Sekda Pagaralam, Syamsul: Harimau Tidak Pernah Turun Ke Pemukiman,Tapi..?
Kliknusae.com - Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pagaralam,Sumatera Selatan Syamsul Bahri Burlian mengemukakan bahwa sejauh ini aktivitas pariwisata di daerah berhawa pegunungan tersebut berjalan seperti biasa.
Penduduk tak merasa risau pasca kemunculan harimau. Bahkan kini banyak warga sedang menyiapkan untuk kedatangan para wisatawan yang ingin berlibur akhir tahun.
"Perlu saya luruskan, bahwa tidak ada harimau yang turun ke pemukiman penduduk atau ke kampung-kampung. Harimau muncul di sekitar hatibatnya di hutan lindung yang berdekatan dengan komunitas manusia," kata Syamsul Bahri ketika dihubungi Kliknusae.com, Rabu malam (04/12/2019).
Syamsul yang sebelum menjadi Sekda menjabat Kepala Dinas Pariwisata Kota Pagaralam menjelaskan pihaknya bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan telah mengambil langkah-langkah agar tidak terjadi gesekan antara manusia dan harimau.
Diantara upaya yang dilakukan adalah supaya manusia jangan memasuki wilayah atau habitat mereka (harimau).
"Jadi, jangan ada persepsi dalam benak kita bahwa harimau itu berkeliling-keliling di destinasi wisata.Bukan. Yang terjadi, sudah banyak manusia yang mendirikan pemukiman di dekat hutan lindung, dimana harimau selama ini hidup," tandas Syamsul.Karena wilayahnya merasa diusik,lanjut Syamsul, harimau itu muncul untuk memberikan peringatan kepada manusia.
"Naluri Harimau itu kan seperti Gajah. Kalau nenek moyangnya di usik, dia tentu tidak terima. Apalagi sampai jatah makanan juga ikut disentuh, mereka juga jadi marah," lanjut Syamsul.
Syamsul meluruskan soal ada korban manusia yang dikatakan diterkam. Padahal yang terjadi sesungguhnya hanya dicakar. Mereka adalah beberapa remaja yang mendirikan kemah di Tugu Rimau yang masuk hutan lindung.
Tugu Rimau ini sendiri merupakan pintu masuk utama menuju Puncak Gunung Dempo. Selama ini jalur pendakian hanya melewati rute ini.Selanjutnya di Rimba Candi juga masuk kawasan hutan lindung dimana wilayah itu merupakan lintasan harimau. Hutan lindung tersebut telah diserahkan dari pemerintah ke masyarakat untuk dikelola.
"Nah, ada lagi kejadian dimana warga Desa Tebat Benawa juga di cakar harimau. Tapi bukan harimaunya yang masuk ke perkampungan, justru ada penduduk yang melakukan aktivitas masuk ke hutan lindung yang jaraknya 1 jam perjalanan dari desa," ungkap Syamsul.
Kemudian ada lagi peristiwa konflik manusia dengan harimau di dekat Desa Pematang Bango. Lokasinya berada sekitar 100 meter dari bibir luar hutan lindung.
"Kalau dirunut peristiwa kemunculan harimau di beberapa titik tersebut, semuanya berada di hutan lindung. Termasuk di destinasi wisata seperti Tugu Rimau Tadi," tambahnya.
Selebihnya,kata Syamsul, tidak ada masalah. Banyak destinasi wisata menarik yang tetap menjadi favorit wisatawan. Namun dengan adanya pemberitaan soal kemunculan harimau, tingkat kunjungan wisatawan ada mengalami penurunan.
"Mungkin orang agak kaget dan belum mengetahui secara persis sehingga mereka masih menunda perjalanan berwisata di beberapa objek wisata yang ada di Pagaralam," ujar Syamsul.
Musim kemarau yang masih berlangsung hingga sekarang,menurut Syamsul, bisa jadi merupakan pemicu terjadinya kekurangan makanan bagi harimau di hutan lindung. Termasuk aktivitas masyarakat yang berburu babi sehingga mengurangi jatah makanan mereka.Disinggung apakah ada upaya untuk melakukan penertiban terhadap masyarakat yang bermukim di kawasan hutan lindung, Syamsul mengemuakan bahwa hal itu membutuhkan waktu. Apalagi mereka sudah berada cukup lama di dekat kawasan hutan lindung.
"Namun yang sudah pasti, kami bersama BKSDA berupaya meminimalisir agar tidak ada lagi kemunculan harimau. BKSDA telah memasang alat yang bisa mendeteksi aktivitas harimau di sekitar kawasan hutan lindung," jawabnya.
(adh)