Ngeri Amat Jika Sriwijaya Air Dipaksa Terbang

Kliknusae.com- PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk (GMFI) atau GMF tampaknya bertekad bulat untuk tidak lagi memberikan ruang kepada  Sriwijaya Air.

Pasalnya, kondisi manajemen maskapai tersebut makin memburuk. Tidak saja mulai terseok-seok, tapi seperti besi tua yang "karatan" karena mulai kesulitan memperoleh suku cadang.

Ya, PT Sriwijaya Air Group memang sudah cukup berat dan sulit bagi maskapai milik Chandra Lie ini untuk terus melanjutkan operasional.

Standar keamanan menjadi perhatian para direksi, yang ujung-ujungnya membuat dua direksi maskapai tersebut mundur dari kursi jabatannya.

Direktur Teknik Sriwijaya Romdani Ardali Adang mengatakan untuk melanjutkan operasional cukup berat karena kondisi suku cadang sudah tidak ada.

"Kami sangat peduli terhadap safety penerbangan, makanya kita buat surat laporan terkini yang dilakukan oleh direktur safety," kata Romdani sebagai mana dikutip CNBC Indonesia, Selasa (1/10/2019) kata Romdani.

Romdani menjelaskan, sejak putus dengan PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk (GMFI) atau GMF, kondisi Sriwijaya Air semakin sulit.

"Kondisi spare part yang tidak ada, hanya ada oli saja dan itu juga terseok-seok. Kemudian orang juga terbatas, limited, yang qualified-nya juga bisa dihitung jari, sisanya adalah yang mekanik dan engineer yang kualitasnya kurang bagus, itu pun sangat sedikit," cerita Romdani.

Sebagai contoh, cerita Romdani, di Cengkareng ada 6 pesawat yang tangani oleh 2 engineer dan 3 mekanik.

Kondisi ini dilaporkan Sriwijaya ke Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) dan hasilnya tidak sempurna.

"Karena dengan kondisi adanya problem yang timbul, dengan wktu yang diperlukan, disediakan dari jam 10 pagi sampai 5 pagi sudah terbang lagi, itu berat untuk membuat pesawat bisa sesuai dengan ketentuan yang berlaku," jelas Romdani.

Oleh sebab itu, dirinya memilih untuk keluar dari manajemen karena memang keadaanya sangat mengkhawatirkan.

"Jadi kami sangat peduli karena surat kami tidak dipedulikan, saya nggak mau menanggung risiko yang terjadi, lebih baik saya mengundurkan diri dengan Pak D.O (Direktur Operasional) sebagai konsekuensi saya sebagai safety penerbangan," pungkas Romdani.

Sebelumnya Direktur Quality, Safety, dan Security Sriwijaya Air Toto Soebandoro memberikan surat rekomendasi kepada Plt Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson I. Jauwena.Surat rekomendasi itu bernomor 096/DV/INT/SJY/IX/2019 tertanggal 29 September 2019.

Dalam uraiannya, Toto menegaskan pemerintah dalam hal ini, Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan atau DGCA (Directorate General Civil Aviation), sudah mempunyai cukup bukti dan alasan untuk menindak Sriwijaya Air setop operasi karena berbagai alasan.

Dalam pertemuan yang dilakukan manajemen, diketahui bahwa ketersediaan tools, equipment, minimum spare dan jumlah qualified engineer yang ada ternyata tidak sesuai dengan laporan yang tertulis dalam kesepakatan yang dilaporkan kepada Dirjen Perhubungan Udara (DGCA) dan Menteri Perhubungan.

Dia mengatakan, ada bukti bahwa Sriwijaya Air belum berhasil melakukan kerja sama dengan JAS Engineering atau MRO (maintenance repair overhaul) lain terkait dukungan line maintenance.

Pecah Kongsi?

Hal ini berarti Risk Index masih berada dalam zona merah 4A (tidak dapat diterima dalam situasi yang ada).

Menurut Toto, situasi ini dapat dianggap bahwa Sriwijaya Air kurang serius terhadap kesempatan yang telah diberikan pemerintah untuk melakukan perbaikan.

Dengan melihat keterbatasan Direktorat Teknik Sriwijaya Air untuk meneruskan dan mempertahankan kelaikudaraan dengan baik, belum adanya laporan keuangan sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan, dan temuan ramp check yang dilakukan oleh inspector DGCA, maka Toto menegaskan pemerintah sudah mempunyai cukup bukti dan alasan untuk menindak Sriwijaya Air setop operasi.

(adh)

Share this Post:

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae