Tiga Hal Ini yang Jadi "Biang Kerok" Tingginya Harga Tiket Pesawat Domestik
KLIKNUSAE.com - Tingginya harga tiket pesawat domestik di Indonesia sampai saat ini masih menjadi sorotan publik.
Masyarakat kerap mengeluhkan bahwa tarif penerbangan antar-kota di dalam negeri justru lebih mahal. Paling tidak, dibandingkan rute internasional dengan jarak tempuh yang lebih jauh.
Tony Fernandes, CEO Capital A Berhad, perusahaan induk AirAsia, menyoroti salah satu biang kerok dari mahalnya harga tiket pesawat, yakni harga avtur yang dijual oleh Pertamina.
Ia menyebut harga bahan bakar ini sebagai salah satu yang tertinggi di dunia.
BACA JUGA: Badan Kebijakan Transportasi Rekomendasikan 4 Hal, Turunkan Harga Tiket Pesawat
Dalam sesi bincang dengan media di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu 7 September 2024, Tony mengungkapkan bahwa harga avtur di Indonesia lebih mahal 28 persen dibanding negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
Menurut Tony, monopoli Pertamina sebagai satu-satunya pemasok avtur di Tanah Air menjadi penyebab utama.
Sementara itu, di negara-negara lain, maskapai memiliki beberapa pilihan pemasok, yang memungkinkan persaingan harga.
BACA JUGA: Tak Setuju Harga Tiket Pesawat Terlalu Murah, Ini Alasan Bos AirAsia
"Di Malaysia, ada dua atau tiga perusahaan yang menyediakan avtur. Kalau hanya ada satu penyedia di Indonesia, mereka bisa mengenakan tarif sesuka hati," ujarnya.
Selain avtur yang mahal, Tony juga mengkritisi beban pajak ganda yang dikenakan pada bahan bakar tersebut.Khususnya untuk penerbangan domestik.
Belum lagi, maskapai di Indonesia juga harus menanggung berbagai jenis pajak lain, seperti pajak suku cadang pesawat.
BACA JUGA: Siap-siap, Bandara Kertajati Bakal Seperti Kualanamu, Ini kata Bos AirAsia
Suku Cadang
Misalnya, suku cadang yang rusak dan harus diperbaiki di luar negeri akan dikenakan pajak impor ketika kembali ke Indonesia.
"Di negara lain tidak ada kebijakan semacam itu," keluh Tony.
Oleh sebab itu, ia berharap pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, bisa mempertimbangkan untuk memberikan relaksasi.
Atau penyesuaian tarif pajak impor, guna meringankan beban maskapai.
BACA JUGA: Naik AirAsia ke Lombok Cuma Rp 660 Ribu PP, Dapat Hotel Gratis Lagi
Faktor lain yang turut mempengaruhi harga tiket adalah fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Banyak biaya operasional maskapai, seperti pembelian bahan bakar, terpengaruh oleh nilai tukar.
"Sebenarnya banyak yang menyalahkan maskapai atas mahalnya tiket. Padahal, kami harus menghadapi harga bahan bakar dan melemahnya nilai rupiah," kata Tony.
Menanggapi keluhan ini, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, telah membuka kesempatan bagi perusahaan swasta untuk ikut memasok avtur di bandara-bandara.
BACA JUGA: INACA Dorong Pemasok Avtur Swasta Masuk Bandara
Langkah ini diharapkan dapat mematahkan monopoli Pertamina. Sekaligus, menciptakan persaingan harga yang lebih kompetitif. Terutama di wilayah Indonesia bagian timur.
"Dengan masuknya swasta, harga avtur bisa lebih bersaing, yang pada akhirnya menurunkan harga tiket pesawat," ujar Luhut dalam sebuah konferensi pers di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Senin 20 Agustus 2024 lalu.
Meski demikian, Luhut menekankan bahwa harga avtur bukan satu-satunya faktor penentu mahalnya tiket pesawat.
"Ada banyak komponen yang memengaruhi harga tiket. Kita perlu meninjau faktor-faktor lain yang bisa ditekan, seperti biaya bahan bakar," tutupnya. ***