Awas, Isu ZDT Benar-benar Berbahaya Bagi Industri Pariwisata

JELAJAH NUSA - Wow, praktik Zero Dollar Tour (ZDT) ternyata bukan hoax. Ini virus berbahaya bagi dunia pariwisata di Indonesia. Apa itu ZDT.

ZDT adalah istilah yang merujuk dengan kedatangan turis China ke Bali yang membeli paket wisata melalui agen perjalanan wisata di negara mereka dengan harga sangat murah. Bahkan, harga paketnya disinyalir hanya senilai biaya tiket perjalanan Denpasar-China.

Meski selintas wisatawan yang membeli paket ini diuntungkan, dalam praktiknya tidak benar-benar untung. Selama di Bali, mereka diwajibkan mengikuti jadwal tur yang telah ditetapkan oleh agen wisata.

Agen wisata kemudian menerapkan praktek monopoli, yakni hanya membawa wisatawan berbelanja di tempat-tempat yang telah ditentukan.

Tempat berbelanja tersebut sudah terafiliasi dengan agen wisata yang menawarkan paket "zero dollar tour". Harga barang-barang yang ditawarkan jauh lebih tinggi dan dengan metode pembayaran non tunai.

Hal ini menyebabkan wisatawan mengalami kerugian. Pun demikian bagi destinasi wisata dan negara yang dikunjungi, pihak-pihak ini tidak mendapatkan pendapatan karena semua transaksi terhubung secara non tunai menggunakan aplikasi dari China.

Pertanyaannya kemudian,apa betul polemik soal "zero dollar tour" yang menerpa Bali berdampak serius? Ditambah isu soal sweeping, penutupan usaha, kata-kata keras dan sikap kurang bersahabat itu berkorelasi dengan kunjungan wisman Tiongkok?

"Betul! November 2018 bisa dilihat angka-angkanya, Bali turun 50%, hampir 100 ribu wisman Tiongkok," tegas Menpar Arief Yahya saat ditanya media di Beijing, Kamis, (13/12/2018)

Jika masih tidak percaya, silakan recheck ke industri airlines yang mengangkut wisatawan Tiongkok? Berapa yang cancel? Berapa banyak rute dari berbagai kota di Tiongkok ke Bali yang terpaksa ditutup?

Termasuk ke Garuda Indonesia, yang juga diakui oleh Reza Aulia Hakim, GM Garuda Indonesia di Beijing. "Banyak sekali!," aku Reza.

Namun, Reza tidak ingin memperpajang polemik. Sama dengan Menpar Arief Yahya yang sejatinya sudah menyadari sejak polemic zero dollar tour ini berhembus Oktober 2018 lalu.

Dia tidak ingin menambah gaduh, apalagi menciptakan polemik baru yang justru merugikan industry pariwisata.

"Kita sadar, sesadar-sadarnya, Pariwisata itu industry hospitality. Keramah-tamahan. Karena itu ekosistem dan atmosfer yang comfortable itu menjadi bagian yang sangat vital. Karena itu, saya tidak pernah mau berpolemik yang ujung-ujungnya mengganggu kondusivitas industri," aku Menpar Arief Yahya.

Polemik di Bali itu bisa menjadi pelajaran, bahwa industri pariwisata itu termasuk sensitive. Orang berwisata itu mencari suasana yang menyenangkan, damai, tidak ada beban, keluar dari rutinitas kesibukan dan kepenatan pekerjaan. Nature dan culture-nya pariwisata memang seperti itu.

Itulah mengapa selama 2 hari ini, 13-14 Desember 2018, Menpar Arief Yahya berkunjung ke Beijing, bertemu stakeholder Pariwisata yang dikemas dalam Business Meeting dan Gathering.

Pada 13 Desember 2018 bersama Dubes RI untuk RRT Djauhari Oratmangun meyakinkan pada para travel agent, pencharter pesawat, industri airlines, komunitas dan lainnya di Wisma KBRI.

"Terima kasih Pak Dubes Djauhari, yang terus mensupport iklim pariwisata dan hubungan diplomatic dengan Tiongkok. Terima kasih banyak, kegiatan di KBRI ini sangat membantu merecovery Bali, yang sempat turun drastic," ungkap Arief Yahya.

Jumat, 14 Desember 2018, akan dilanjutkan dengan Indonesia Up Date yang diinisiasi oleh KBRI Tiongkok, dengan mengumpulkan para calon investor di Four Season Beijing.

Menpar Arief Yahya juga akan tampil, untuk kembali meyakinkan kepada para industry, TTI -Tourism, Trade, Investment Tiongkok untuk menanamkan modal ke tanah air.

Malamnya, akan dilanjutkan dengan Gala Dinner, dengan para investor agar semakin banyak arus wisatawan, perdagangan dan investasi ke Indonesia.

 

Menpar Arief Yahya juga mengajak Hiramsyah Sambudhy Taib, Ketua Tim 10 Bali Baru untuk tampil di acara tersebut, dengan menawarkan investasi di 10 destinasi prioritas tersebut.

Bagaimana respons pelaku usaha Pariwisata yang diundang di KBRI itu?

"Bagus. Semoga ini berdampak signifikan untuk merecovery Bali. Agar Bali cepat pulih dan progres dari proyeksi yang sudah ditetapkan," ungkap Arief Yahya.

Ada juga media Tiongkok yang menanyakan dengan tegas, bagaimana kelanjutan soal sweeping dan penutupan sejumlah usaha souvenir di Bali itu?

Menpar Arief pun menjawab, bahwa itu sudah selesai. Bahkan beberapa sudah beroperasi kembali, diharapkan akhir tahun 2018 ini, atau akhir Desember ini semua yang sudah berizin dan mengikuti peraturan, sudah bisa reopening lagi.

Dubes Djauhari pun dalam sambutannya cukup yakin bahwa Pariwisata akan menjadi masa depan Indonesia.

"Presiden Xi Jinping dan Presiden Jokowi menargetkan 3 juta wisman dari Tiongkok di 2019. Tetapi Pak Menpar Arief Yahya ini membuat proyeksi lebih tinggi, 3,5 juta wisman," kata Ambassador Djauhari yang pernah lama menjadi Dubes RI di Moscow Rusia.

Dia mengakui, saat ini pariwisata di Indonesia sangat bergairah. Di mana-mana orang memperbincangkan pariwisata.

Di pelosok-pelosok negeri juga makin sadar, bahwa pariwisata itu memberi kontribusi yang signifikan, yang oleh Presiden Jokowi disebut bahwa efeknya menetes sampai ke bawah, bisa dirasakan oleh rakyat.

"Pariwisata menjadi bagian yang sangat strategis buat Indonesia. Pariwisata terbukti memberikan kontribusi yang besar," tandas Djauhari.

 

Jika Pariwisata bisa bertumbuh lebih dari 10%, itu akan mendrive pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia, hingga rata-rata di atas 6%.

"Karena itu, kita perlu berkolaborasi untuk sama-sama mendorong growth di sector Pariwisata," lanjut Djauhari Oratmangun.

Dia juga mengapresiasi Menpar Arief Yahya yang terpilih sebagai The Best Minister of Tourism of ASEAN 2018, yang dianugerahkan oleh Philip Kotler Foundation dan MarkPlus, pekan lalu.

Dia juga mengucapkan selamat, Kementerian yang dipimpin Arief  Yahya  itu juga terpilih sebagai The Best Ministry of Tourism Asia Pacific 2018 yang disandangkan oleh Majalah TTG Travel Award di Bangkok, 20 September 2018.

Memang, di bawah Arief Yahya, Pariwisata Indonesia selalu tampil juara di banyak momentum internasional. Tahun 2016, berhasil mengantungi 46 penghargaan dunia dari 22 negara.

Tahun 2017 mendapatkan 27 awards dari 13 negara, dan tahun 2018 ini ada 31 penghargaan dari 9 negara.

"Di sini juga ada Garuda Indonesia yang juga selalu menjadi langganan juara dalam kategori The Best Cabin Crew lima kali berturut-turut oleh Skytrax Airline Award," sebut Djauhari.

(adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae