Ketua GIPI Jabar: Relaksasi Jamsostek Jangan Perpanjang "Angin Surga"

Kliknusae.com - Industri pariwisata menyambut baik rencana pemerintah yang akan melonggarkan pembayaran iuran Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) hingga 90 persen. Namun regulasi ini hendaknya secepatnya bisa direalisasikan.

"Karena apa, sebelum ini kan juga sudah banyak rencana-rencana itu ini. Relaksasi perbankan saja sampai sekarang belum bisa dirasakan ditingkat bawah. Begitu pun PLN. Sementara kami yang pelaku industri ini dari hari ke hari sudah menuju colaps," kata Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Jawa Barat Herman Muchtar kepada Kliknusae.com,Jumat (1/05/2020).

Herman-yang juga Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat ini dimintai tanggapannya terkait rencana pelonggaran Jamsostek.

Seperti diketahui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers secara virtual usai rapat terbatas di Jakarta, Kamis (30/4/2020), mengatakan relaksasi dengan pemotongan iuran Jamsostek itu akan diberikan kepada dunia usaha selama tiga bulan di tengah situasi pandemi COVID-19 ini.

Tujuannya untuk membantu dunia usaha agar bisa membayarkan seluruh kewajibannya kepada pekerja, termasuk pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR).

Dikatakan Herman Muchtar, pemerintah  dalam mengeluarkan kebijakan seharusnya menyertakan pula perhitungan kondisi yang dihadapi pelaku industri. Sebab yang terjadi selama ini antara kebijakan dan realisasi di lapangan sangat membingungkan.

"Tidak usah jauh-jauh, hampir satu bulan katanya ada relaksasi perbankan. Tapi sampai hari ini kawan-kawan yang berhubungan dengan bank, masih saja harus membayar kewajiban seperti biasa. Sedangkan penghasilan sama sekali tidak ada," tambah Herman.

Dibanding industri lain, sektor pariwisata khususnya di perhotelan sebetulnya sudah terpukul sejak awal tahun 2020. Keberadaan Virtual Hotel Operator (VHO),misalnya,menyebabkan okupansi hotel turun tinggal 25 persen pada Februari.

Ditambah lagi memasuki masa low season yang biasanya terjadi sejal awal tahun hingga Maret. Akibatnya okupansi atau tingkat hunian kamar hotel cenderung rendah dengan rata-rata mencapai 55% atau menurun 20% dari okupansi normal.

"Tanpa kita duga sekarang datang pandemi corona. Kondisi ini membuat kami makin terpuruk. Maret ini sama sekali zero income. Tidak tau lagi, apa yang akan terjadi pada bulan-bulan jika corona masih berkepanjangan," katanya.

Sudah banyak hotel dan restoran yang terpaksa merumahkan karyawannya. Alih-alih bayar gaji atau THR, bagi perusahaan yang tidak memiliki cadagangan yang cukup,bayar listrik saja sudah sulit.

"Terhadap perintah daerah juga, kami minta, mari kita duduk bersama. Mereka juga harus memberikan solusi terhadap kesulitan yang sedang kami hadapi. Karena selama ini, sebagai penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar kami sudah bersurat kepada mereka tentang kondisi yang makin memburuk ini," lanjut Herman.

Upaya pencegahan penyebaran virus corona (Covid-19) dipandang Herman sudah berjalan baik. Ada penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus rantai penularan.

Namun dampak ekonomi yang ditimbulkan jika tidak segera diatasi, ancamannya lebih mengerikan dibanding virus corona.

"Orang miskin baru sudah jelas sekarang mencapai jutaan akibat dirumahkan atau di PHK. Belum dari sektor informal yang ikut terkena imbasnya karena industri berhenti," kata Herman.

Relaksasi Bagi 116 Ribu Perusahaan

Dijelaskan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bahwa pelonggaran diberikan terhadap 116 ribu perusahaan yang terkena dampak virus corona.

Ia mengatakan total anggaran yang bisa dihemat dan dimanfaatkan perusahaan dari kelonggaran tersebut mencapai Rp12,36 triliun.

Penghematan tersebut didapat dari penundaan pembayaran iuran program jaminan kecelakaan kerja  Rp2,6 triliun,  jaminan kematian Rp1,3 triliun dan penundaan jaminan pensiun sebesar Rp8,74 T.

Sebagai informasi, dalam program BP Jamsostek, perusahaan dan pekerja memang ikut menanggung iuran kepesertaan. Untuk Program Jaminan Hari Tua (JHT) besarnya iuran 5,7 persen dari upah.

Dari iuran tersebut, perusahaan menanggung 3,7 persen dan 2 persen sisanya dibayar karyawan melalui pemotongan gaji.

Untuk Jaminan Kematian (JKM), iuran sebesar 0,3 persen dari upah, dan sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan.

Untuk jaminan pensiun (JP) iuran 3 persen dari upah, di mana perusahaan menanggung 2 persen dan karyawan 1 persen.

Sekadar mencontohkan, apabila perusahaan biasanya menyetor Rp500 ribu per bulan untuk satu orang karyawan ke BP Jamsostek.

Dengan relaksasi Jokowi, berarti perusahaan hanya perlu membayar Rp50 ribu per bulan, sedangkan sisanya Rp450 ribu ditangguhkan hingga tiga bulan selama pandemi corona.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah mengatakan pihaknya tengah menyiapkan rancangan peraturan pemerintah untuk melaksanakan pelonggaran tersebut.

RPP akan mengatur soal pelonggaran pembayaran iuran Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKN) dan Jaminan Pensiun Jamsostek.

"JKK dan JKN dan pensiunan berupa penundaan pembayaran. Untuk Jaminan Hari Tua tidak masuk relaksasi," katanya.

Ia berharap pelonggaran tersebut bisa membantu para pengusaha dalam memenuhi kewajibannya pada pekerja. Termasuk katanya, membayar THR karyawan pada Lebaran 2020 ini.

Kalangan dunia usaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut banyak pebisnis yang kemungkinan kesulitan membayar THR tepat waktu pada Lebaran 2020 ini.

Kesulitan dipicu oleh penyebaran wabah virus corona yang terjadi belakangan ini. Direktur Eksekutif Apindo Danang Girindrawardana mengatakan wabah tersebut telah membuat arus kas perusahaan terganggu.

(adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae