Dilarang Liburan, Maskapai Negara Ini Siap-siap Rontok

Kliknusae.com - Pesawat penerbangan Inggris, siap-siap dikandangkan lagi. Warning ini muncul setelah Perdana Menteri Inggris Boris Johnson melarang perjalanan liburan warganya ke luar negeri.

Tak khayal lagi, kebijakan lockdown yang berlaku mulai Kamis, 29 Oktober hingga 2 Desember 2020  ini memberikan pukulan terbaru terhadap maskapai penerbangan.

Padahal industri penerbangan Inggris sendiri sedang berjuang untuk bertahan dari jatuhnya permintaan.

Menurut salah satu sumber yang tidak ingin diungkapkan namanya, maskapai di Inggris belum mendapatkan informasi soal pembatasan ini sebelum pengumuman lockdown oleh PM Johnson pada Sabtu malam.

Maskapai telah terguncang dari pandemi Covid-19 dengan sejumlah pekerja terpaksa mengalami PHK, sedangkan armada terpaksa parkir di hanggar dalam waktu lama.

Sejumlah maskapai juga memulai langkah penjualan aset untuk bertahan dari penurunan permintaan perjalanan.

Dalam menanggapi kebangkitan infeksi Covid-19 selama musim dingin, banyak maskapai memangkas kapasitas untuk menurunkan biaya.

EasyJet Plc, maskapai berbiaya rendah terbesar kedua di Eropa, menyatakan bahwa pihaknya akan mengoperasikan penerbangan terjadwal hingga Kamis.

"Kemungkinan banyak jadwal yang terkait dengan Inggris akan dibatalkan selama lockdown. Rencana penerbangan kami akan dilanjutkan pada awal Desember," ungkap manajemen EasyJet dalam sebuat pernyataan, seperti dikutip Bloomberg.

Maskapai tersebut menekankan kembali seruannya terhadap dukungan pemerintah untuk industri penerbangan.

British Airways mengatakan tengah menilai informasi baru dan akan terus memberi tahu pelanggannya tentang perubahan rencana perjalanan.

Induk British Airways, IAG SA, mengatakan bulan ini akan mengoperasikan hanya 30 persen dari total kapasitas pada kuartal saat ini.

Sementara itu, EasyJet telah meraih hampir uS$400 juta dari transaksi penjualan dan penyewaan kembali untuk beberapa pesawat Airbus A320.

Bahkan sebelum tindakan penguncian terbaru di negara-negara seperti Prancis dan Jerman, Asosiasi Transportasi Udara Internasional telah memperkirakan bahwa industri penerbangan global berpotensi mengalami kerugian senilai US$77 miliar pada paruh kedua tahun ini. (BI/adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya