Membaca “Pikiran” KDM Dalam Mengembangkan Sektor Pariwisata Jabar
Oleh: Adhi M Sasono
Editor in Chief
DI tengah semangat pembangunan Jawa Barat yang semakin dinamis, sektor pariwisata menjadi salah satu fokus yang tidak bisa diabaikan.
Di bawah kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi, arah kebijakan pariwisata Jawa Barat mengalami pendekatan yang unik. Tidak hanya soal pembangunan fisik, tapi juga pembangunan nilai dan identitas.
Lalu, jika mencoba "membaca pikirannya", bagaimana sebenarnya Dedi Mulyadi memandang dan ingin mengembangkan sektor ini?
Budaya Lokal Sebagai Aset Utama
Dedi Mulyadi dikenal sebagai tokoh yang sangat menjunjung tinggi budaya Sunda. Ia tidak melihat budaya hanya sebagai warisan. Tetapi, sebagai aset hidup yang bisa mendatangkan manfaat ekonomi sekaligus memperkuat identitas.
Dalam benaknya, pariwisata Jawa Barat yang berhasil adalah yang mampu menyuguhkan nilai budaya secara otentik.
Ia tampaknya percaya bahwa kampung adat, seni tradisional, dan ritual lokal bukan hanya untuk dipertahankan, tapi dipromosikan dengan cara yang elegan.
Festival budaya, pertunjukan seni rakyat, dan wisata edukatif berbasis adat bisa menjadi magnet kuat untuk wisatawan yang mencari pengalaman yang "berbeda".
Pariwisata Ramah Lingkungan dan Alam
KDM—sapaan lain Dedi Mulyadi yang diistilahkan Kang Dedi Mulyadi, punya perhatian kuat terhadap pelestarian alam.
Ia kerap membahas pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan keberlanjutan.
Dalam visi pariwisatanya, destinasi alam seperti gunung, air terjun, dan danau bukan untuk dijadikan lahan betonisasi, tetapi dijaga sebagai warisan ekowisata yang hidup.
Ia kemungkinan besar mendukung model ekowisata yang memberdayakan masyarakat lokal sebagai penjaga alam sekaligus pemandu wisata.
Dengan cara ini, ekonomi tumbuh tanpa mengorbankan lingkungan.
BACA JUGA: West Java Tourism Talk, Menakar Kinerja Sektor Pariwisata Jawa Barat
Akses Mudah, Rakyat Bisa Menikmati
Dalam banyak pidatonya, ia kerap menyinggung pentingnya keadilan akses. Tidak terkecuali dalam sektor pariwisata. Ia tampaknya sadar bahwa tempat wisata yang indah tidak akan memberi dampak jika sulit dijangkau.
Karena itu, infrastruktur penunjang seperti jalan, transportasi umum, dan fasilitas publik menjadi perhatian.
Untuk infrastruktur jalan, misalnya, KDM menaikkan pagu anggaran tahun ini (2025) yang sebelumnya hanya Rp. 900 miliar menjadi Rp. 2,4 triliun. Targetnya adalah menuntaskan jalan provinsi sepanjang 3.200 kilometer.
Selain untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, hal ini juga membuka peluang ekonomi baru bagi warga sekitar.
Pariwisata untuk Semua Kalangan
Salah satu nilai kuat yang melekat dalam gaya kepemimpinan KDM adalah keberpihakan pada rakyat kecil. Pariwisata, menurut cara pandangnya, tidak boleh eksklusif.
Harus bisa dinikmati oleh semua kalangan, termasuk warga lokal.
Ia mungkin akan mendorong pengembangan wisata berbasis komunitas. Memperbanyak homestay murah. Dan, memastikan ada program wisata terjangkau untuk pelajar dan keluarga menengah ke bawah.
Promosi Era Digital yang Efektif
Sebagai pemimpin yang aktif di media sosial, KDM memahami kekuatan promosi digital. Ia tampaknya sadar bahwa dalam era sekarang, tempat wisata tidak cukup hanya bagus secara fisik, tapi juga harus punya "daya viral".
Dari sinilah muncul ide untuk menciptakan spot-spot wisata yang fotogenik, menggandeng influencer lokal, dan menggunakan platform digital pemerintah untuk promosi.
Dengan sentuhan kreatif, tempat wisata di desa pun bisa mendunia.
Diakhir tulisan ini, saya mencoba meneropong lebih jauh persepktif KDM, bahwa dalam konteks pariwisata, bukan hanya soal gedung dan angka kunjungan, tapi soal manusia, nilai, dan masa depan.
Pariwisata yang ia impikan tampaknya adalah pariwisata yang ramah pada alam. Termasuk, mengangkat budaya lokal, berpihak pada rakyat kecil, dan bergerak dinamis dalam era digital.
Dengan pendekatan seperti ini, maka Jawa Barat tidak hanya bisa menjadi tujuan wisata unggulan. Tetapi juga menjadi contoh bagaimana pariwisata bisa dibangun dengan hati dan nilai. ***