Bali Terdepan Dalam Sertifikasi CHSE Standard Usaha Pariwisata

BALI, Kliknusae.com - Pelaksanaan sertifikasi penerapan standar kebersihan, kesehatan, keselamatan dan berwawasan lingkungan (cleanliness, health, safety, environment/CHSE) bagi pelaku usaha pariwisata adalah bagian dari momentum menuju quality tourism.

Program yang telah diluncurkan di Bali,khususnya di Kabupaten Badung sejak Juni 2020 semakin menjadi kebutuhan bagi industri pariwisata yang menginginkan tempatnya diperiksa agar dapat mengantongi sertifikat kesiapan adaptasi kebiasaan baru (AKB) dari pemerintah.

I Ketut Swabawa, salah satu Tim Verifikasi Kesiapan Usaha Pariwisata Kabupaten Badung ketika dihubungi Kliknusae.com, Rabu (09/09/2020) mengemukakan bahwa animo pelaku usaha untuk mendapatakan sertifikat AKB sangat tinggi .

Dia menjelaskan bahwa proses verifikasi ini telah mendorong para pelaku usaha ke arah keberlanjutan dari segi kualitas dan pengelolaan usaha.

"Mulai dari kelengkapan perijinan usaha misalnya, bagi mereka yang tidak memiliki ijin tersebut maka pengajuan permohonan verifikasinya akan ditolak atau tidak dilayani," kata Swabawa.

Lalu berikutnya mereka juga telah mulai memikirkan hal-hal bersifat preventif, adaptif dan protektif.

"Kesadaran seperti ini sangat tepat dijadikan momentum untuk mewujudkan pariwisata yang berkualitas" ungkap pria yang gemar menciptakan konsep-konsep menarik dalam bidang kepariwisataan ini.

Hal lain yang juga menjadi temuan pada kegiatan verifikasi yang dipimpinnya di wilayah Jimbaran, Bali Selasa, (08/09/2020) adalah adanya kelemahan pemahaman pengelola usaha akomodasi tentang standar keselamatan kerja dan bangunan.

Seperti alat pemadam kebakaran yang diletakkan di dalam ruangan villa dan bukan di area outdoor, penataan ruangan yang mengganggu akses mitigasi kebencanaan atau kondisi gawat darurat kesehatan hingga tempat sampah yang ukurannya lebih tinggi dari meja kerja di dapur.

"Bahkan ada yang tidak ikut asosiasi sama sekali, kami tidak memaksa mereka harus ikut asosiasi namun dengan tidak ikut sertanya mereka dalam salah satu wadah kepariwisataan justru akan merugikan pihak mereka sendiri," ujarnya.

Industri ini butuh networking, pariwisata ini juga industri yang fragile jadi butuh informasi dan kerjasama yang kuat saling dukung sesama pelaku usaha pariwisata.

"Jangan sampai karena sifat individualistis tersebut mereka tidak tahu wawasan termasuk pariwisata berbasis budaya yang menjadi ikonnya di Bali." ujar Swabawa, yang juga Wakil Ketua DPD IHGMA Bali.

Dalam melakukan kegiatan verifikasi, lanjut Swabawa, pihaknya juga memberikan pembinaan serta membangun kesadaran pemilik usaha dan pengelola usaha terkait standar kepariwisataan yang ada di Bali.

Selain itu juga dilakukan pengecekan penerapan beberapa Pergub provinsi Bali, diantaranya Pergub No. 80/2020 tentang perlindungan terhadap budaya daerah seperti aksara (huruf-red) dan sastra Bali, Pergub No. 97/2020 tentang upaya pengurangan penggunaan barang berbahan plastik sekali pakai, Pergub No. 99/2020 tentang pemasaran dan pemanfaatan produk lokal.

Tim verifikasi yang bertugas di wilayah pariwisata terbesar di Bali yaitu kabupaten Badung ini dibagi menjadi 3 kelompok dalam sekali jalan melaksanakan tugas sesuai Surat Perintah Tugas (SPT) yang dikeluarkan oleh Kadis Pariwisata.

"Jika tidak dipecah demikian, kami akan kewalahan menangani ribuan tempat usaha pariwisata yang ada di sini," ungkapnya.

Dan hingga saat ini Tim Verifikasi baru menyelesaikan sekitar 70-an tempat usaha di Badung dan jika digabung dengan seluruh Kabupaten/Kota di Bali ini  telah mencapai sekitar 300 tempat usaha pariwisata.

"Selain hotel kami juga memverifikasi restoran, destinasi tujuan wisata (DTW), pusat perbelanjaa / mall, pasar oleh-oleh serta lainnya. Dan tim verifikasi terdiri dari Dinas Pariwisata sebagai koordinator didukung oleh dinas kesehatan, dinas tenaga kerja, dinas perdagangan dan satuan polisi pamong praja," tutupnya. (adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya