Herman Muchtar: Pembangunan Budaya Lokal Harus Tepat Sasaran
Kliknusae.com, Bandung - Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI Jawa Barat menyambut baik keinginan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk mendorong masyarakat Indonesia memanfaatkan kearifan lokal di daerah masing-masing sebagai upaya membangun pariwisata berkelanjutan di era adaptasi kebiasaan baru (AKB).
"Ini oke-oke saja, yang penting adalah pemahaman,penjabaran dan pelaksanaannya di lapangan tepat sasaran. Dalam kondisi terpuruk seperti sekarang, memang dibutuhkan percepatan pemulihan ekonomi agar industri bisa segera jalan," kata ketua GIPI Jawa Barat Herman Muchtar ketika dihubungi Kliknusae.com, Rabu (02/09/2020).
Menurut Herman-yang juga Ketua PHRI Jawa Barat ini, terkait budaya lokal yang bisa menarik kunjungan wisatawan Jawa Barat memiliki banyak potensi. Bahkan di setiap kabupaten dan kota, ada saja ikon yang sangat unik dan menarik. Persoalannya, untuk membangkit aset tersebut tentu dibutuhkan pemahaman yang sama.
Apalagi dalam kondisi pandemi seperti sekarang, keberadaan budaya lokal yang sangat unik tersebut sebetulnya bisa dikemas sebagai salah satu daya tarik wisatawan. Dengan cara ini, diharapkan bisa membantu pemulihan ekonomi di Jawa Barat, supaya tidak menimbulkan keterpurukan lebih parah lagi akibat pandemi corona yang sudah berjalan memasuki bulan ke-7.
"Oleh sebab itu, kami juga sudah merekomendasikan masuknya pesawat-pesawat jet ke Bandara Husein Sastranegara, seperti Garuda Indonesia,Lion Group, Citilink dan lainnya," kata Herman.
Kalau semua nanti berjalan sesuai yang direncanakan,lanjutnya, masuknya maskapai ini akan membantu peningkatan okupansi hotel.
"Kalau kita bicara okupansi hotel di Jabar sebelumnya, tidak lebih dari 10 persen. Nah sekarang kan baru meningkat sekitar 15 persen. Sementara PHRi sampai akhir Desember ini mentargetkan ada pertumbuhan sampai di 30 persen," paparnya.
Oleh karenanya, Herman juga mengapresiasi keinginan Kemenparekraf untuk membangkitkan lagi budaya yang berbasis keunikan dari tradisi dan kearifan lokal suatu daerah. Namun tentunya juga harus didukung sektor lain, seperti transportasi udara dengan harga yang terjangkau.
Sebagaimana diketahui, Staf Ahli bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi Kemenparekraf/Baparekraf, Frans Teguh, pekan lalu mengungkapkan Indonesia sebagai negara yang terdiri dari beraneka ragam budaya memiliki berbagai macam kearifan lokal yang dapat menjadi potensi wisata yang menarik bagi wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara.Sehingga, keanekaragaman kearifan lokal tersebut menjadi hal yang penting dalam membangun pariwisata berkelanjutan.
"Kebudayaan merupakan dasar pembangunan kepariwisataan Indonesia. Pengembangan destinasi wisata sebagai salah satu pilar pembangunan kepariwisataan nasional esensinya merupakan pemanfaatan warisan kebudayaan itu sendiri," kata Frans saat tampil sebagai pembicara dalam webinar Sustainable Tourism Development Forum dengan tema "Kearifan Lokal dan Amdal Budaya dalam Pembangunan Kepariwisataan Berkelanjutan di Era Adaptasi Kenormalan Baru".
Frans mengatakan salah satu sektor pariwisata Tanah Air yang diminati oleh wisatawan adalah wisata.
Ia menilai perlu ada pengelolaan kepariwisataan yang mengedepankan nilai-nilai luhur dan kebudayaan bangsa, nilai-nilai keagamaan, serta kelestarian dan mutu lingkungan hidup.
"Jadi dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan, kebudayaan suatu daerah harus diutamakan. Kegiatan pembangunan kepariwisataan semestinya dapat berkontribusi dalam perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan," katanya.
Ketua Dewan Kepariwisataan Berkelanjutan Indonesia, I Gede Ardika menambahkan, kearifan lokal dan kekayaan budaya setempat merupakan warisan yang harus dijaga oleh seluruh kalangan, terutama oleh masyarakat setempat dengan memperhatikan aspek kesejahteraan masyarakat.
"Kebijakan pembangunan kepariwisataan dan kegiatan kepariwisataan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keindahan, nilai arkeologis dan budaya yang harus dilindungi, untuk diteruskan kepada generasi mendatang," paparnya.
Selain itu, kegiatan kepariwisataan juga harus bisa menjamin agar produk budaya tradisional, kerajinan, dan folklore tetap dapat berkembang dan tidak menjadi produk standar.
Sementara itu, Direktur Utama Lembaga Strategi Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat dan Budaya (Lemstrada) Universitas Indonesia, Prudentia MPSS, menuturkan pemanfaatan kearifan lokal juga perlu dibarengi dengan analisis dampak lingkungan (amdal) dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan.
Amdal berfungsi sebagai bahan perencanaan pembangunan suatu destinasi wisata dan memberikan informasi terhadap masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha.
"Untuk mengembangkan pariwisata berkelanjutan, kita perlu membuat suatu pemetaan terlebih dahulu. Seperti peta perkembangan objek kebudayaan di seluruh wilayah Indonesia, peta perkembangan faktor budaya, peta Sumber Daya Manusia kebudayaan, lembaga kebudayaan, dan pranata kebudayaan di seluruh wilayah Indonesia untuk mengidentifikasi sarana dan prasarana kebudayaan di seluruh wilayah Indonesia, serta permasalahan yang dihadapi dan bagaimana cara mengatasinya," jelas Prudentia.
Dalam kesempatan tersebut, Peneliti Ahli Utama Direktorat Kebijakan Strategis Kemenparekraf/Baparekraf, Robby Ardiwidjaja, menyebutkan masyarakat di sekitar destinasi wisata perlu meningkatkan pemanfaatan budaya dan lingkungannya yang bertumpu pada keunikan dan kelokalan dari akar budaya kehidupan keseharian sebagai daya tarik wisata secara berkelanjutan.
"Pemanfaatan kearifan lokal sebagai potensi wisata ini memberikan peran kepada masyarakat untuk memperkenalkan sekaligus menciptakan apresiasi dan kepekaan terhadap nilai-nilai sosial, budaya, dan tradisi setempat. Hal ini juga bisa membuka kesempatan kepada masyarakat setempat untuk menjadi pelaku-pelaku dalam kegiatan pariwisata budaya baik secara aktif maupun pasif," tutur Robby.
Hal senada juga disampaikan oleh anggota Lemstrada UI, Heriyanti O. Untoro yang menilai, dalam pengutamaan kearifan lokal, perlu ada keterlibatan masyarakat setempat bekerja sama dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengembangkan tradisi dan destinasi wisata, terutama di masa adaptasi kebiasaan baru pascapandemi COVID-19.
"Pemanfaatan kearifan lokal ini bisa memperkuat dan melestarikan identitas budaya lokal. Semakin banyak budaya yang dilestarikan, akan semakin meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat," ucap Heriyanti.
Dibagian lain, Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ahmad Mahendra, menyatakan pihaknya telah melakukan upaya pengutamaan dan konservasi kearifan lokal untuk dapat dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan dan potensi wisata.
Yaitu melalui gerakan nasional dan pembuatan film "Rekam Pandemi" yang dilaksanakan bekerja sama dengan Asosiasi Dokumenteris Indonesia.
"Kami menginisiasi program "Rekam Pandemi" ini sebagai upaya memberikan stimulus dan jaring pengaman sosial bagi pekerja seni dan budaya yang terdampak, khususnya dokumenteris (pembuat film dokumenter). Selain itu, kegiatan ini diharapkan ke depan dapat dipakai sebagai modal pengelolaan dan pengembangan budaya," ucap Ahmad.
Dalam kesempatan itu para peserta berharap untuk dapat segera diimplementasikannya tools dan indikator analisis dampak lingkungan (Amdal) Budaya dalam rangka pembangunan kepariwisataan berkelanjutan. (adh)