Mengunjungi Vihara Avalokitesvara, Situs Oriental di Banten Lama
Terdapat banyak kisah atau sejarah yang melekat di vihara yang namanya diambil dari nama seorang Buddha tersebut. Meski berada di tengah lingkungan masyarakat muslim Banten yang agamis, vihara dengan bangunan khas oriental ini tetap terjaga.
Hal itu menunjukkan toleransi antarumat beragama terpupuk sudah lama, sejak Kesultanan Banten berjaya hingga sekarang. Pada saat perayaan Tahun Baru China 2568, 28 Januari lalu, tak hanya dipenuhi umat yang beribadah tetapi vihara juga dikunjungi banyak wisatawan berbeda agama.
Bukan hanya menjadi tempat beribadah umat Buddha dan penganut kepercayaan Kong Hu Cu dan Taoisme, wisatawan beragama lain pun diperbolehkan berkunjung dan melihat dari dekat bangunan oriental yang masuk dalam daftar cagar budaya ini.
Vihara Avalokitesvara nampak anggun, klasik dan megah. Dua buah patung naga menyambut sesiapa saja yang datang di pintu gerbang bagian atas. Bangunan didominasi warna merah dan emas serta sedikit biru muda.
Berdiri di atas luas area mencapai 10 hektar, vihara ini dibangun pada tahun 1652. Yaitu pada masa emas Kerajaan Banten saat dipimpin Sultan Ageng Tirtayasa. Konon, pembangunannya berkaitan erat oleh adanya peran Syarif Hidayatullah yang juga dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.
Di bagian dalam terdapat altar dengan patung Dewi Kwam Im. Sementara bagian samping altar tersebut, ada tiang batu berukir naga yang menopang bangunan utama. Di salah satu bagian vihara, di koridor yang menghubungkan tempat beribadah, terdapat relif yang mengisahkan banyak hal antara lain tentang kegiatan beribadah. Ada juga yang mengisahkan vihara ini pernah digunakan sebagai tempat berlindung saat terjadi tsunami dan letusan Gunung Krakatau pada 1883. (IA)*