Industri Pariwisata Minta Ditunda,Menkeu Sri Iuran BPJS Harus Naik

Kliknusae.com - Kalangan industri pariwisata mememinta agar pemerintah menunda kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).Sebab kenaikan iuran ini akan mendorong beban perusahaan untuk menaikan subsidi BPJS Ketenagakerjaan. Efek domino lainnya, karyawan pun akan meminta terjadi kenaikan tunjangan kesehatan.

"Menurut hemat saya, timing kenaikan  iuran BPJS saat ini belum tepat, khususnya di saat kondisi pariwisata kita belum stabil. Untuk itu,usul saya, ditunda dulu saja sampai keadaan membaik," kata Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Badung,Bali  I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya kepada Kliknusae.com, Senin (26/8/2019).

Menurut Rai-yang juga Ketua PHRI Badung,Bali ini pemerintah hendaknya bisa mencari formula lain untuk menutupi desifit keuangan. Menaikan iuran BPJS hanya sebagai alternative saja jika secara keseluruhan komponen usaha sudah membaik.

"Oleh sebab itu, industri pariwisata di Bali akan merapatkan barisan dalam mensikapi wacana pemerintah untuk menaikan iuran BPJS ini," ungkap Rai.

Dibagian lain, BPJS Watch mengatakan nominal kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diusulkan Menteri Keuangan Sri Mulyani terlalu berlebihan. Jika iuran dipatok terlalu mahal, maka BPJS Kesehatan akan didera masalah keuangan yang lebih parah.

Koordinator advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyebut iuran yang kian mahal membuat orang malas untuk membayar iuran BPJS Kesehatan per bulannya. Apalagi, kenaikan iuran itu tidak disertai dengan jaminan pelayanan kesehatan yang mumpuni.

"Selama ini, banyak keluhan terkait pelayanan manfaat kesehatan BPJS. Jika iuran ini dinaikkan, ada kecenderungan masyarakat malah kian malas membayar. Tentu orang maklum jika kenaikan iuran disertai dengan perbaikan manfaat, tapi sampai sekarang belum ada jaminannya," kata Timboel seperti dilansir CNNIndonesia.com, Selasa (27/8).

Jika masyarakat enggan bayar iuran, maka hasilnya adalah tingkat kepatuhan iuran atau kolektibilitas menurun.

Ujung-ujungnya, penerimaan iuran BPJS Kesehatan kian susut dan tak mampu menambal defisit arus kas yang didera selama bertahun-tahun.

Soal kenaikan iuran BPJS ini  Kementerian Keuangan (Kemenkeu) punya hitung-hitungan tersendiri. Apalagi BPJS Kesehatan berpotensi defisit hingga Rp32,8 triliun pada tahun ini.

Namun, angka defisit itu dapat ditekan hingga menjadi Rp14 triliun jika iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) naik mulai Agustus 2019.

"Apabila jumlah iuran tetap sama, peserta sama, proyeksi rawat inap sama, maka defisit BPJS Kesehatan akan meningkat, yakni dari Rp28,35 triliun menjadi Rp32,84 triliun," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Ia menyebut angka prediksi itu sudah ditambah dengan sisa defisit dari tahun lalu yang sebesar Rp9,1 triliun.

Menurut dia, kenaikan iuran di seluruh kelas menjadi obat mujarab memperbaiki keuangan BPJS Kesehatan.

"Kalau untuk suntikan saja, misalnya ya Rp10 triliun, akuntabilitasnya lemah. Makanya, harus ada perbaikan seluruhnya," terang Sri Mulyani.

Dalam hal ini, ia mengusulkan kenaikan tarif PBI sebesar Rp19 ribu dari Rp23 ribu menjadi Rp42 ribu mulai Agustus 2019.

Bila ini disetujui Presiden Joko Widodo (Jokowi), maka BPJS Kesehatan bakal mendapatkan dana segar dari pemerintah karena jumlah subsidi bertambah.

"Saya usulkan PBI pada Agustus 2019 ini bisa naik. Nantinya ini ditanggung dulu oleh pemerintah pusat sampai Desember 2019, pemerintah daerah mulai tahun depan," jelasnya.

Berdasarkan hitungannya, pemerintah harus menambah suntikan dana sebesar Rp13,56 triliun jika PBI dinaikkan menjadi Rp42 ribu per bulan.

Angka itu terdiri dari peserta PBI yang ditanggung pemerintah pusat Rp9,2 triliun dan pemerintah daerah Rp3,34 triliun.

Ditambah, kenaikan iuran peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) Penyelenggara Negara, seperti PNS, TNI, Polri, dan pejabat negara.

Saat ini, pemerintah hanya menanggung 3 persen dari penghasilan tetap, namun nantinya akan dinaikkan menjadi 4 persen dari take home pay (TKP).

"Kemudian ditambah dengan efisiensi yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan kalau berhasil bisa sampai Rp5 triliun. Kalau dikurangi ini semua potensi defisit bisa berkurang," tegas Sri Mulyani.

Diperkirakan, defisit BPJS Kesehatan bisa ditekan hingga Rp18 triliun apabila usulan ini diterima oleh semua pihak. Artinya, lembaga ini hanya menyisakan defisit sebesar Rp14 triliun.

Namun, angka itu juga bisa ditutupi dengan potensi surplus tahun depan sebesar Rp17,2 triliun. Dengan catatan, usulan Sri Mulyani untuk menaikkan kelas mandiri I-III disetujui Jokowi.

Bendahara negara ini mengajukan peserta kelas mandiri I naik dari Rp80 ribu per bulan menjadi Rp160 ribu per bulan. Lalu kelas mandiri II naik dari Rp59 ribu per bulan menjadi Rp110 ribu dan iuran kelas mandiri III meningkat menjadi Rp42 ribu dari Rp25.500 per bulan.

(adh/cnn)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae