repatriasi.
"Karena kalau mereka sudah mampu ke luar negeri di masa pandemi pastilah mampu karantina berbayar di hotel-hotel yang ditunjuk pemerintah. Jajan di luar kan pakai dolar, misalnya," ungkapnya.
Vivi menyebut bahwa kebanyakan traveler dari luar negeri yang datang ke Indonesia dan melakukan karantina mandiri merupakan para profesional. Beberapa di antaranya ada pula yang WNI. ***
Editor: adhi