DPD PUTRI Jabar Minta Ada Satu Suara Saat Penutupan Destinasi

BANDUNG, Kliknusae.com - Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI) DPD Jawa Barat meminta agar dalam pelaksanaan atau penerapan regulasi penutupan tempat wisata dilakukan secara serentak.

Hal ini untuk menghindari terjadinya gelembung wisatawan di kawasan wisata tertentu akibat satu daerah yang berdekatan terjadi penutupan objek wisata.

"Kami mendukung penuh upaya pemerintah dalam melakukan pencegahan Covid-19, namun kami berharap pada saat akan dilakukan kebijakan penutupan tempat wisata, harus satu suara," kata Ketua Umum DPD PUTRI Jawa Barat, Heni Smith dalam acara "Bincang-bincang Kondisi Pariwisata Jabar", Minggu malam 16 Mei 2021.

Hadir dalam acara Zoom Meeting yang dipandu Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung Faisal Kasim, Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat, Setiawan Wangsaatmaja, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat Dedi Taufik, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung Dewi Kaniasari, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Jawa Barat Herman Muchtar, Ketua ASITA Budijanto Ardiansjah, Ketua Komite Pemulihan Ekonomi Daerah (KPED) Jawa Barat Ipong Witono, Tokoh Pariwisata Jawa Barat, dan 19 DPC PHRI se-Jawa Barat.

Menurut Heni, pentingnya satu suara dalam mengambil kebijakan di tengah situasi pandemi yang masih berlangsung seperti sekarang menjadi sangat penting.

"Setidaknya untuk menghindari kebingungan kita di lapangan. Kalau memang objek wisata harus tutup, ya tutup saja dulu semua. Karena kita juga harus memberikan contoh, bagaimana berwisata dengan baik. Menghindari kesan negative ditengah masyarakat," ungkap Heni-yang juga Owner The Lodge Maribaya ini.

Selama ini, anggota PUTRI Jawa Barat telah menerapkan protokol kesehatan dengan baik. Semua destinasi yang berada di bawah asosiasi juga telah mengantongi sertifikat CHSE; Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan Environment (Ramah lingkungan).

"Justru, terhadap wisata gratis ini yang sulit di kontrol. Oleh sebab itu, mari dalam kesempatan diskusi yang baik ini, kita satukan persepsi dalam upaya mendorong supaya pariwisata di Jawa Barat bangkit kembali," tandas Heni.

Hal senada juga disampaikan Ketua BPC PHRI Pangandaran Agus Mulyana. Ia menyampaikan masukan agar pemerintah sebelum memutuskan kebijakan dipertimbangkan secara komperhensif.

Ia mencontohkan, ketika tempat wisata diperbolehkan untuk beroperasi biasanya selalu disertai dengan surat edaran resmi yang ditandatangi kepala daerah.

"Namun, pada saat penutupan kembali hanya disampaikan secara lisan. Bagi kami yang di industri, mekanisme seperti ini cukup menganggu. Karena dalam memberikan penjelasan kepada tamu, mereka juga menginginkan argumentasi yang mendasar, yaitu tadi, kita harus bisa menunjukan surat edarannya," papar Agus.

Keputusan mendadak buka tutup objek wisata atau hotel, lanjut Agus, berimplikasi kepada system pembayaran.

"Banyak tamu yang membeli tiket dari aplikasi online. Mereka sudah bayar, tapi ketika hendak masuk ke Pangandaran, tiba-tiba diminta putarbalik. Unjung-ujungnya, mereka (tamu) minta refund (pengembalian) pesanan hotel kepada kami," unagkapnya.

Masih kata Heni, pengelola wisata telah menyadari bahwa kesehatan menjadi prioritas sehingga terhadap ketentuan kapasitas pengunjung menjadi perhatian utama.

"Lebih baik biasa-biasa saja, daripada pengunjung sampai 10 ribuan, tetapi kemudian harus ditutup. Ini tidak saja merugikan manajemen, tetapi masyarakat juga. Kita akui, selama ini, hampir dua tahun berjalan cash flow perusahaan sangat tertangggu menurunnya pengunjung," sambungnya.

Sementara itu, Ketua GIPI Jabar Herman Muchtar mengulang kembali kondisi industri pariwisata yang sudah sangat memprihatinkan.

"Banyak kolateral di bank yang jumlahnya ribuan. Dan sewaktu-waktu, jika percepatan pemulihan ekonomi tidak dilakukan, jaminan-jaminan itu akan di lelang. Oleh sebab itu, kami sangat berharap pemerintah, terutama di sektor perbankan bisa membantu industry pariwisata yang sedang kesulitan sekarang ini," ujarnya.

Penanganan Kasus Covid-19 Di Jawa Barat

Ditempat yang sama, Sekretaris Daerah  (Sekda) Jawa Barat, Setiawan Wangsaatmaja menyampaikan pengembangan pandemi Covid-19 di Provinsi Jawa Barat. Dari hasil monitoring kasus aktif Covid-19 yang terjadi dalam sepekan lalu turun 9,86 persen.Tingkat kesembuhan meningkat menjadi 88,80 persen.

"Secara umum, pengendalian Covid-19 di Jawa Barat beberapa pekan ke belakang cukup baik dengan menurunnya kasus Covid-19. Namun, seperti pengalaman sebelumnya, setelah libur panjang ada kecenderungan naik kembali. Oleh sebab itu, mari secara bersama-sama kita berupaya mencegah penularan Covid-19 dengan tetap memperketat protocol kesehatan," katanya.

Terkait dengan penutupan beberapa objek wisata akibat kendornya penerapan Prokes, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat Dedi Taufik mengemukan tindakan tersebut dilakukan semata-mata untuk mencegah penularan Covid-19.

"Kami mengambil tindakan penutupan objek wisata Batu Karas karena wisatawan yang berkunjung meningkat secara signifikan," katanya.

"Tingkat kunjungan memang tinggi. Ini respons yang harus segera dilakukan. Kami mengerti momen liburan ini masyarakat ingin berkunjung ke tempat wisata, tapi tetap harus ingat bahwa protokol kesehatan sangat penting, karena masih dalam suasana pandemi," lanjut Dedi-yang siaga 24 jam untuk memantau kondisi objek wisata selama libur lebaran lalu.

Pemerintah Provinsi Jabar sudah membuat antisipasi manakala ada pergerakan masyarakat menuju destinasi wisata setelah masa pelarangan mudik berakhir.

Salah satunya dengan menyiapkan 15.000 rapid test antigen dan mengetes secara acak di destinasi wisata yang berpotensi mendatangkan banyak wisatawan.

Selain melaksanakan tes secara acak, Pemerintah Provinsi Jabar dan Pemda Kabupaten/Kota di Jabar akan memonitor pembatasan jumlah pengunjung, pembatasan jam operasional, serta penerapan protokol kesehatan di hotel, pusat perbelanjaan, rumah makan, dan destinasi wisata. (adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae