Pemerintah Sahkan Tanaman Ganja, Ini Ketentuannya

Kliknusae.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian memutuskan ganja  atau bahasa latinnya Cannabis Sativa masuk dalam deretan komoditas tanaman obat.

Hal tersebut  tercantum dalam Keputusan Menteri Pertanian nomor 104 tahun 2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian (Kementan). Ganja masuk dalam komoditas tanaman obat di bawah Direktorat Jenderal Hortikultura.

"Komoditas binaan sebagaimana dimaksud dalam diktum Kesatu dan produk turunannya dibina oleh Direktorat Jenderal masing-masing sesuai dengan kewenangannya," tulis diktum kedua keputusan tersebut.

Sebelum Indonesia, sebetulnya beberapa negara  telah menetapkan ganja sebagai obat. Salah satunya adalah Thailand yang menetapkan 17 formula obat yang mengandung ganja.

Sedangkan Indonesia, ganja masih masuk dalam narkotika golongan I pada Undang Undang 35 tahun 2009 tentang narkotika. Pada UU tersebut diatur mengenai produksi, kepemilikan, dan konsumsi.

Produksi dan distribusi ganja dapat menjerat pelaku dengan hukuman hingga seumur hidup dan hukuman mati. Sementara untuk penyalahgunaan ganja dihukum maksimal 4 tahun penjara.

Keputusan Menteri Pertanian yang menetapkan ganja sebagai tanaman obat binaan berlaku sejak ditetapkan pada 3 Februari 2020 lalu oleh Syahrul Yasin Limpo.

Untuk mengetahui ketentuan tanaman ganja selengkapnya bisa klik tautan berikut ini.

Kejayaan Aceh

Sementara itu, Peneliti dari Universitas Syiah Kuala atau Unsyiah, Banda Aceh, Profesor Musri Muswan mengatakan kehidupan rakyat Aceh tidak memerlukan subsidi pemerintah jika saja legalisasi ganja disahkan.

Musri menyebut bahwa potensi komoditi ekspor ganja mempunyai peluang untuk tumbuh besar.

"Warga Aceh dapat membiayai sendiri kehidupannya dengan hasil ekspor ganja. Justru mereka bisa menyumbang ke daerah-daerah lain," ujar Musri saat Diskusi Publik bertemakan Potensi Industri Ganja Aceh sebagai Strategi Pengentasan Kemiskinan yang diselenggarakan The Aceh Institute di Kamp Biawak, Aceh, beberapa waktu lalu.

Musri menjelaskan jika tanaman ganja Aceh memiliki ciri khas tersendiri. Yaitu memiliki kandungan Cannabidiol Oil atau CBD yang tidak dimiliki oleh tanaman ganja dari daerah lain.

Sehingga, keunggulan tersebut dapat menjadi salah satu aspek yang ditonjolkan karena tidak dapat dipenuhi dengan permintaan tanaman ganja dari daerah bahkan negara lain.

Hasil dari proses ekspor tersebut juga dipercaya Musri dapat menjadi solusi pengentasan kemiskinan di Aceh.

Masyarakat hanya perlu diberikan kesempatan menanam ganja, memberikan edukasi dan mengekspornya dengan regulasi-regulasi yang diatur oleh Pemerintah.

Jika dapat dilakukan dengan benar, hanya dalam waktu lima tahun diyakini kehidupan masyarakat Aceh akan membaik.

"Ada regulasi-regulasi yang mengatur itu. Jangan banyak, lima tahun ini saja beri kesempatan. Kalau kita gagal berarti kita tidak mampu menangani potensi yang kita miliki," sambung Musri.

Dalam kesempatan yang sama, Musri juga memaparkan hanya satu zat senyawa yang mengakibatkan tanaman ganja terlarang di Indonesia, yaitu Tetrahidrokanibinol atau THC.

"Yang masalah itu hanya THC saja. Cannabis THC di Aceh bervariasi dari spesies ganja lain. Paling banyak di Aceh jenis sativa, sekitar 30 persen tapi tergantung masa panen," ungkap Musri.

Menurut penelitiannya, zat kimia jenis THC tersebut bisa dihilangkan dalam tanaman ganja tanpa mengorbankan senyawa zat kimia lainnya.

Pasalnya, THC hanya satu dari 1.262 jenis zat kimia yang terkandung dalam tanaman ganja. Sehingga berbagai zat kimia yang lainnya, dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi berbagai kegunaan dalam berbagai bidang seperti disektor kesehatan, makanan, kertas hingga kosmetik. (adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae