Potensi Omset Kereta Cepat Jakarta-Bandung, 10 Miliar Per Hari
KLIKNUSAE.com – Potensi omset kereta cepat Jakarta-Bandung diperkirakan mencapai Rp 10,5 miliar per hari.
Hitungan ini berdasarkan klaim PT KCIC (Kereta Cepat Indonesia China) atas dasar hasil riset Polar UI pada 2021.
Dimana mengenai potensi penumpang dari kereta cepat yang diperkirakan bisa mengangkut 30.000 penumpang harian. Dengan, harga tiket yang dipatok pada kisaran Rp 350.000 sekali jalan.
Sebetulnya angka ini lebih rendah, jika dibandingkan hasil dari riset LAPI ITB yang sempat merilis angka pengguna 61.000 penumpang per hari.
Sehingga, sebetulnya potensi omset kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut bisa lebih tinggi lagi.
Presiden Direktur KCIC Dwiyana Slamet Riyadi dalam pernyataan di Jakarta belum laa ini, mengatakan potensi penumpang tetap ada karena Jakarta menjadi pusat ekonomi, bisnis, dan perdagangan, yang ramai dikunjungi masyaraka.
BACA JUGA: Industri Pariwisata Pangandaran Dorong Percepatan Akses Tol dan KA
Selain itu, menurut dia, kereta cepat ini akan melalui daerah industri yang sedang tumbuh di sepanjang jalur Jakarta-Bandung.
Bahkan, penumpang akan tetap tinggi meski ada realisasi pemindahan ibu kota ke Kalimantan.
"Pemindahan IKN tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah penumpang mengingat Kota Jakarta masih tetap menjadi kota perdagangan utama dan akan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi di sekitarnya," ujarnya.
Ia juga mengakui jumlah penumpang kereta cepat Jakarta-Bandung ini akan terdampak pandemi Covid-19 dan mempengaruhi proyeksi pengangkutan hingga lima tahun ke depan.
BACA JUGA: Tahun Depan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Rampung
"Perhitungan demand forecast yang terkini menggunakan pendekatan serta asumsi pertumbuhan yang konservatif, terutama di lima tahun pertama masa pengoperasian, dan tentu kami terus berharap pandemi ini segera usai sehingga mobilitas warga bisa kembali normal," katanya.
Meski demikian, ia menyakini potensi perekonomian yang membaik dan kembalinya aktivitas manusia bisa menjadi harapan adanya peningkatan jumlah penumpang kedepannya.
"Walaupun dalam lima tahun pertama pertumbuhan penumpang diasumsikan kecil (konservatif). Namun di tahun berikutnya diharapkan akan ada masa mobilitas orang akan membaik seiring dengan menggeliatnya perekonomian kita pasca-Covid-19," kata Dwiyana.
BACA JUGA: Menhub Optimis Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Rampung 2021
Menimbulkan Kontroversi
Sayangnya, pembangunan Kereta Api Cepat ini sendiri masih memunculkan kontroversi. Termasuk, kenapa pemberhentian terkahir, justru berada di liar Kota Bandung.
Yakni di Tegalluar yang notabene masuk Kabupaten Bandung dan Stasiun Padalarang yang merupakan wilayah Kabupaten Bandung Barat.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, mengatakan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung memang bisa dibilang proyek serba "nanggung".
"Kereta Cepat Jakarta Bandung proyek yang nanggung, karena apa? Stasiun terakhirnya ada di pinggiran keramaian di Tegalluar, bukan di Kota Bandung," kata Djoko.
BACA JUGA: Ini Alasan Stasiun Kereta Api Cepat Tidak Di Kota Bandung
Sebagai ilustrasi, apabila seorang penumpang kereta cepat turun di Padalarang dan memutuskan berganti moda menggunakan kendaraan.
Maka ia harus menempuh jarak 23 kilometer menuju pusat Kota Bandung.
Dengan jarak sejauh itu, waktu tempuh yang diperlukan adalah sekitar 41 menit. Itu pun jika jalanan tidak lancar.
Padahal, jalan arteri Padalarang-Bandung terkenal dengan kemacetannya. Dalam kondisi macet, waktu tempuhnya menjadi 1 jam lebih.
BACA JUGA : Pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung Disetop,Ada Apa?
Sementara apabila penumpang memutuskan untuk menggunakan kereta pengumpan atau feeder yang disediakan PT KAI, maka waktu yang dibutuhkan adalah sekitar 18-22 menit.
Itu pun, belum menghitung waktu yang diperlukan penumpang kereta cepat untuk berjalan kaki untuk berpindah stasiun.
Sebagai informasi, stasiun kereta cepat dan kereta feeder berada di lokasi yang berbeda. ***
Sumber: Kompas.com