Tenun Baduy, Tampil Bersahaja Namun Mendunia

Kliknusae.com - Baduy merupakan masyarakat adat di Kecamatan Leuwidamar, Lebak, Banten. Masyarakat yang masih memegang teguh adat leluhur ini ternyata menyimpan potensi besar di bidang kain tenun, bahkan pamornya sudah mendunia.

Kain tenun Baduy, awalnya dibuat dan dipakai hanya untuk kalangan sendiri. Kain tenun tersebut bukan sekadar kain penutup tubuh, tapi juga simbol status sosial yang melekat di ragam motifnya. Sekarang pamor kain tenun Baduy sudah merambah dunia luar.

Nuansanya begitu bersahaja, namun penuh warna. Hal yang membuat menarik, hampir di tiap rumah dan kampung bisa ditemui kaum ibu sedang tekun menenun kain. Menenun merupakan kegiatan rutin wanita Baduy di sela-sela aktivitas sehari-hari mereka, seperti berladang. Semua proses menenun dikerjakan secara manual. Dari mulai memintal benang hingga menenun kain, mereka lakukan di teras rumahnya.

Seiring banyaknya wisatawan yang berkunjung ke sana, produk tenun ini menjadi produk cenderamata. Dan pewarna alami sudah tidak banyak dipergunakan lagi, utamanya bagi masyarakat Baduy Luar. Meski begitu alat tenun yang digunakan masih tradisional.

Keahlian tenun masyarakat setempat didapat secara tradisi turun-menurun wanita Baduy. Nama-nama tenun Baduy pun berbeda-beda, sesuai fungsinya. Ada kain tenun caor, hapit, barera, jinjingan, limbuhan dan lain-lain. Begitu juga dengan motif yang dihasilkan cukup beragam, seperti motif adu mancung, suat songket, suat balingbing dan lainnya.

Beberapa motif-motif tertentu disesuaikan dengan peruntukannya. Sarung motif kotak-kotak besar, poleng hideung digunakan kaum lelaki. Kain poleng pepetikan digunakan kaum wanita saat ritual menumbuk padi. Ada kain yang khusus dipakai untuk menutupi orang meninggal, yaitu poleng magrib. Dan masih banyak lagi fungsi motif dan peruntukannya.

Di sana pun ada waktu larangan untuk menenun, yakni saat bulan purnama atau tanggal 16 setiap bulannya pada saat ritual 3 bulan Kawaluh (kalender Baduy). Masa ini dianggap sebagai bulan suci bagi masyarakat Baduy. Mereka meyakini pada tanggal tersebut para dewa-dewi sedang menenun, sehingga manusia dilarang untuk melakukan kegiatan yang sama. Aturan tersbeut dikenal dengan sebutan "Pantang Geneup Belas".

Berbekal kearifan lokal yang bernilai artistik tinggi, kini keberadaan kain tenun Baduy sudah merambah dunia luar. Tak hanya di sekitar Banten, permintaan dari beberapa negara seperti Jepang, Vietnam dan Korea Selatan semakin meningkat. Belum lagi dari beberapa negara di Eropa. Bahkan tenun Baduy pernah melenggang di catwalk "Paris Fashion Week".***(IG/sumber: pesona.travel).

Share this Post:

Berita Terkait

E-Magazine Nusae