Banjir Kritik Kenaikan BPJS,Anggap Kebijakan Menyengsarakan Rakyat

Kliknusae.com - Langkah Presiden Joko Widodo yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan seperti tertuang dalam Perpres No. 64 tahun 2020 menuai banyak kritik. Kebijakan ini dianggap menyengsarakan rakyat ditengah badai pandemic corona (Covid-19).

Wali Kota Solo, Jawa Tengah FX Hadi Rudyatmo,misalnya,berpendapat  kebijakan menaikan iuran BPSJ ini  semakin membebani masyarakat yang sudah terdampak Covid-19

"Enggak tepatlah (kebijakan) presiden itu, apa tidak bisa menunggu tahun anggaran depan atau sampai pandemi selesai, atau paling tidak mereda lah," katanya saat ditemui di Balaikota Solo, Kamis (14/5/2020).

Perpres tersebut, lanjutnya, memang memberi keringanan bagi peserta JKN-KIS yang menunggak.

Mereka dapat mengaktifkan kembali kepesertaan JKN-KIS dengan membayar tunggakan iuran 6 bulan meskipun tunggakan sebenarnya lebih dari itu. Pembayaran tunggakan yang dimaksud paling lambat diserahkan sebelum 2021.

Akan tetapi, dia mengingatkan bahwa sejauh ini banyak masyarakat yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Para pelaku bisnis dan UMKM pun omsetnya menurun.

"Apa enggak menyengsarakan rakyat? Mikir makan saja susah kok malah disuruh melunasi tunggakan," katanya.

Bagi Pemda Kota Solo sendiri,Perpres itu berpotensi membuat Pemkot Solo berhutang ke BPJS. Selain membayar penerima bantuan iuran(PBI), Pemkot juga dibebani subsidi bagi pekerja bukan penerima upah (PBPU) sebesar Rp 16.500.

Terlebih, anggaran Pemkot di tahun 2020 sudah terkuras untuk penanganan Covid-19 sejak Maret lalu.

"Kami hitung-hitung per Juni sampai Desember kami akan berhutang ke BPJS. Kami sudah sampaikan ke BPJS akan kami bayar tahun 2021," katanya.

Ketum Partai Demokrat AHY

Hal senada juga disampaikan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengkritik langkah Presiden Joko Widodo yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan ketika banyak masyarakat yang terdampak pandemi virus corona (Covid-19).

Menurutnya, langkah itu bisa membuat masyarakat makin sengsara yang terkena tekanan ekonomi.

"Masyarakat sedang membutuhkan fasilitas jaminan kesehatan, sementara pandemi juga menciptakan peningkatan pengangguran dan angka kemiskinan," kata AHY lewat akun Twitter pribadinya, Kamis (14/5/2020).

"Masyarakat ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga pula," tambahnya.

AHY mengamini bahwa anggaran BPJS Kesehatan masih defisit. Namun, bukan berarti menaikkan iuran perlu dilakukan di tengah wabah seperti sekarang.

Menurut AHY, pemerintah masih bisa melakukan realokasi anggaran pembangunan infrastruktur yang tidak mendesak untuk menutupi kebutuhan Rp 20 T untuk BPJS Kesehatan. Dengan begitu, iuran tidak perlu dinaikkan.

"Jika selama ini proyek infrastruktur bisa ditalangi lebih dahulu, negara pastinya bisa lebih prioritaskan kesehatan rakyat saat ini," ucap AHY.

AHY mengingatkan bahwa BPJS Kesehatan dibentuk agar negara hadir dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.

Terutama di tengah krisis kesehatan dan tekanan ekonomi di tengah pandemi seperti saat ini.

"Kita harus prioritaskan jaminan kesehatan untuk masyarakat," tuturnya

Seperti diketahui, keputusan Jokowi menaikkan tarif kepesertaan BPJS Kesehatan tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres itu diteken Jokowi pada 5 Mei lalu.

Rencananya, tarif kepesertaan Mandiri kelas III akan naik dari Rp25.500 per peserta per bulan menjadi Rp35 ribu per peserta per bulan atau 37,25 persen pada 2021 dan seterusnya.

Lalu, tarif Mandiri kelas II akan naik dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu per peserta per bulan dan Mandiri kelas I dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu per peserta per bulan mulai Juli 2020.

(adh/cnn)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya