Nasib 3000 Anggota Hipmi Jabar Diujung Tanduk,Jika Stimulus Lamban
Kliknusae.com - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Jawa Barat berusaha terus survive ditengah pandemi corona (Covid-19). Namun, sampai kapan bisa bertahan,menjadi pertanyaan besar sekaligus membayangi kekhawatiran mereka.
"Ada 3000 lebih anggota Hipmi di Jawa Barat yang belum tau nasibnya kedepan seperti apa. Kami berusaha tetap bertahan. Buat kami bukan persoalan mengamankan diri sendiri,tetapi bagaimana caranya menyelamatkan bisnis dan karyawan-karyawan kami," kata Ketua Umum Badan Pengurus Daerah (BPD) Hipmi Jawa Barat, Surya Batara Kartika saat dihubungi Kliknusae.com,Minggu (19/4/2020).
Menurut Batara, sektor-sektor yang terdampak dilingkungan Hipmi cukup banyak. Diantara pariwisata, hotel,kafe dan restoran (horeca).
"Dampak langsung dari Covid-19 yang cukup kami rasakan adalah di horeca ini. Sudah banyak yang tutup. Kami sedang mendata secara komprehensif berapa besar usaha yang sudah tutup. Namun laporan sementara sudah ada 20 persen menyataakan tutup," lanjut Surya Batara.
Hipmi Jabar sendiri diisi 100 % para pengusaha dibawah 40 tahun. Sebarannya adalah 60 % pengusaha kecil, 30 % pengusaha menengah dan selebihnya 20 % campuran,menengah kecil dan lainya.
Kini, dampak tidak langsung pandemic corona makin meluas karena terjadinya penurunan daya beli masyarakat. Ditambah lagi, adanya realokasi anggaran sehingga kian menghimpit pengusaha sektor riil ini.Menurut Batara, banyak dari para pengusaha muda yang banting setir supaya bisa survive,walau beberapa diantaranya sudah ada yang merumahkan,tapi belum sampai tahap PHK.
"Sebagian teman-teman sudah ada yang merumahkan karyawannya, sebagian lainnya masih mencoba bertahan dengan kondisi yang ada sekarang," ungkapnya.
Selain bergerak di perdagangan,banyak juga anggota Hipmi yang bermain di sektor konstruksi dan infrastruktur di pemerintahan saat ini juga terpaksa berhenti beroperasi karena terjadi pergeseran anggara.
"50 persen anggaran daerah dan pusat difokuskan untuk penanggulangan corona sehingga tidak ada kegiatan infrastruktur lagi," katanya.
Gugus Tugas
Hipmi sendiri telah membuat gugus tugas yang awalnya fokus di keselamatan dan kesehatan para anggota,termasuk membantu pemerintah untuk menyampaikan sosialisasi penanggulangan Covid-19.
"Sekarang fokus utamanya kami adalah bergeser pada selamatan ekonomi menghadapi recovery. Kenapa kami menekankan disini, karena arahnya sekarang sudah menjurus ke krisis ekonomi," papar Surya.
Kondisi ini sudah terasa sejak adanaya himbauan untuk melakukan kerja di rumah (Work From Home,WFH), dua pekan terkhir.
"Tantangan pertama adalah beradaptasi terkait dengan culture perusahaan yang baru, karena kan biasanya selalu bertatap muka, tapi sekarang WFH. Syukurlah kami ini 100 % usianya dibawah 40 tahun sehingga cepat menyesuaikan," akunya.
Semua bisa beradaptasi dalam konteks metode kerja,tetapi dalam hal dampak tidak langsung akibat penyebaran Covid-19 ini masih menjadi kekhawatiran para anggota Hipmi.
"Kami sendiri mengapresiasi tindakan-tindakan pemerintah yang akan memberikan harapan kepada para pengusaha untuk bisa bertahan. Cuma memang yang kami sayangkan ditahapan implementasinya sampai hari ini belum terasa," ungkap Surya.
Jika stimulus yang dijanjikan pemerintah lamban dan tidak segera direalisasikan untuk membantu pengusaha yang terdampak Covid-19, maka tinggal menunggu waktu saja menuju kebangkrutan bersama.
Hipmi jauh hari sudah menyampaikan beberapa usulan,langkah dan tindakan kepada pemerintah untuk memperhatikan efek ekonomi yang ditimbulkan dari situasi sekarang ini.
Pertama,bagaimana caranya kita dapat meningkatkan daya saing saat memasuki recovery nanti.
Hipmi melihat pemerintah masih saja fokus di kesehatan,keselamatan dan jaring pengaman sosial, seperti melalui kartu pra kerja.
"Menurut kami kartu pra kerja ini bukan kebijakan untuk pemulihan ekonomi,melainkan kebijakan untuk pengamaman sosial. Sifatnya, sama sekali belum bisa menggerakan roda ekonomi secara masif. O objeknya baru sebatas kepada karyawan-karyawan yang terkena PHK,artinya sama aja mengabulkan permintaan untuk PHK," tegasnya.
Seharusnya yang menjadi objek pemulihan ekonomi adalah bagaimana para pengusaha bisa terus menjalankan roda usahanya, sehingga bisa membayar gaji karyawannya.
Untuk itulah dibutuhkan action stimulus,kebijakan moneter dan fiskal. Bisa dengan penangguhan pembayaran kredit,keringanan bunga.
"Biarkan perusahaan terus beroperasi dulu dengan modus survival,biar jalan dulu sampai benar-benar mampu mandiri lagi," pinta Surya.
Lebih jauh dari itu, momentum pandemi corona ini seharusnya bisa dijadikan sebagai lompatan meningkatkan produktivitas dan daya saing dalam negeri.
"Tapi bukan latihan kerja ya,pelatihan untuk performance perusahaan,pelatihan untuk mendapatkan sertifikasi. Contoh misalnya untuk kegiatan suplay Alat Pelindung Diri (AD),sembako yang mana itu adalah belanja pemerintah,harusnya melibatkan para pengusaha, diberbagai macam level untuk bisa ikut berkontribyusi sebagai suplyer juga,"
"Tinggal masalah standarisaisnya saja agar dilatih oleh pemerintah seperti dalam hal APD, mohon kami diberikan pelatihan standarisasinya, supaya kita juga mampu sebagai suplayer," pungkas Surya.
(adh)