GIPI Bali Minta Pemerintah Cabut Larangan Turis Masuk Indonesia

BALI, Kliknusae.com - Pemerintah harus berani melakukan revisi Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 11 Tahun 2020 tentang larangan warga negara asing (WNA) masuk ke Indonesia. Hal ini penting untuk menyelamatkan pariwisata di Indonesia, khususnya Pulau Bali.

"Saya pikir, salah satu upaya untuk menyelamatkan pariwisata di Bali, pemerintah harus berani melakukan revisi larangan turis masuk Indonesia. Stimulus saja tidak kuat untuk menggerakan pariwisata, namun jika ada devisa yang masuk maka secara perlahan kita bisa bangkit lagi," kata Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali Ida Bagus Agung Partha Adnyana saat menjadi pembicara dalam Marketeers Festival 2020; menemukan cara creative dan productive di masa New, Next, Post Normal yang berlangsung secara virtual, Sabtu (10/10/2020).

Gus Agung-panggilan Ketua GIPI Bali ini berpendapat bahwa dengan secara perlahan arus masuk wisatawan mancanegara (wisman) dibuka, maka akan menolong perekonomian.

"Sebetulnya, ada beberapa negara yang sudah mulai memperbolehkan warganya melakukan kunjungan ke luar. Ini menjadi momentum kita untuk kembali memperkenalkan Bali dengan protokol kesehatan yang sudah diterapkan," kata Gus Agung.

Tak dipungkiri, ada beberapa negara yang memang masih merasa khawatir untuk melakukan perjalanan wisata karena pandemi. Namun, jika secara terbuka pemerintah bisa menjelaskan, daerah mana yang sudah zona hijau dan bisa dikunjungi, mereka pun diyakini berminat untuk masuk ke Indonesia-yang dikenal debagai kawasan tropis.

"Kita bisa buka untuk market dari Eropa Timur. Mereka selama ini dikenal "kebal" dengan situasi pandemic dan menyukai negara tropis," lanjutnya.

Menurut Gus Agung, saat ini kondisi industri pariwisata di Bali sudah berada pada titik nadir. Pemerintah daerah bersama asosiasi sebetulnya sudah mengajutkan dana talangan dari pemerintah.

"Namun stimulus saja tidak cukup, jika belum ada kunjungan wisman. Wisatawan domesti memang sudah mulai berjalan, tapi belum maksimal," katanya.

Saat ini saja dari 1.060 hotel yang ada, hanya 300-an yang masih bertahan untuk terus beroperasi.

Gus Agung menyebut sektor pariwisata di Bali mengalami penurunan hingga 93% dibandingkan tahun lalu, dengan sektor yang paling menderita adalah wisata bahari.

"Dari data, bulan Januari 2020 kita sebenarnya ada growth 11% dibandingkan bulan Januari 2019. Bulan Februari 2020, ada penurunan 18% karena China lockdown. Bulan Maret 2020, ada penurunan 42% dibanding tahun lalu karena Eropa sudah tutup. Di bulan April, penurunannya mencapai 93%," ungkapnya.

Dari berbagai jenis wisata di Bali, yang paling parah terkena dampak kerugian dari COVID-19 adalah sektor wisata bahari dengan nilai potensial loss mencapai sekitar USD 3 Miliar. Menyusul berikutnya sektor perhotelan dan juga MICE yang kerugiannya juga tidak sedikit.

"Yang terdampak total untuk Leisure gara-gara virus ini, dari Januari potential loss kita tahun 2020 kurang lebih US$ 9 miliar. Yang paling besar adalah wisata tirta atau wisata bahari karena kebanyakan wisatawan dari China dan Australia," jelas Gus Agung dalam catatanya April 2020 lalu. (adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya