Saatnya Hotel Bidik Segmentasi Lain
"Tidak ada pilihan lain, pengusaha hotel dan restoran harus siap menghadapi dampak dari pemangkasan anggaran ini. Harus bisa keluar dari kenyataan pahit ini," kata Ketua Badan Pengurus Daerah Perhimpunan Hotel dan restoran Indonesia (BPD PHRI) Jawa Barat, Herman Muchtar ketika dihubungi Jelajah Nusa, Senin (31/7/2017).
Ia dimintai pendapatnya terkait Instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Efisiensi Belanja Barang K/L senilai Rp 16 triliun di 2017. Pemangkasan belanja, meliputi perjalanan dinas, paket meeting, honorarium tim atau kegiatan, belanja operasional perkantoran, belanja jasa, dan lainnya.
Namun demikian,lanjut Herman, pemerintah hendaknya juga bisa memberikan kompensasi lain dari kebijakan yang bisa menggoyang cashflow hotel dan restoran tersebut. Misalnya, menaikan anggaran promosi daerah. Menambah infratsruktur jalan menuju kawasan destinasi.
"Tapi yang saya lihat sekarang kan, anggaran promosi ditingkat pusat lumayan, tetapi di daerah provinsi dan kabupaten semakin berkurang bahkan malah menghilang. Kondisi ini yang menjadi persoalan kita," kata Herman.
Muchtar mencontohkan, Pangandaran sebagai salah satu ikon pariwisata Jawa Barat memiliki keindahan alam yang bagus. Pertanyaannya adalah mengapa tingkat kunjungan di daerah ini masih minim. Okupansi hotel juga masih rendah yakni hanya 40 persen.
"Padahal Pangandaran kan tujuan wisata. Kenapa, ya karena insfrastruktur jalannya gak beres. Wisatawan dari Bandung harus menempuh perjalanan 8 jam, dari Jakarta hampir 10 jam, penerbangan Bandung-Pangandaran juga tidak ada lagi," paparnya.
Oleh sebab itu PHRI sudah seringkali menyampaikan agar pemerintah dan pelaku usaha pariwisata bisa duduk bersama memecahkan masalah ini.
"Kita harus menyatukan visi, bagaimana mengembangkan bisnis pariwisata di daerah. Sebab kalau pejabat kita tidak punya jiwa entrepreneur akan sulit. Harus ada perubahan paradigma berpikir, dari birokrat oriented ke bisnis oriented. Jadi harus punya jiwa bisnis atuh," tandasnya.
Semua sektor sekarang ini,menurut Herman, sudah terkena imbas. Banyak mall juga tutup seperti yang terjadi di kawasan tanah abang dan Mangga Dua yang juga berkurang.
"Disisi lain memang terlihat jalanan jadi macet sehingga terkesan ada pertumbuhan. Tapi bisa jadi kondisi ini lebih disebabkan gaya hidup yang berubah," kata Herman.
[gallery columns="2" size="large" ids="3407,3408"]
Sementara itu General Manager Hotel Moscato Bandung Muhamad Sapei Kamal mengemukan bahwa kebijakan pemerintah pusat dengan memotong anggaran meeting tak terlalu berdampak signifikan.
"Kalau hotel leisure seperti di kawasan Lembang, tidak terlalu berdampak ya. Karena kami tidak mengandalkan meeting room, lebih banyak mengandalkan kunjungan weekend," jelas Kamal.
Jika memang kebijakan pemerintah sudah seperti itu,kata Kamal, pihaknya tidak bisa menolak dan harus menyiasati dampak dari kebijakan tersebut.
"Memang untuk hotel yang mengandalkan dari meeting, ya pasti sangat terasa. Kalau saya kan tidak terlalu banyak yang meeting," akunya.
General Manager Hotel Sovereign Bali Ramia Adnyana mengaku cukup kaget sebab regulasi ini akan berdampak terhadap turunnya Occ bagi hotel hotel yang memiliki segementasi Government.
"Kebijakan ini akan sangat memberatkan pelaku pariwisata, utamanya yang bergerak di bidang perhotelan dan restoran. Kami berharap agar pemerintah memperhatikan nasib mereka sehingga multiflier effect dari kebijakan ini bisa diminimalisir se-kecil mungkin. Apalagi dalam situasi yang sangat sulit seperti sekarang," katanya.
Menurutnya, keputusan pemerintah pusat mengurangi anggaran belanja barang kementerian dan lembaga lain berimplikasi sangat besar bagi masyarakat kecil yang bekerjsama sama dengan hotel dan restoran.
"Selain hotel kan ada suplier, mereka juga kena imbasnya. Memang tidak semua hotel. Terhadap hotel hotel yang tidak tergantung dengan segement government terus. Tak ada pilihan lain sekarang, pengusaha hotel dituntut lebih kreatif didalam memasarkan product-nya memalui segementasi yang lainnya," tutupnya.
(adh)