PHRI Kirim Surat Ke Presiden,Hotel Terlalu Banyak Dibebani Sertifikasi

Kliknusae.com - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Surat tersebut berisi masukan terkait dengan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Diantaranya,industri pariwisata khususnya perhotelan merasa keberatan terhadapnya banyak aturan sertifikasi.

"Iya, kami telah mengirimkan surat kepada Bapak Presiden. Kami menyampaikan berbagai masukan terkait dengan kebijakan. Tidak saja, dari PHRI tetapi juga industri pariwisata lainnya. Surat tersebut sudah kami kirim pada 30 Agustus 2019 lalu," kata  Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Maulana Yusran, ketika dihubungi Kliknusae.com,Senin (02/9/2019).

Surat bernomor 442/BPP-PHRI.XVII/08/2019 tertanggal 29 Agustus 2019 tersebut ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PHRI Haryadi BS Sukamdani.

Menurut Alan-begitu sapaan akrab Yusran Maulana, surat tersebut dikirim menjawab keinginan presiden terkait kemudahan bagi pengembangan usaha pariwisata di tanah air. Termasuk beberapa peraturan yang selama ini dinilai mempersulit pelaku industri kepariwisataan.

"Termasuk didalamnya kita singgung soal tiket pesawat, karena kenaikan harga tiket tersebut ternyata berpengaruh terhadap defisit neraca perdagangan,khususnya di sektor pariwisata," kata Alan.

Dikatakan Alan, di daerah pergerakan wisatawan nusantara tidak hanya didominasi oleh leisure,tapi juga bisnis trip sehingga dampak harga tiket ini memperburuk situasi pergerakan ekonomi di daerah.

"Tiket bikin masalah sekarang ini, situasinya membuat dampak ekonomi menjadi sangat kelihatan diberbagai daerah," tandasnya.

Selain permasalahan tiket pesawat tadi,lanjut Hadi,berbagai point yang tak kalah penting dan perlu menjadi perhatian pemerintah adalah banyaknya sertifikasi yang membenani pelaku industri pariwisata,utamanya di sektor perhotelan dan restoran.

"Dari usulan yang kami sampaikan, mayoritas adalah terkait dengan sertifikasi. Kementerian terkait banyak mengeluarkan aturan-aturan sertifikasi yang justru menimbulkan biaya tinggi dan membenani pelaku industri," ujarnya.

Pemerintah menginginkan standar yang tinggi,namun lupa bahwa hal tersebut juga melahirkan biaya yang cukup tinggi pula.

"Kendala lain,setiap kali membuat aturan itu selalu mengambil contoh DKI Jakarta dimana standarnya memang sudah tinggi.Lalu, bagaimana dengan nasib kita yang didaerah, diujung. Dari Sabang sampai Marauke, kan tidak sama. Pertanyaannya kemudian,apakah kita siap melakukan itu," tandas Alan.

Beberapa sertifikasi yang disampaikan tersebut diantaranya Sertifikat Laik Fungsi (SLF),Sertifikat Laik Operasi (SLO), Online Subission System (OSS), dan Sertifikasi Laik Sehat (SLS).

Dalam point surat tersebut juga disinggung mengenai penggunaan genset sebagai backup ketika PLN mengalami gangguan.

Saat ini banyak terjadi kriminalisasi terhadap hotel dan restoran atas pemberlakuan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri terkait SLO dengan menggunakan sangsi pidana yang terdapat pada salah satu pasal dalam Undang-Undang 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, bahkan telah banyak yang diperiksa dan dibuatkan Berita Acara Pidana (BAP) oleh Kepolisian didaerah.

Surat Edaran dari Dirjen Ketenaga Listrikan Kementerian ESDM RI telah disampaikan ke Gubernur dan Kapolda diseluruh provinsi, namun permasalahan Razia Polisi ke Hotel dan Restoran masih berlanjut.

Pelaku usaha membeli Genset melalui distributor dan atau agen resmi yang telah melakukan standar SNI (Standar Nasional Indonesia) terhadap produk yang mereka jual.

Biaya untuk penerbitan SLO cukup mahal karena harus menggunakan konsultan ahli.

Oleh sebab itu, PHRI mengusulkan agar menghapuskan tindakan kriminalisasi terhadap hotel dan restoran atas pemberlakuan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri tersebut.

Permasalahan perizinan di dunia usaha harus menggunakan pendekatan administrative, bukan pendekatan pidana. Jika sudah melalui proses peringatan masih belum terealisasi, maka Pemerintah dapat mencabut izin usahanya bukan melaporkannya ke aparat Kepolisian dan membuat berita acara pidana.

Seharusnya pelaksanaan Sertifikat Laik Operasi (SLO) bukan dilakukan oleh pembeli produk/pengguna, namun dilakukan oleh penjual.

Genset tersebut akan selalu mendapat garansi dari distributor/penyalur baik terhadap SLO maupun hal lainnya yang menyangkut produk yang dijualnya, sejauh pembeli/pengguna melakukan perawatan ke bengkel resmi yang telah disarankan oleh distributor/penyalur.

Kecuali pembeli tidak mengikuti rekomendasi dari distributor/penyalur. Hal ini akan menciptakan jaminan produk yang dijual terhadap konsumen.

Sebagai contoh dalam membeli mobil. Pembeli tidak pernah diwajibkan untuk melakukan SLO, namun pihak distributor/penyalur akan memberikan garansi terhadap produk yang dijual jika pemilik/pembeli konsisten melakukan perawatan mobilnya di bengkel-bengkel yang telah ditunjuk untuk melakukan perawatan terhadap produk yang mereka jual.

(adh)

 

 

Share this Post:

Berita Terkait

E-Magazine Nusae