Hasil Riset, Kinerja Pariwisata Indonesia Merosot

Kliknusae.com - Sektor pariwisata punya peran yang sangat penting dalam mendulang devisa. Tercatat, jasa perjalanan (pariwisata) merupakan sektor yang memiliki nilai ekspor terbesar pada pos transaksi Jasa-Jasa.

Seperti diketahui, bahwa ekspor jasa pariwisata terjadi kala ada wisatawan asing masuk ke Indonesia dan menggunakan layanan dalam negeri, seperti hotel dan penyewaan barang.

Selain itu pembelian barang di dalam negeri oleh wisatawan asing juga dicatat sebagai ekspor jasa pariwisata.

Sedangkan impor merupakan pembelian barang dan jasa penduduk Indonesia yang sedang berwisata di luar negeri.

Nah, portal berita ekonomi, CNBC Indonesia, 11 Agustus 2019 merilis hasil riset terkait kinerja kementerin pariwisata.

Sebagai gambaran, pada tahun 2018 nilai ekspor jasa pariwisata mencapai US$ 14,1 miliar atau 50,3% dari total ekspor jasa pada tahun yang sama.

Artinya, jika kinerja pariwisata tidak bisa digenjot atau bahkan memburuk, permasalahan CAD semakin sulit untuk diatasi.

Namun sayangnya, kinerja pariwisata di Indonesia terlihat sangat mengecewakan. Teranyar, pada kuartal II-2019, nilai ekspor jasa pariwisata hanya sebesar US$ 3,02

Bank Indonesia (BI) mencatat adanya defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) sebesar US$ 8,44 triliun atau setara 3,04% Produk Domestik Bruto (PDB) sepanjang kuartal II-2019.

Angka defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD), kali ini lebih dalam dibanding kuartal II-2018 yang haya US$ 7,9 miliar atau 3,01% PDB.

Sebagai informasi, transaksi berjalan (current account) merupakan indikator penting dalam perekonomian.

Nilainya mencerminkan aliran devisa yang keluar-masuk Indonesia melalui sektor riil, seperti transaksi barang dan jasa.

Kala nilainya negatif alias defisit, artinya lebih banyak devisa yang keluar ketimbang yang masuk. Ibarat dompet, ya makin tipis saja.

Sementara pada kuartal II-2019 impor jasa pariwisata tumbuh 9,7% menjadi US$ 2,21 miliar dibanding kuartal II-2018.

Tak heran apabila surplus transaksi jasa pariwisata di kuartal II-2019 hanya sebesar US$ 805 juta, atau turun 21,9% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Jika ditarik lebih ke belakang yaitu sejak tahun 2011, pertumbuhan ekspor jasa pariwisata bahkan sedang berada dalam tren penurunan.

Ini merupakan salah satu indikator bahwa ada kecenderungan pertumbuhan wisatawan asing semakin kecil.

Hal ini sejalan dengan tren pertumbuhan jumlah wisatawan asing yang dicatat oleh Kementerian Pariwisata (Kemenpar).

Ada kecenderungan pertumbuhan jumlah wisatawan asing terus menurun.

Jika tren terus berlanjut, bukan tidak mungkin kontraksi demi kontraksi terjadi pada nilai ekspor jasa pariwisata ke depannya.

Parahnya, pertumbuhan impor jasa pariwisata justru sedang salam tren peningkatan. Artinya ada kecenderungan pertumbuhan wisatawan Indonesia yang berwisata ke luar negeri semakin tinggi tiap tahun.

Secara regional, sektor pariwisata Indonesia juga sebenarnya kurang bisa dibanggakan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bank Mandiri dalam publikasi EconMark edisi Desember 2018, disebutkan bahwa porsi sektor pariwisata dalam PDB Indonesia hanya 1,4% di tahun 2017 dan merupakan yang paling kecil diantara negara-negara ASEAN.

Dalam hal ini yang menjadi pembanding adalah Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina.

Secara nominal, nilai ekspor jasa pariwisata pada periode yang sama nilainya hanya US$ 13,7 miliar, yang mana kalah dari Thailand (US$ 51,1 miliar), Malaysia (US$20,8 miliar), dan Singapura (US$ 19,5 miliar).

Padahal kalau boleh dibilang, Indonesia punya potensi pariwisata yang sangat tinggi. Dengan kasat mata saja bisa dilihat bahwa ada banyak daerah yang memiliki potensi wisata.

Memang, ada ada faktor perlambatan ekonomi global seringkali dipakai sebagai alasan menurunnya kinerja di seluruh sektor ekonomi.

Namun pada kasus pariwisata Indonesia, bisa terlihat bahwa masih sangat banyak potensi yang bisa dimanfaatkan.

Karena dibandingkan dengan Thailand, yang mana luas wilayahnya jauh lebih kecil, pendapatan jasa pariwisata Indonesia terpaut sangat jauh bahkan tidak ada separuhnya. Dibandingkan dengan Malaysia saja masih kalah banyak.

Bila diibaratkan sebagai produk, pariwisata Indonesia masih dalam tahap growth. Masih terbuka ruang sangat besar sebelum akhirnya memasuki fase mature.

Tidak elok rasanya jika selalu menjadikan perlambatan ekonomi global sebagai kambing hitam. Seakan-akan tidak ada daya dan upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki keadaan.

Maka dari itu, sudah sewajarnya apabila pemerintah menaruh perhatian yang lebih serius untuk memperbaiki kinerja pariwisata Indonesia.

Pasalnya jika tidak, dan tren industri pariwisata terus berlanjut, bukan tidak mungkin pada satu titik, neraca jasa pariwisata malah mencatat defisit dan terus menekan transaksi berjalan.

(adh/cnbc)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae