Wishnutama Harus Berani Memberikan Insentif Pemain "Inbound"
Kliknusae.com - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio harus berani memberikan insentif bagi pemain inbound (tur operator wisatawan yang plesiran ke dalam negeri). Hal ini bertujuan agar upaya menggenjot target wisatawan 20 juta pada tahun 2020 bisa lebih realistis.
Sampai hari ini belum ada data yang pasti, dari 40.000 biro perjalanan wisata di Indonesia, berapa banyak yang memang fokus di inbound.
"Selama ini pemerintah sering melaksanakan Bimtek,tetapi sasarannya apakah untuk oudbound (tur operator wisatawan domestik keluar negeri) atau inbound, belum jelas. Kalau Pak Menteri ingin menggaet wisatawan mencanegara, saatnya sekarang fokus pada inbound," kata Sekretaris Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Jawa Barat Djoni Sofian Iskandar ketika dihubungi Kliknusae.com, Senin (28/10/2019).
Sebagaimana diketahui Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama pesimis bisa memenuhi target wisman dengan jumlah 18 juta hingga akhir 2019.
Pasalnya 2019 tinggal menyisakan waktu tiga bulan. Padahal dari sektor pariwisata ini diharapkan bisa menyumbang devisa negara.
Wishnutama pun menyampaikan ide ke Presiden Jokowi untuk menggarap wisman yang datang dengan kategori premium. Artinya mereka yang memiliki pengeluaran lebih besar, bisa lima atau 10 kali lipat dari wisman biasa.
Keinginan tersebut,kata Djoni, cukup realiastis jika mendapat dukungan penuh dari semua stakeholder. Namun demikian banyak variable yang harus dipersiapkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dalam mewujudkan mimpi tersebut."Salah satu yang saya sampaikan tadi yakni memberikan insentif kepada pemain inbound. Insentif ini harus dibedakan antara inbound dan outbound, terutama dalam hal pajak.Tidak bisa dipukul rata karena inbound jelas ia mendatangkan devisa," ungkap Djoni.
Pertanyaan lain adalah seberapa banyak kementerian pariwisata menghimpun tur operator di luar negeri yang bermain outbound (mengirim wisatawan ke Indonesia).
"Angka ini diperlukan supaya kita bisa membuat mapping sehingga akan tau, berapa sebetulnya kapasitas yang bisa dicapai untuk menuju ke angka 20 juta wisman yang datang ke Indonesia," tambahnya.
Sebab, selama ini Kemenpar masih terjebak pada pembahasan destinasi saja seperti bicara 3C dan sebagainya,sementara faktor penunjung seperti tur operator (inbound) belum mendapat perhatian serius.
"Untuk menggaet wisatawan premium kan kita juga harus mengetahui berapa data pelaku inbound. Mereka itu bermain dimana, apakah di MICE tourism atau Luxury Travel. Nah, kalau yang terakhir biasanya berangkat dari Family, Couple ataun intensif dari perusahaan. Angka ini biasanya yang punya adalah agent dari luar negeri, kemenparekfraf harus memiliki data itu sebagai modal dasar dalam mempetakan wisatawan premium tadi, " papar Djoni.
Setelah memiliki bank data tersebut, Kemenparekraf bisa menyeleksi dari sekian banyak pemain inbound itu harus diarahkan kemana.
"Tidak bisa kemudian, semua di arahkan ke Bali. Harus ada pemetaan, bagaimana untuk segmentasi Jawa Barat,Sumatera,Kalimantan,Indonesia Timur dan beberapa kawasan destinasi Indonesia lainnya," ujar Djoni.
Djoni memberi contoh, untuk luxury travel atau wisatawan premium biasanya meminta akomodasi bintang 5 (five star),direct airline services, apakah fasilitas ini sudah tersedaia dengan baik."Rute penerbangan langsung kan juga masih menjadi problem hingga sekarang. Masih jauh tertinggal dengan Thailand, dimana mereka bahkan berani ikut menjual Bali dalam satu paket yang menarik," jelasnya.
Di tengah lesunya ekspor dan lemahnya pertumbuhan sektor manufaktur, pariwisata memang relatif bisa lebih cepat mendatangkan devisa yang sangat dibutuhkan negara yang sudah sekian lama mengalami defisit kembar.
Apa lagi, kita punya modal untuk menggenjot pariwisata seperti kekayaan alam, budaya dan seni beragam serta kuliner yang enak-enak. Semuanya bisa dijual ke warga dunia yang tengah gandrung travelling.
(adh)