KLIKNUSAE.com - Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang mengatur kemasan rokok berpotensi merugikan RI hingga ratusan triliun.
Hal itu disampaikan Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (INDEF) yang memprediksi penerapan tersebut berpotensi membawa kerugian ekonomi negara.
Andry Satrio Nugroho, Kepala Center of Industry, Trade, and Investment INDEF, mengungkapkan sejumlah pasal dalam aturan tersebut dinilai tidak produktif.
Yakni, mulai dari pembatasan penjualan di sekitar sekolah, pembatasan iklan rokok, hingga penerapan kemasan polos.
BACA JUGA: Kemenparekraf Akan Terapkan Larangan Merokok di Tempat Wisata, Ini Tanggapan Pengusaha
Seluruh kebijakan ini dinilai akan menekan kinerja industri hasil tembakau (IHT) dari hulu hingga hilir.
Andry memperkirakan, tekanan terhadap kinerja industri ini dapat menghilangkan potensi ekonomi Indonesia hingga Rp 306 triliun, setara dengan 1,5 persen dari PDB.
Penyumbang dampak terbesar
Dari total angka tersebut, kebijakan kemasan polos tanpa merek diprediksi menyumbang dampak terbesar, mencapai Rp 182,2 triliun.
“Hitungan kami, penerapan kemasan polos ini bisa menyebabkan kehilangan hingga Rp 182,2 triliun,” ujar Andry seperti dikutif dari Detikfinance, hari ini.
BACA JUGA: Waduh, Vape atau Rokok Elektrik Sebabkan Orang Sekeliling Ikut Rusak
Menurutnya, kemasan polos ini berisiko meningkatkan peredaran rokok ilegal di dalam negeri. Dampaknya, penjualan rokok konvensional atau legal bisa menurun drastis, terutama untuk produk golongan I dan II.
“Kemasan polos mempercepat downtrading dan switching ke rokok ilegal, yang pada akhirnya menggerus permintaan rokok legal hingga 42,09 persen,” jelasnya.
Selain itu, aturan larangan berjualan dalam radius 200 meter dari institusi pendidikan formal diperkirakan akan memukul sekitar 33,08 persen ritel. Potensi ekonomi yang hilang dari kebijakan ini mencapai Rp 84 triliun.
Sementara itu, pembatasan iklan rokok diyakini dapat mengurangi permintaan jasa periklanan hingga 15 persen. Dengan total kehilangan nilai ekonomi mencapai Rp 41,8 triliun.
Andry menutup keterangannya dengan menekankan bahwa jika ketiga skenario—kemasan polos, pembatasan penjualan, dan larangan iklan—dijalankan bersamaan, total dampak ekonomi yang hilang bisa mencapai Rp 308 triliun. Atau setara 1,5 persen dari PDB.